Hanya saja dalam ruang singkat ini pesan yang ingin disampaikan adalah, mari belajar juga dari kisah Tiongkok. Juga kisah Jepang dan Korea Selatan. Ketiganya sama-sama bangsa Asia. Bagaimana mereka bisa lepas dari yang katanya jebakan hutang (debt-trap) dalam perjalanan sejarah ekonomi-politik mereka.
Tak jauh beda dengan apa yang tadi disampaikan oleh banyak pengamat pembangunan. Institusi-instusi negara (pemerintah) nya telah mengalami semacam revolusi mental. Dan dengan disiplin selama bertahun-tahun akhirnya jadi kultur (budaya). Terlepas dari kondisi geografis yang mereka miliki.
Institusi-institusinya relatif berjalan efektif dan efisien. Berdasar prinsip profesional dan meritokrasi. Tak soal lagi apakah ada dalam alam demokrasi kapitalis atau otoriter sosialis.
Lalu apakah mungkin kita dihegemoni oleh Tiongkok lewat jebakan hutang luar negeri? Ya mungkin saja, kalau... sekali lagi KALAU kita serampangan dalam mengelola hutang. Alias masih korupsi, masih kolusi dan masih nepotisme.
Maka yang penting, sekarang dalam alam globalisasi 4.0, bangsa Indonesia mesti lebih percaya diri. Mau terbuka untuk belajar dan tidak paranoid. Tetap bersatu, kompak dan mau menjalankan pengelolaan (manajemen) negara berdasar prinsip profesionalisme dan meritokrasi.
Hapus semua KKN dan SARA yang cuma mengebiri potensi bangsa yang sesungguhnya luar biasa ini.
12/04/2020
*Andre Vincent Wenas*, Sekjen *Kawal Indonesia* - Komunitas Anak Bangsa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H