*Skandal Garuda & BTN: Side Streaming sambil Korupsi!*
Oleh : *Andre Vincent Wenas*
Kasus korupsi senilai Rp 300 miliar yang terjadi di PT Bank Tabungan Negara membuat Menteri BUMN Erick Thohir telah mencopot 2 komisaris dan 1 Direksi BTN. Erick meminta jajaran direksi baru untuk mengulas dan mempelajari kembali langkah penyehatan kembali. Bank BTN mencatatkan penurunan kinerja pada kuartal ketiga 2019. Laba bersih bank spesialis KPR ini anjlok 52,9% (year on year).
Diduga terjadi banyak pelanggaran dalam penggunaan uang kredit yang tidak sesuai dengan permohonan. Dalam proses pengajuan KMK (Kredit Modal Kerja) prosedurnya banyak dilanggar dan penggunaan dana kreditnya tidak sesuai dengan yang dimohonkan. Akhirnya macetlah itu cicilan, istilah kerennya NPL (non performing loan).
Detil teknis keuangannya kira-kira begini. Per September 2019, laba bersih Rp 1,05 triliun. Padahal bulan September tahun 2018 mencapai Rp 2,23 triliun. Anjloknya laba bersih itu disebabkan penurunan pendapatan bunga bersih (net interest income/NII), ditambah membengkaknya beban operasional selain bunga.Â
NII (net interest income) BTN sebesar Rp 7,08 triliun pada kuartal ketiga 2019 turun 6,1% dari Rp 7,54 triliun di tahun sebelumnya. Sementara beban operasional lain selain bunga meningkat 18,3% menjadi Rp 7,3 triliun dari Rp 6,17 triliun pada September 2018. Peningkatan beban operasional lain itu utamanya akibat kenaikan tajam atas kerugian penurunan nilai aset keuangan hingga 132% menjadi Rp 2,01 triliun dari Rp 866,7 miliar pada periode yang sama tahun lalu.
Meski begitu, penyaluran kredit BTN tercatat sebesar Rp 231,31 triliun per September 2019. Capaian ini tumbuh 16,6% dari Rp 199,23 triliun per September 2018.
Sementara itu, drama skandal di Garuda Indonesia tampil mencengangkan. Kredibilitas manajemen hancur lantaran ulah direksinya. Keuntungan yang diklaim di tahun 2018 pun dipertanyakan. Kinerja masih buruk kok bisa Garuda cetak Laba di Tahun 2018? Banyak yang tidak percaya Garuda Indonesia mampu cetak laba bersih sebesar US$809.846 atau sekitar Rp11,33 miliar (kurs dolar Rp14.000) pada tahun 2018 lalu. Pertanyaanya, Kenapa Garuda Indonesia bisa mencetak laba tahun lalu?
Kalau ditilik sektor pendapatan usaha yang jadi bisnis inti (core business) perseroan, sebenarnya kinerja operasional Garuda Indonesia pada tahun 2018 bisa dibilang buruk. Tercatat, operating income (pendapatan usaha) nya sebesar US$4,37 miliar, dan ini jelas di bawah operating expenses (beban usaha) sebesar US$4,57 miliar. Alias besar pasak dari tiang!
Ternyata, Garuda Indonesia bisa catat laba lantaran ada penccatatan pendapatan dari usaha lainnya yang melonjak jadi US$306,8 juta di tahun 2018, dibanding tahun 2017 yang defisit US$15,7 juta. Pendapatan usaha lainnya ini didapat dari pengelolaan perusahaan yang tidak terkait dengan penumpang. Ada dua komponen yakni keuntungan selisih kurs sebesar US$28 juta dan pendapatan lain-lain bersih sebesar US$278,8 juta.
Disamping itu, pendapatan anak usaha seperti Citilink turut mendongkrak laporan keuangan Garuda, sehingga seakan-akan Garuda Indonesia memiliki laba besar.