"Memang karakternya demikian, hanya uang, uang, dan uang. Saya berdoa mudah-mudahan terbersit kembali Sapta Marga yang pernah diucapkan oleh beliau sehingga berpikir untuk rakyat bangsa dan negara. Bukan uang, uang, dan uang."
Singkat cerita, ini dianggap menghina pribadi, maka pihak LBP pun bertindak. Awalnya, syarat permintaan maaf diberikan untuk Said Didu. Tapi tak digubris, ia malah berpolemik.
Maka laporan dilayangkan ke polisi. Polri pun memanggil Said Didu (sebagai saksi) pada Senin, 4 Mei 2020. Tapi ia mangkir, alasannya PSBB.
Kuasa hukum LBP mengajukan pasal hate speech, Pasal 317 KUHP dan 318 KUHP dan Pasal 45A ayat 2 UU No. 19/2016 terkait ITE.
Dan dalam surat panggilannya, Direktorat Siber Bareskrim yang ditandatangani Kombes Golkar Pangarso, Selasa 28 April 2020, Polri menggunakan Pasal 45 Ayat 3 juncto Pasal 27 Ayat 3 UU No.11/2008 tentang ITE. Juga Pasal 14 Ayat 1 dan 2 dan/atau Pasal 15 KUHP.
Waduuh... pasal kue-lapis! Bisa repot ini.
Ibaratnya Said Didu sudah melempar dadu-dadunya... namun kombinasi angka yang keluar tidak seperti yang diharapkan olehnya, atau oleh bohirnya (kalau ada).
Karena mungkin saja ia bukan aktor utama (atau dalang) dari skenario besarnya. Ia hanya semacam 'petugas-partai'-lah kira-kira begitu.
Mengingat selama ini kabarnya banyak yang kakinya terinjak oleh kebijakan 'bersih-bersih'-nya Jokowi.
Mereka lalu bersekongkol mengerubuti. Demi mengembalikan 'kejayaan mereka' katanya. Menggigit disini, nyelekit disana, seperti barisan semut merah yang rakus. Dan memang sudah lapar, lantaran sumur bancakannya banyak yang ditutup.
Tema apa saja deh, pokoknya yang bisa mendiskreditkan pemerintah akan terus dilempar ke arena. Seperti melempar dadu-dadu judi. Siapa tahu kena.