Sejumlah media mulai mempublikasikan hasil penelitian yang dilakukan para pakar Kesehatan dari Fakultas Kesehatan Masyarakat - Universitas Indonesia. Bahwa Virus corona telah masuk ke Indonesia jauh sebelum Presiden Jokowi mengumumkan kasus pertama Virus Corona di tanah air. Bahkan kita juga tentu pernah membaca, Harvard University pun telah mengeluarkan pernyataan pada awal Februari lalu, Virus corona "seharusnya sudah masuk ke Indonesia".
Bukan tanpa data dan asal bersuara, mengapa Harvard mengeluarkan pernyataan seperti itu, karena mereka menggunakan Predicted Imports of 2019-nCoV Cases to Determine Locations that may not be Identifying All Imported Cases, bahwasanya negara-negara yang memiliki penerbangan langsung dari Wuhan, Cina diperkirakan memiliki kasus corona dengan perhitungan lebih dari 95 persen interval prediksi.Â
Hasil Harvard pun sebenarnya tidak berbeda jauh dengan apa yang diungkap oleh para pakar UI. Epidemiolog dari FKMUI, mengungkapkan fakta, bahwa pada laporan dinas kesehatan DKI mengenai pasien dalam pengawasan (PDP) Corona, serta  menyoal penerbangan langsung dari sejumlah kota di Indonesia ke Wuhan, China.
Ahli FKMUI juga menyebut, hasil negatif pada mereka yang terinfeksi Covid-19 pada saat itu, Â dipengaruhi oleh laboratorium Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes) yang memang belum siap, sehingga saat mereka yang terinfeksi baru terbukti positif di kemudian hari, namun setelah pasien meninggal dunia. Hal ini kemungkinan juga terjadi karena reagen nya belum tersedia atau reagen yang salah.
Seperti kita ketahui juga, pada Januari 2020, negara kita masih sangat terbuka, tidak ada kontrol sama sekali terhadap gerbang-gerbang kedatangan, baik itu bandar udara dan juga pelabuhan laut untuk barang cargo/container. Bahkan pada bulan Maret 2020 pun, neraca perdagangan kita dinilai surplus. Dapat terbayang, di saat wabah Corona yang terjadi di banyak negara dunia, neraca perdagangan kita baik.
Bahkan saya sendiri sebagai pelaku usaha di dunia perdagangan internasional, pada bulan-bulan Januari hingga Februari masih banyak menerima tamu-tamu asing, baik dari negara Asia termasuk Cina ataupun timur tengah.Â
Bahkan menurut data yang ada pada Pelabuhan-pelabuhan peti kemas yang dikelola Pelindo II, bulan Januari hingga Maret, volume Import dari negara Cina, masih normal artinya dari berbagai pelabuhan mereka, kapal-kapal cargo yang membawa peti kemas, masih tetap berlayar normal. Pun begitu  juga Volume Export, data yang saya dapatkan, volume ekspor masih berjalan normal.Â
Dari Schedule perusahaan-perusahaan Shipping Lines, raksasa seperti CMA CGM, MSC Lines, Maersk Lines, APL, belum terdapat adanya perubahan schedule, ataupun apa yang disebut Void Sailing dan juga notofikasi Covid 19. Hal tersebut sangat berbeda memasuki akhir bulan Maret, ada banyak terjadi perubahan yang sangat signifikan, termasuk perubahan schedule, perubahan sistem karena adanya larangan untuk bekerja atau keluar rumah dibanyak negara, termasuk kebijakan Lockdown.
Bila sikap pemerintah, mungkin tidak perlu saya tulis dan ulas di sini, kita dapat membaca dibanyak media cetak dan online, terkait penanganan Virus corona di bulan Januari hingga April 2020 ini. Kita dapat melihat, apa tindakan pemerintah kita di awal Januari, bulan Februari, Maret dan juga April. Langkah-langkah apa yang diambil, dan sebagainya.Â
Menurut saya pribadi, apa yang dilontarkan oleh FKMUI dan juga Harvad University dan dengan keadaan didunia export-import yang saya alami sendiri, maka kemungkinan penanganan kasus pendemi ini ada benarnya. Keterlambatan, kelengahan dan juga tidak secara cepat dan sigap mengambil keputusan sangat mempengaruhi hasil.
Barulah di medium Maret hingga April ini, seperti yang dapat kita baca di media-media Cargo Internasional, perusahaan-perusahaan shipping Lines, mengatakan bahwa mereka dalam kondisi "Survival Mode". Ini berarti waktu yang mereka rasakan akan dampak Virus Corona hanya berkisar dimulai pertengahan Maret hingga April 2020 ini saja, kondisi mereka seperti itu.Â