Di sisi lain, ditilik dari segi kepercayaan, amanah UU N0. 23 Tahun 2011 pasal 18 ayat (2) huruf (h) dan Peraturan Pemerintah No. 14 Tahun 2014 tentang keharusan BAZNAS dalam melaksanakan audit keuangan dan audit syariah cukup menjadi menjadi jawaban bagi para muzakki yang masih menyangsikan transparansi BAZNAS.
 2. Distribusi yang Merata dan Tepat Sasaran
Salah satu fungsi kewajiban zakat ditinjau dari segi sosial adalah menghilangkan sifat dengki dan iri (kecemburuan sosial) dari hati orang-orang miskin, utamanya yang tinggal (hidup) secara berdampingan dalam satu lokasi pemukiman.
Alasan seperti inilah yang kerap kali dipergunakan oleh muzakki yang enggan membayarkan zakat kepada BAZNAS. Mereka mengkhawatirkan tidak tersampaikannya fungsi sosial yang satu ini, sehingga berdampak timbulnya fitnah dimasyarakat. Lebih-lebih jika nantinya, jangkauan distribusi BAZNAS ternyata tidak meng-cover seluruh warga miskin daerah tempat tinggal muzakki yang selama ini telah berstatus penerima tetap tiap tahun.
 Jika menggunakan pertimbangan singkat, maka argumen seperti ini sangat bisa dibenarkan. Akan tetapi jika menggunakan pertimbangan jangka panjang, maka argumen seperti itu tidak sepenuhnya tepat.
 Artinya begini, sentralisasi perihal fundraising, pengelolaan dan distribusi secara profesioanal yang dilakukan badan amil zakat, tentu menggunakan pola dan metode yang terukur dan terdata. Terlebih dalam proses distribusi, kaitannya dengan kesejahteraan kaum dhuafa’, maka data yang digunakan adalah berdasarkan skala prioritas, sehingga cakupannya pun akan selalu mengalami revisi, baik itu berupa penambahan (seiring masuknya data baru mustahiq) maupun pengurangan (seiring berubahnya status mustahiq-muzakki).
 Dengan pola seperti ini, memang memungkinkan bagi lembaga amil zakat untuk belum menjangkau pendistribusiannya pada seluruh mustahiq di daerah muzakki sendiri. Belum lagi ditambah kurangnya kesadaran masyarakat untuk berzakat di BAZNAS menjadikan dana yang tersedia tidak cukup meng-cover keseluruhan. Namun demikian, tidak berarti mustahiq tersebut memenjadi tidak terjangkau terus-menerus.
 Maksudnya, apabila kesadaran masyarakat untuk membayarkan zakatnya kepada amil zakat resmi (BAZNAS) semakin tinggi, dana yang dihimpun semakin banyak dan individu penerima tetap zakat daerah muzakki telah dinyatakan sebagai benar-benar mustahiq, maka bukan hal yang mustahil BAZNAS untuk meng-cover-nya.
 Menurut penuturan seorang kawan yang berstatus amil zakat BAZNAS senior Yogyakarta. Memang bagian inilah yang tersulit dalam hal pemahaman kepada masyarakat. Demikian itu, lantaran muzakki sendiri lah nanti yang langsung bersinggungan dengan kaum dhuafa’, sehingga ketakutan akan timbulnya fitnah sangat rentan sekali.
 Oleh karenanya dalam hal ini, seringkali dalam sesi konsultasi, diberikan solusi kepada muzakki yang berada dalam kondisi tersebut untuk sementara waktu dipersilahkan membagi besaran zakat yang dibayarkannya menjadi dua, sebagian untuk BAZNAS dan sebagian lagi distribusi langsung dengan prosentase bebas. Dimisalkan ada seorang yang terkena wajib zakat sebesar Rp. 2.500.000,- maka dia bisa memecahnya Rp. 1.250.000,- untuk BAZNAS dan Rp. 1.250.000,- dibagi secara langsung. Atau berapapun prosentasenya.
 Adapun tujuan dari pemberian solusi tersebut adalah upaya harmonisasi solusi dari permasalahan yang ada, yakni: pembayaran kepada BAZNAS difungsikan sebagai dukungan masyarakat akan pola pengelolaan zakat yang professional dan merata. Sedangkan pembayaran langsung kepada masyarakat adalah untuk menghindari fitnah sembari menunggu jangkauan BAZNAS ke daerah muzakki.