Namun harapan tinggal harapan, tahun selanjutnya Munchen hanya selalu menjadi spesialis semi final dan kalah ketika menghadapi tim-tim besar Spanyol. Tantangan yang diperkirakan Munchen benar, Real Madrid berhasil memenangkan Liga Champions  4 kali dan Barcelona 1 kali. Hanya Liverpool yang bisa muncul merusak dominasi kedua raksasa Spanyol, bahkan mengalahkan Munchen di babak 16 besar untuk menuju juara.
Kepergian Guardiola pada tahun 2016 sendiri menimbulkan berbagai spekulasi penyebab kepergiannya dan gonjang-ganjing di dalam klub. Kabar terakhir oleh media Bild mengabarkan Guardiola pergi akibat lelah terhadap manajemen Munchen yang selalui mengabaikan permintaan untuk mendatangkan pemain-pemain yang diinginkannya.Â
Sebut saja Neymar, Paul Pogba, Eden Hazard, Kevin de Bruyne, Raheem Sterling, juga Marco Verratti. Mungkin saja tujuan Guardiola ingin mendorong Munchen ke level Real Madrid dan Barcelona dengan cara cepatnya mengisi seluruh pos pemain-pemain kelas dunia sebagaimana kedua klub Spanyol lakukan.Â
Manajemen Munchen toh sebetulnya tetap berusaha mendukung Guardiola dengan menyediakan dana sekitar 200 juta euro atau Rp. 3,4 triliun selama 3 tahun Guardiola melatih. Di antaranya ada nama-nama yang dibeli ada Thiago Alcantara, Mario Gotze, Xabi Alonso, Robert Lewandowski, dan Arturo Vidal.
Di tahun 2016, tidak hanya Guardiola yang meninggalkan klub, Mathias Sammer yang berlaku sebagai Direktur Olahraga juga mengundurkan diri dengan alasan pribadi. Manajemen Munchen digambarkan sangat kehilangan sebab Sammer merupakan sosok yang dinilai transformatif. Tidak heran ketika kehilangan Sammer, manajemen Munchen membutuhkan waktu 1 tahun untuk mencari penggantinya.
Selama posisi Direktur Olahraga kosong, manajemen Munchen menunjuk Carlo Ancelotti, pelatih asal Italia, sebagai pengganti Guardiola untuk musim kompetisi 2016-2017. Pelatih anyar ini dibekali pemain-pemain baru seperti Matt Hummels dan Renato yang menghabiskan 70 juta euro atau Rp. 1,2 triliun. Di musim itu, Ancelotti mempersembahkan 1 gelar Bundesliga dan 2 DFL Supercup.
Di tahun 2017, manajemen Munchen menunjuk Hasan Salihamidzic sebagai Direktur Olahraga. Karl-Heinz Rummenigge selaku Chairman Munchen menyatakan bahwa Salihamidzic orang yang tepat untuk mengisi jabatan tersebut. Sebagai pemain di Munchen, Salihamidzic mempunyai ambisi besar. Kontribusi 6 gelar Bundesliga, 4 DFB Cups, dan 1 piala Liga Champions 2000/2001 bukti nyata ambisi tersebut. Periode yang lama bermain bersama Munchen juga dianggap sebagai nilai tambah karena sudah mengerti budaya dan seluk beluk klub.
Kedatangan Salihamidzic sebagai Direktur Olahraga baru tentu membawa agenda. Tampaknya agenda ini antara lain ada pada melakukan transisi tim, memprioritaskan untuk berinvestasi pada pemain-pemain muda berbakat untuk mengisi berbagai posisi, dan memperhatikan kombinasi usia pemain tua dan muda untuk memastikan keseimbangan kekuatan bermain dan pengalaman serta keberlanjutan tim. Ancelotti menjadi pelatih pertama yang ikut membantu pelaksanaan rancangan tim transisi.
Transisi tim harus dilakukan sebab memasuki musim kompetisi 2017/2018, pemain-pemain utama seperti Xabi Alonso dan Philip Lahm memutuskan pensiun, Arturo Vidal bersama Arjen Robben dan Franck Ribery memasuki usia senja.Â
Pemain muda berbakat seperti Kimmich di akselerasi kemampuannya untuk dapat menggantikan Xabi Alonso. Pemain-pemain yang kurang sesuai dengan cara permainan yang direncanakan mulai dijual ke klub lainnya. Sebut saja Douglas Costa dan Medhi Benatia.
Kebijakan transfer dengan memprioritaskan pemain muda berbakat sudah terlihat sejak kedatangan Salihamidzic. Kingley Coman, Serge Gnarby, Niklas Sule, Corentin Tolisso dibeli dengan total biaya transfer mencapai 90 juta euro atau Rp 1,5 triliun di tahun pertama Salihamidzic. Pembelian Serge Gnary dianggap sebagai salah satu pembelian terbaik di angkatan tersebut. Saat Munchen membeli harganya hanya dibanderol sebesar 8 juta euro atau Rp 138 miliar.Â