Mohon tunggu...
Andreas Raditya
Andreas Raditya Mohon Tunggu... Foto/Videografer - :)

:)

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Radio, Hidup atau Mati?

7 Oktober 2018   16:22 Diperbarui: 15 Oktober 2018   10:39 788
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Radio, Hidup atau Mati!

"Media Jurnalistik dengan Misi Informatif"

Teman-teman tentu sudah tidak asing dengan radio. 

Media berbasis audio yang mengalami perkembangan dan cenderung mampu mengikuti pergerakan era. Radio berevolusi untuk mampu diterima oleh khalayak dan internet menjadi pacuan untuk tetap eksis di telinga para pendengarnya.

Bahkan, tuntutan akan pemenuhan kebutuhan informasi untuk khalayak juga menjadi suatu keharusan. Ditambah lagi dengan berkembangnya teknologi internet di tengah masyarakat. Maka dari itu, radio hadir sebagai media jurnalisme.

Kehadiran radio sebagai media jurnalisme menggambarkan bahwa radio menjadi media pilihan yang bersifat portable. Banyak stasiun radio mencari cara baru untuk memaparkan dan melayani pendengarnya melalui sajian informasi yang ada (Herweg & Herweg, 2004, h. 13).

Embrio Radio

Ketika teman-teman memiliki pengetahuan perihal radio sebagai media penyampaian pesan, tentu teman-teman harus mengetahui pula bagaimana pengalaman embrio radio, mulai dari penggunaan sinyal frekuensi hingga bersandar pada naungan teknologi internet.

Lalu, mari kita kembali ke masa embrional radio!

Radio lahir melalui wujud gelombang elektromagnetis yang dicetuskan oleh Maxwell. Gelombang tersebut dibuktikan oleh Heinrich Hertz pada tahun 1884. Alhasil, Guglemo Marconi mengembangkannya menjadi radio tahun 1906 di Amerika Serikat.

Penemuan tersebut membuat radio memiliki peranan dalam bidang pelayaran, perdagangan dan penyampaian informasi militer. Dapat dilihat dari penggunaan radio pada masa Perang Dunia II (Darmastuti, 2012, h. 63).

Kebutuhan masyarakat akan informasi membawa eksistensi radio ke berbagai negara seperti Jepang, Tionghoa, Inggris maupun Italia. Meskipun demikian, radio masih berada dalam tahap penyempurnaan, seperti kemunculan sistem Frequency Modulation (FM) setelah Amplitudo Modulation (AM) guna memperoleh kualitas suara yang lebih baik.

Disadur dari Komisi Penyiaran Indonesia tahun 2018, radio melahirkan 556 stasiun di belahan dunia. termasuk NBC (National Broadcasting Company) sebagai salah satu stasiun radio terbesar disusul CBS (Columbia Broadcast System) pesaingnya.

Sebagai media berbasis audio, radio bersifat kompleks dengan mengombinasikan percakapan, musik dan efek suara. Selain itu, radio memberikan terpaan bagi khalayak untuk bisa mendengarkan informasi (Dubber, 2013, h. 11-12).

Radio dan Informasi

Internet membawa perubahan besar bagi kehidupan masyarakat. Jejaring internet mampu menghubungkan masyarakat dengan informasi yang mudah dijangkau seiring dengan perkembangan komputer di tengah masyarakat (Damarstuti, 2012, h. 66).

Baca pula sejarah internet

Internet menarik perhatian masyarakat dalam usaha memenuhi kebutuhan akan informasi.

Kehadiran internet membuat media massa mengalami perubahan dalam menyajikan informasi. Tidak sedikit media mempertahankan eksistensinya dengan menciptakan platform berbasis internet.

Apa kabar radio?

Perlu teman-teman ketahui bahwa media massa memiliki peran besar bagi masyarakat, termasuk teman sebagai bagian dari khalayak.

Media massa merupakan sarana penyampaian pesan kepada khalayak secara luas dalam jumlah besar. Wajar kalau radio juga disebut sebagai media massa karena PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa) mengungkapkan jumlah pendengar radio sebanyak lima milyar atau 70% penduduk dunia.

Alasannya sederhana, radio merupakan media massa yang membuka kesempatan masyarakat, tidak terkecuali para penyandang tunanetra, untuk bisa berinteraksi.

Media dan informasi merupakan kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Kebutuhan utama dari media adalah informasi (data, fakta, peristiwa) yang mengandung nilai berita (Damarstuti, 2012, h. 75).

Sama halnya dengan media lain, radio juga menciptakan platform berbasis internet dengan sajian informasi yang mudah dijangkau. Sama seperti ketika embrionya dilahirkan, platform radio diciptakan konsisten sesuai dengan identitasnya sebagai media berbasis audio. 

Maka, hubungan antara radio dan informasi pun tidak bisa dipisahkan. Radio masih menduduki tahta sebagai media massa penyalur informasi.

Begitu saja?

Radio Journalism

Dalam penyampaian informasi radio pun memiliki kaidah jurnalistik. Secara umum, jurnalis radio juga wajib patuh terhadap etika jurnalistik dan memiliki pemahaman tentang teknik wawancara, menulis maupun bertutur.

Lagipula, jaringan internet memungkinkan radio untuk membuka platform dalam bentuk website selayaknya media daring lainnya. Bahkan sebelumnya, tidak sedikit radio memanfaatkan internet untuk menciptakan teknologi streaming radio.  

Andrew Dubber dalam bukunya yang berjudul "Radio in the Digital Age" mengungkapkan bahwa teknologi digital menantang media broadcast untuk mampu memberikan inovasi yang menarik khalayak (2013, h. 165).

Nah, inovasi tersebut dilakukan dengan sajian informasi yang 'mumpuni' untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Hal ini yang menjadi alasan jurnalis radio juga harus memiliki kemampuan yang sama seperti jurnalis media lainnya.  

Konten media berupa visualisasi gambar dan tulisan menjadi daya tarik bagi masyarakat dalam menjangkau informasi. Selain itu, adanya siaran live maupun podcast tidak menghilangkan identitasnya sebagai radio.

Sajian konten berita berupa video maupun foto yang menceritakan suatu peristiwa menjadi sarana pendukung radio dalam upaya penyampaian pesan. Masyarakat tidak hanya dibuat berimajinasi tentang suatu peristiwa melalui bahasa tutur penyiar, namun bisa melihat peristiwa secara lebih nyata.

Ini melebihi isi konten media lain yang merupakan transformasi dari bentuk cetak. Bukan begitu?

Kita bisa mengambil beberapa contoh radio sebagai berikut : NPR (National Public Radio), BBC Radio dan KBS World Radio.

Radio menciptakan wajah baru dengan penyampaian berita yang bukan hanya melalui siaran, melainkan segmentasi konten yang sesuai dengan selera khalayaknya.

Ketiga radio tersebut menjadi wujud era baru jurnalisme radio. Bukan hanya sekedar bercakap-cakap di depan microphone maupun memutarkan musik, melainkan juga menyajikan konten berita yang tercermin dalam kaidah jurnalisme.

Bagaimana radio di Indonesia?

Terpaan media serta teknologi internet berpengaruh bagi seluruh negara di penjuru dunia, termasuk Indonesia. Menurut suervey Nielsen yang dirangkum dalam VOA Indonesia, radio masih didengarkan oleh 62,4 juta penduduk di seluruh Indonesia (Mazrieva, 2017).

Nah, melihat fakta demikian teman-teman bisa menebak-nebak bagaimana penerapan radio journalism di Indonesia?

Radio Republik Indonesia (RRI) merupakan radio berjejaring nasional. Setelah mengalami masa penggunaan sinyal frekuensi, kini RRI berpijak pada internet melalui saluran portal berita dengan misi informatif yang diimplementasikan dalam program siaran Pro3.

Tidak hanya itu, dalam sajian berita RRI juga berkaca dengan KBR (Kantor Berita Radio).

KBR merupakan penyedia konten berita jurnalistik yang berdiri sejak 1999 dan telah digunakan oleh lebih dari 500 stasiun radio di Indonesia. Bahkan KBR memperoleh penghargaan internasional sebagai media dengan karya jurnalistik berkualitas.

Nah, teman-teman sekarang bisa berpikir bahwa radio bukan sebatas media hiburan.

Tidak semata-mata untuk mempertahankan pendengarnya, namun juga esensinya sebagai media massa yang bersifat informatif dengan sajian berita jurnalistik berkualitas.

Ditambah lagi di tahun 2018, teknologi internet pun semakin berkembang mendukung teman-teman dalam menjangkau radio, bahkan teman-teman juga bisa mengembangkan radio berbasis streaming tanpa harus menggunakan pemancar.

Sekarang hidup-mati radio ada di tangan teman-teman.

Apakah jurnalisme radio akan tetap hidup sebagai sajian konten yang informatif, atau radio hanya sebatas 'teman dengar' ?

PUSTAKA:

  1. Damarstuti, R. (2012). Media relation -- konsep, strategi dan aplikasi. Yogyakarta, Indonesia: ANDI Yogyakarta.
  2. Dubber, A. (2013). Radio in the digital age. Cambridge, Inggris: Polity Press.
  3. Herweg, G & Herweg, A. (2004). Revolusi pemasaran radio. Jakarta, Indonesia: Kantor Berita Radio.
  4. Komisi Penyiaran Indonesia. (2018). Sejarah singkat perkembangan radio. Diakses dari https://kpi.go.id/index.php/id/umum/38-dalam-negeri/34250-sejarah-perkembangan-radio
  5. Romel Tea. (2015). Prinsip dasar jurnalistik radio. Diakses dari https://www.romelteamedia.com/2015/08/prinsip-dasar-jurnalistik-radio.html
  6. Romel Tea. (2016). Radio masih jadi sumber informasi. Diakses dari https://www.romelteamedia.com/2016/05/radio-masih-jadi-sumber-informasi.html
  7. Mazrieva, E. (2017). Kampanye radio sukses terus apa. Diakses dari https://www.voaindonesia.com/a/kampanye-radio-sukses-terus-apa/4159938.html

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun