Lanjut Pak Soedharmono, "Silakan memilih yang terbaik. Saya hanya ingin ingatkan, tidak mudah menjadi orang dalam. Beban mentalnya berat. Kalau tidak kuat menanggung beban tersebut kita bisa mengalami disorientasi dan perilaku kita bisa menjadi aneh."
Dan setelah berpikir keras, Sarwono pun menemui Benny Moerdani untuk konsultasi hal yang sama. Dan jawaban Benny Moerdani senada seirama dengan Soedharmono.
Sarwono pun mesti bersikap. Ia memilih Koridor Tengah. Sampai saatnya tiba untuk mengirim sinyal yang jelas kepada Pak Harto. Sarwono bercerita, "Waktu untuk menyatakan sikap tiba ketika Pak Harto mulai bercerita tentang hal-hal yang sifatnya amat pribadi. ...saya menyebutnya dengan istilah 'interaksi nonverbal'. Saya anggap waktunya tiba untuk memberi isyarat yang jelas bahwa saya tidak berminat menjadi lingkaran dalam beliau atau apa yang saat itu disebut 'Orang Cendana'."
Tandasnya, "Pak Harto, saya merasa mendapat banyak hal dalam diskusi selama ini. Tapi mohon maaf, saya tidak terbiasa bercakap tentang hal-hal yang terlalu pribadi. Lagi pula Bapak belum memberikan arahan kepada saya selaku menteri, padahal beberapa laporan sudah saya sampaikan."
Selesai bicara begitu, Sarwono melihat raut muka Pak Harto berubah mengeras. Soeharto lalu cuma bilang kepada Sarwono, "Silahkan minum."
Sejak itu ia tak pernah diundang dalam bincang monolog malam hari. Selalu hanya dalam kapasitas sebagai pejabat negara di terang hari dan di ruang resmi. Namun sambil terus menjaga hubungan kerja profesional, Menteri Sarwono terus berhubungan dengan Presidennya.
Seorang Sarwono Kusumaatmadja nampaknya cukup piawai berselancar di koridor tengah ini. Tidak tersedot dalam 'black-hole' yang misterus dan tidak lepas orbit. Tegar dan konsisten menelusuri lingkaran orbitnya yang pas, tidak terpental dari gerak sentripetal politik, dan tidak terjerumus ke dalam gerak sentrifugal kekuasaan.
Karir politiknya terus berjalan, bahkan sampai pergantian presiden beberapa kali. Mungkin itu akan diceritakannya nanti, dalam memoar jilid berikutnya seperti yang dijanjikannya.
Penutup.
Oh ya, sebagai penutup saya mesti mengaku, bahwa buku memoar ini tidak saya beli sendiri. Buku ini dikirim langsung oleh penulisnya tahun 2018 lalu via kurir.
Terima kasih Pak Sarwono, kami belajar banyak dari pengalaman Bapak yang ditulis di buku ini, dari percakapan maupun dari pemberitaan tentang Bapak yang kami baca.