- Kasus Transfer-Pricing PT Toba Pulp Lestari Tbk, Kerugian Negara & Pelajarannya
Ini bukan soal bubur ayam, tapi bubur kertas. Kasus kirim-kirim bubur dan geser-geser profit lagi rame. Menyangkut PT Toba Pulp Lestari Tbk (TPL).
Suatu perusahaan bisa saja menggeser profit atau biaya ke salah satu anak perusahaan, 'affiliated company' (di dalam negeri atau luar negeri). Itu adalah hal yang biasa saja dalam bisnis. Lumrah kok.
Dalam disiplin ilmu keuangan itu dikenal dengan nama 'transfer-pricing'. Bagian dari strategi atau taktik mengoptimalkan keuntungan (profit optimization).
Sudah ada pula aturan (dasar hukum)nya. Di Indonesia ada Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No.22/2020 tentang Tata Cara Pelaksanaan Kesepakatan Harga Transfer (Advance Pricing Agreement), yang ditandatangani oleh Menkeu Sri Mulyani Indrawati tanggal 18 Maret 2020.
Jadi apa dong kesalahan TPL? Ya sederhana saja, (diduga) menyalahi aturan.
Sesuai aturannya, dokumen ekspor mesti diisi dengan benar. Barang apa yang mau diekspor (kode HS-nya), jumlah, harga, dsb. Dan TPL telah diduga dengan sengaja menulis kode HS-standar internasional yang beda dengan kenyataannya. As simple as that.
Ada dugaan motif penipuan/kecurangan demi pengurangan pajak. Maka implikasinya 'is not as simple as that!'
Ada konsekuensi hukumnya. Investigasi perpajakan bisa langsung bergerak. Efeknya bisa bikin keder. Tahu sendiri khan?
Yang kita mau soroti adalah, bahwa kasus seperti begini ditengarai bukan cuma satu-satunya, bukan yang pertama kali dan bukan pula hanya sekali ini saja. Sudah berkali-kali, praktek rutinlah. Jadi kasus seperti ini ada buaanyak.
Lihat saja akibatnya, secara nasional penerimaan pajak tahun lalu (2019) menunjukan kinerja kurang bagus, realisasi 84,4% dari target. Ada shortfall penerimaan pajak sampai Rp 245,5 trilyun. Padahal tadinya proyeksi shortfall-nya 'cuma' Rp 140 triliun.