Mohon tunggu...
Andre Satria
Andre Satria Mohon Tunggu... Lainnya - Pejuang Bidang Sosial - Penggemar Sepakbola Arsenal FC - Garuda di Dadaku

Orang biasa yang berfokus untuk mengimplementasi bidang sosial.

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Hasan Salihamidzic, Arsitek Bayern Munchen yang Berambisi Kuasai Eropa 5 Tahun ke Depan

27 Agustus 2020   11:49 Diperbarui: 28 Agustus 2020   08:10 6177
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bila ada yang melihat kiprah Bayern Munchen di Liga Champions 2019/2020 yang memenangkan kompetisi setelah mengalahkan Paris Saint Germain (PSG) di final mengingatkan akan kiprah tim nasional Jerman pada Piala Dunia 2014 di Brazil yang pada akhirnya Jerman memenangkan kejuaraan itu setelah mengalahkan Argentina di final dengan skor 1-0, kemungkinan besar benar adanya.

Keduanya sama-sama tidak pernah terkalahkan sepanjang kompetisi dan memiliki riwayat membantai lawan yang lebih favorit. Jika Munchen membuat dunia berdecak kagum setelah menghempaskan Barcelona 8-2, Jerman menghabisi Brazil 7-1 yang saat itu menjadi tuan rumah. Gaya bermainnya pun serupa dengan penerapan permainan  agresif dan dominan, penguasaan bola total, persentase keberhasilan passing yang tinggi, menjadi ciri khas yang membuat sulit dikalahkan oleh lawan.

Kesamaan lainnya yang tidak kalah penting di kedua kompetisi ada pada diri seorang Hans-Dieter Flick yang saat ini menjadi pelatih Munchen. Flick pada tahun 2014 memang menjadi bagian dari tim nasional Jerman sebagai asisten Joachim Loew yang merupakan pelatih tim nasional Jerman. 

Berguru pada Loew melengkapi ilmu Flick setelah sebelumnya pernah berguru juga pada Giovani Trapattoni dan Lothar Matthaus di klub Red Bull Salzburg dengan menjadi asistennya. Hasil Flick melalang buana rupanya berbuah manis saat di Munchen.

Sedangkan bagi Munchen, Flick sebenarnya puzzle terakhir yang akhirnya melengkapi rancangan tim yang sudah dipersiapkan klub sejak tahun 2017 oleh Hasan Salihamidzic selaku Direktur Olahraga Munchen. Rancangan tim yang dilakukan Munchen hal biasa untuk klub-klub besar, terutama yang termasuk ke dalam 10 klub sepak bola terkaya di dunia seperti Munchen. Tujuannya tentu untuk memilki tim yang  dapat memenangi berbagai kompetisi.

Tanggung jawab rancangan tim berada di bawah manajemen klub. Namun di Liga Jerman atau sering disebut Bundesliga, manajemen klub menciptakan jabatan Direktur Olahraga yang bertanggung jawab mengusulkan rancangan tim beserta transfer antar pemain dan teman diskusi bagi pelatih dalam menerapkan taktik lapangan yang akan kemudian akan mengkomunikasikan taktik lapangan ke manajemen klub.

Direktur Olahraga berbeda dengan pelatih seperti Flick. Pelatih bertanggung jawab atas taktik lapangan, pelatihan, dan pemilihan pemain di lapangan serta memberikan laporan pelaksanaan pekerjaannya kepada Direktur Olahraga. Pemisahan jabatan dan tanggung jawab untuk urusan teknis sepakbola yang biasanya dirangkap oleh tim Liga Inggris lazim dilakukan oleh tim-tim Bundesliga agar memperkaya dan menguji sebuah ide teknis lapangan.

Untuk target rancangan tim, level Munchen tidak lagi hanya memenangkan Bundesliga, tetapi menguasai Eropa melalui Liga Champions. Di level Bundesliga, Munchen memang ibarat anak pintar yang selalu juara 1 di kelasnya walaupun pelatih dan pemainnya datang dan pergi silih berganti. Bagaimana tidak, sejak digulirkannya Bundesliga pada tahun 1963 atau 57 tahun umur kompetisi, Munchen memenangkan 29 gelar. Delapan gelar diraih dalam 10 tahun terakhir. Hanya Borussia Dortmund yang hanya dapat mengganggu sang anak pintar.

Berbanding terbalik di kompetisi Eropa, Munchen masih harus berusaha keras untuk bisa meraih juara. Ambisi besar menguasai Eropa sebenarnya terlihat dan diwujudkan sejak tahun 2013 melalui penunjukan Guardiola sebagai pelatih walau baru saja menjuarai Liga Champions 2012/2013. Kala itu, Guardiola disinyalir menjadi pelatih termahal di dunia dengan menerima gaji sebesar Rp. 298 miliar per tahun. 

Munchen menilai harga yang dibayar kepada Guardiola sepadan dengan tantangan terberat nantinya datang dari Barcelona dan Real Madrid yang dominasinya sangat kuat di Liga Champions. Kehadiran Guardiola diharapkan dapat memberikan peta kekuatan dua klub Spanyol dan ide-ide baru dalam permainan.

Berbekal Guardiola menjadi Pelatih dan pemain-pemain diisi oleh nama seperti Philip Lahm, Dante, Toni Kroos, Bastian Schweinsteiger, Franck Ribery, Arjen Robben, Mario Mandzukic, manajemen Munchen berharap dapat mengulang kesuksesan musim kompetisi 2012/2013. 

Namun harapan tinggal harapan, tahun selanjutnya Munchen hanya selalu menjadi spesialis semi final dan kalah ketika menghadapi tim-tim besar Spanyol. Tantangan yang diperkirakan Munchen benar, Real Madrid berhasil memenangkan Liga Champions  4 kali dan Barcelona 1 kali. Hanya Liverpool yang bisa muncul merusak dominasi kedua raksasa Spanyol, bahkan mengalahkan Munchen di babak 16 besar untuk menuju juara.

Kepergian Guardiola pada tahun 2016 sendiri menimbulkan berbagai spekulasi penyebab kepergiannya dan gonjang-ganjing di dalam klub. Kabar terakhir oleh media Bild mengabarkan Guardiola pergi akibat lelah terhadap manajemen Munchen yang selalui mengabaikan permintaan untuk mendatangkan pemain-pemain yang diinginkannya. 

Sebut saja Neymar, Paul Pogba, Eden Hazard, Kevin de Bruyne, Raheem Sterling, juga Marco Verratti. Mungkin saja tujuan Guardiola ingin mendorong Munchen ke level Real Madrid dan Barcelona dengan cara cepatnya mengisi seluruh pos pemain-pemain kelas dunia sebagaimana kedua klub Spanyol lakukan. 

Manajemen Munchen toh sebetulnya tetap berusaha mendukung Guardiola dengan menyediakan dana sekitar 200 juta euro atau Rp. 3,4 triliun selama 3 tahun Guardiola melatih. Di antaranya ada nama-nama yang dibeli ada Thiago Alcantara, Mario Gotze, Xabi Alonso, Robert Lewandowski, dan Arturo Vidal.

Di tahun 2016, tidak hanya Guardiola yang meninggalkan klub, Mathias Sammer yang berlaku sebagai Direktur Olahraga juga mengundurkan diri dengan alasan pribadi. Manajemen Munchen digambarkan sangat kehilangan sebab Sammer merupakan sosok yang dinilai transformatif. Tidak heran ketika kehilangan Sammer, manajemen Munchen membutuhkan waktu 1 tahun untuk mencari penggantinya.

Selama posisi Direktur Olahraga kosong, manajemen Munchen menunjuk Carlo Ancelotti, pelatih asal Italia, sebagai pengganti Guardiola untuk musim kompetisi 2016-2017. Pelatih anyar ini dibekali pemain-pemain baru seperti Matt Hummels dan Renato yang menghabiskan 70 juta euro atau Rp. 1,2 triliun. Di musim itu, Ancelotti mempersembahkan 1 gelar Bundesliga dan 2 DFL Supercup.

Di tahun 2017, manajemen Munchen menunjuk Hasan Salihamidzic sebagai Direktur Olahraga. Karl-Heinz Rummenigge selaku Chairman Munchen menyatakan bahwa Salihamidzic orang yang tepat untuk mengisi jabatan tersebut. Sebagai pemain di Munchen, Salihamidzic mempunyai ambisi besar. Kontribusi 6 gelar Bundesliga, 4 DFB Cups, dan 1 piala Liga Champions 2000/2001 bukti nyata ambisi tersebut. Periode yang lama bermain bersama Munchen juga dianggap sebagai nilai tambah karena sudah mengerti budaya dan seluk beluk klub.

Kedatangan Salihamidzic sebagai Direktur Olahraga baru tentu membawa agenda. Tampaknya agenda ini antara lain ada pada melakukan transisi tim, memprioritaskan untuk berinvestasi pada pemain-pemain muda berbakat untuk mengisi berbagai posisi, dan memperhatikan kombinasi usia pemain tua dan muda untuk memastikan keseimbangan kekuatan bermain dan pengalaman serta keberlanjutan tim. Ancelotti menjadi pelatih pertama yang ikut membantu pelaksanaan rancangan tim transisi.

Transisi tim harus dilakukan sebab memasuki musim kompetisi 2017/2018, pemain-pemain utama seperti Xabi Alonso dan Philip Lahm memutuskan pensiun, Arturo Vidal bersama Arjen Robben dan Franck Ribery memasuki usia senja. 

Pemain muda berbakat seperti Kimmich di akselerasi kemampuannya untuk dapat menggantikan Xabi Alonso. Pemain-pemain yang kurang sesuai dengan cara permainan yang direncanakan mulai dijual ke klub lainnya. Sebut saja Douglas Costa dan Medhi Benatia.

Kebijakan transfer dengan memprioritaskan pemain muda berbakat sudah terlihat sejak kedatangan Salihamidzic. Kingley Coman, Serge Gnarby, Niklas Sule, Corentin Tolisso dibeli dengan total biaya transfer mencapai 90 juta euro atau Rp 1,5 triliun di tahun pertama Salihamidzic. Pembelian Serge Gnary dianggap sebagai salah satu pembelian terbaik di angkatan tersebut. Saat Munchen membeli harganya hanya dibanderol sebesar 8 juta euro atau Rp 138 miliar. 

Saat ini, estimasi valuasi harga pemain mencapai 72 juta euro atau Rp. 1,2 triliun. Dilapangan kemampuannya juga mumpuni. Bertanding sebanyak 48 kali dengan Munchen, Gnarby menyumbang 25 gol dan 12 assists. Di tahun kedua Salihamidzic, Munchen mendatangkan pemain muda Leon Goretzka dengan transfer gratis dan Alphonso Davies yang namanya menjadi buah bibir seluruh Eropa dengan penampilan impresifnya di laga-laga Liga Champions.

Untuk menjaga kombinasi usia pemain tua dan muda agar tidak mengganggu keseimbangan kekuatan bermain dan pengalaman serta keberlanjutan tim, Salihamidzic melakukan kebijakan berupa menjaga pemain-pemain utama dan senior dilepas Munchen tidak secara bersamaan. Di tahun 2017, Xabi Alonso dan Philip Lahm pensiun. Selang 2 tahun kemudian, setelah melihat pemain muda mulai matang giliran Mats Hummels, Franck Ribery, Rafinha, Arjen Robben yang dilepas Munchen.

Pelaksanaan agenda oleh Salihamidzic bukannya tanpa rintangan. Ancelotti yang baru menjalani 10 laga di tahun 2017 harus dipecat oleh Salihamidzic akibat ketidakmampuan Ancelotti membangun hubungan baik dengan para pemain dan rentetan hasil pertandingan yang buruk. 

Sempat meminta Willy Sagnol sebagai pelatih sementara, akhirnya Munchen menunjuk kembali Jupp Heynckes yang pernah membawa Munchen juara Liga Champions pada tahun 2012/2013 agar mendinginkan situasi. Jupp Heynckes yang sebetulnya sudah pensiun menyanggupi permintaan manajemen Munchen dengan catatan hanya menukangi tim hingga akhir musim 2017/2018.

Selepas Jupp Heynckes, Munchen meminang Niko Kovac sebagai pelatih dengan pertimbangan pengalamannya ikut melakukan transformasi di klub Eintracht Frankfurt dengan membawa klub keluar dari jurang degradasi. Musim setelahnya membawa Frankfurt ke final Piala Jerman dan kesempatan untuk kualifikasi Liga Champions. 

Dengan pengalaman mentereng, Kovac sendiri ternayata tidak bisa lebih dari 2 musim. Isu yang sama seperti  jaman Ancelotti terjadi lagi. Di tahun kedua Kovac, setelah kalah 1-5 dari Eintracht Frankfurt dan Munchen hanya bertengger di peringkat 4, Kovac dipecat. Disinilah kehadiran Flick sebagai pelatih pengganti yang diam-diam menjadi berkah tersendiri untuk Munchen.

Pengalaman Flick di tim nasional Jerman membuatnya tahu bagaimana menangani pemain-pemain Munchen yang memang sebagian besar pemain tim nasional Jerman serta memilih taktik lapangan yang sesuai dengan tipe pemain yang ada. 

Agenda Salihamidzic tentang memprioritaskan pemain muda berbakat dan menjaga kombinasi usia pemain tua dan muda, Flick juga pernah mengalami dan tahu bagaimana menerjemahkannya sebab agenda tersebut sebetulnya bukan barang baru. 

Tim nasional Jerman dalam menghadapi Piala Dunia 2014 juga memakai cara yang sama dengan memprioritaskan dan mengkombinasikan pemain-pemain muda yang pernah membawah tim nasional U-21 Jerman berprestasi dengan pemain-pemain senior Jerman yang sarat pengalaman. Jadi, duet Salihamidzic dan Flick ternyata kombinasi manajerial yang selama ini di cari oleh Munchen.

Dari segi pemain, tim yang ada saat ini rata-rata umurnya baru 25,5 tahun. Ditambah ke depannya Munchen akan kedatangan amunisi segar seperti Leroy Sane yang mumpuni. Memang ada pekerjaan rumah terbesar berupa mencari pengganti Lewandowski sang pencetak gol ulung, Jerome Boateng, dan kiper Neuer yang seluruhnya pemain utama sedang memasuki usia senja. 

Namun jika teratasi, penggemar sepak bola siap-siap agar tidak bosan untuk melihat Munchen mengangkat piala Liga Champions setiap tahunnya. Situasi yang mereka miliki sangat mendukung klub asal Jerman ini menguasai Eropa dalam 5 tahun ke depan. Luar biasa memang Hasan Salihamidzic.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun