Mohon tunggu...
Andreas Neke
Andreas Neke Mohon Tunggu... Guru - Pegiat media sosial

Andreas Neke lahir di Sobo (Mangulewa) pada 08/03/80. Pendidikan Dasar di SDI Waruwaja. Pendidikan Menengah di SMPN 2 Bajawa dan SMAN Bajawa. Selanjutnya ke Seminari KPA St. Paulus Mataloko (2 tahun) , dan Pendidikan Calon Imam Kapusin (OFM Cap) di Sibolga (1 tahun), Parapat (1 tahun) , Nias (1 tahun), STFT St. Yohanes Pematangsiantar (4 tahun), TOP di Paroki St. Fransiskus Xaverius Ndondo (10 bulan), serta Pasca Sarjana (2 tahun). Pernah mengajar di SMA St. Clemens Boawae (2010-2017). Saat ini mengajar di SMK Sanjaya Bajawa. Aktif menulis opini di HU Flores Pos. Sudah menulis 2 buah buku yang berjudul REMAJA DAN PERGUMULAN JATI DIRINYA dan IMAN YANG MEMBUMI. Tinggal di Padhawoli, Kel. Trikora, Bajawa, Flores, NTT.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Berpindah Keyakinan tetapi Tetap Mengajar Pendidikan Agama Katolik

19 Juni 2024   11:15 Diperbarui: 20 Juni 2024   08:06 330
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://encrypted-tbn0.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcQvcXnWk9pxuygTboOC6ltNNDG4yvSnmv9Uxg&s

Pada Rabu (18/06/2024), saya membaca kiriman pesan whatsapp dari sebuah group yang dalam mana saya bergabung di dalamnya. Saya begitu terkejut ketika membaca sebuah pesan yang kira-kira begini isinya.

"Ada seorang guru Pendidikan Agama Katolik di sebuah sekolah, yang adalah seorang ASN. Tetapi yang bersangkutan telah berpindah keyakinan ke agama lain, dan tetap mengajar Pendidikan Agama Katolik untuk menyelamatkan status ASN-nya".

Pengirim pesan sama sekali tidak menyebut identitas guru dan sekolah tempatnya mengajar. Ada beragam komentar atas kasus yang di-share ini. Namun demikian ada beberapa catatan yang kiranya perlu mendapatkan perhatian lebih lanjut.

Status dan Peran Guru Pendidikan Agama Katolik

Guru Pendidikan Agama Katolik sering disebut sebagai pendidik iman, saksi iman, maupun penanggungjawab pembinaan iman. Dalam konteks ini guru Pendidikan Agama Katolik berperan penting dalam pembinaan iman peserta didik di sekolah.

Undang-undang No. 20 tahun 2003 mengenai Sistem Pendidikan Nasional menyatakan bahwa guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional (pasal 8). Tuntutan menurut UU ini adalah profesional dan totalitas dalam mengabdikan diri demi mencerdaskan kehidupan bangsa.

Selaras dengan tuntutan UU di atas, seorang  guru Pendidikan Agama Katolik hendaknya mempunyai pengetahuan yang memadai tentang Kitab Suci, teologi , liturgi, dan lain sebagainya. Tuntutan untuk menjadi seorang guru, baik di bidang ilmu pengetahuan (umum dan keagamaan) memang harus memadai, karena pengetahuan merupakan kunci utama yang harus dimiliki oleh seorang tenaga pendidik. Dan pengetahuan tersebut harus terus ditingkatkan agar mampu menyesuaikan dengan tantangan zaman yang semakin berkembang.

Untuk menjadi seorang guru Pendidikan Agama Katolik yang baik dan kompeten dalam membina iman anak di sekolah, dibutuhkan beberapa persyaratan yang harus dipenuhi oleh sang guru.

Konsili Vatikan II menyatakan soal pendidikan moral dan keagamaan di sekolah, yaitu Gereja harus hadir dengan kasih perhatian serta bantuannya yang istimewa bagi sekian banyak siswa, yang menempuh studi di sekolah-sekolah bukan Katolik. Kehadirannya itu hendaklah dinyatakan baik melalui kesaksian hidup mereka yang mengajar dan membimbing siswa-siswi itu, maupun melalui kegiatan kerasulan sesama siswa.

Komitmen terhadap aktivitas pelayanan menuntut para pendidik untuk menjalankan profesinya dengan cara baru, yang tentunya sangat mengedepankan kepentingan peserta didik dalam usaha menerima ilmu.

Pembaharuan yang dilakukan oleh pendidik meliputi strategi pembelajaran dan kesetiaan dalam mewujudkan visi-misi yang telah ditetapkan. Dalam usahanya ini, pendidik harus tetap berpatokan pada Undang-undang, Peraturan Pemerintah, dan dokumen Gereja tentang pendidikan agar menghindari penyimpangan dalam usaha mendidik peserta didik.

Di samping itu, pendidik juga harus memperhatikan dan memanfaatkan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang ada demi pelayanan yang lebih baik bagi peserta didik.

Maka kiranya perlu memperhatikan catatan yang menjadi prasyarat yang harus dipenuhi oleh seorang guru Pendidikan Agama Katolik dengan merujuk pada kanon 804 paragraf 2 menurut Kitab Hukum Kanonik 1983.

Paragraf kedua kanon 804 berbicara tentang ordinaris wilayah yang harus memperhatikan guru-guru agama di sekolah Katolik maupun bukan katolik agar unggul dalam ajaran yang benar, dalam kesaksian hidup, dan sangat ahli dalam pendidikan.

Perihal kompetensi keahlian kiranya telah diuraikan di atas, namun perlu mendapat catatan khusus berkaitan dengan kesaksian hidup.

Kesaksian Hidup 

Melalui baptisan, semua umat beriman telah menjadi anggota Gereja yang sah dan diangkat menjadi anak-anak Allah, yang sekaligus diutus untuk memberi kesaksian akan karya keselamatan Allah.

Hal ini ditegaskan Yesus ketika Ia mengutus para murid untuk mewartakan kerajaan Allah. Namun demikian, sebelum perutusan itu dilaksanakan, Yesus terlebih dahulu mencurahkan Roh Kudus ke dalam diri mereka (Luk 9:1-2).

Katekismus Gereja Katolik menjelaskan bahwa kesetiaan umat yang dibaptis adalah satu prasyarat yang menentukan untuk pewartaan Injil dan untuk perutusan Gereja di dunia. Supaya berita keselamatan dapat menunjukkan kepada manusia kekuatan kebenaran dan kekuatan sinarnya, ia harus disahkan oleh kesaksian hidup orang Kristen.

Katekismus Gereja Katolik juga menyebut, "Kesaksian hidup kristiani sendiri beserta amal baik dijalankan dengan semangat adikodrati, mempunyai daya kekuatan untuk menarik orang-orang kepada iman dan kepada Allah."

Dalam hal ini seorang guru Pendidikan Agama Katolik memiliki peran yang teramat luhur. Tugas yang diemban oleh seorang guru agama tidaklah mudah, sebab ia menjadi pewarta kabar suka cita bagi anak didiknya di sekolah, baik melalui ilmu yang ia ajarkan maupun melalui kesaksian hidupnya. Ia menjalankan tugas sebagai pendidik, sekaligus sebagai pengajar iman.

Dalam upaya untuk mengembangkan kesaksian hidup bagi seorang  guru Pendidikan Agama Katolik, dibutuhkan keterlibatan dalam karya perutusan yang dilaksanakan oleh Gereja. Karya perutusan yang dimaksud terangkum dalam lima tugas Gereja, yaitu Liturgi (Leitourgia), Pewartaan (Kerygma), Persekutuan (Koinonia), Pelayanan (Diakonia), Kesaksian (Martyria).

Pada dasarnya perutusan melekat dalam tugas pengudusan dunia dengan meresapi pelbagai bidang urusan duniawi dengan semangat Kristus, supaya semangat dan cara hidup Kristus mengelola seluruh dunia bagaikan ragi, sehingga kerajaan Allah bisa bersemi di tengah dunia.

Yang mengemban tugas menjadi seorang guru Pendidikan Agama Katolik adalah awam. Lumen Gentium mengatakan bahwa panggilan mereka (awam) yang khas adalah mencari kerajaan Allah dengan mengurusi hal-hal yang fana dan mengaturnya seturut kehendak Allah.

Sesuai dengan keberadaaanya di tengah dunia, seorang awam diharapkan agar dapat menjalankan segala macam tugas dan pekerjaan duniawi dan berada di tengah kenyataan biasa hidup berkeluarga dan sosial.

Hidup mereka (awam) kurang lebih terjalin dengan semua realitas dunia. Dalam beragam realitas tersebut  mereka dipanggil untuk menunaikan tugas mereka sendiri dengan dijiwai semangat Injil, dan dengan demikian ibarat ragi membawa sumbangan mereka demi pengudusan dunia bagaikan dari dalam.

Begitulah mereka memancarkan iman, harapan dan cinta kasih terutama dengan kesaksian hidup mereka, serta menampakkan Kristus kepada sesama. Jadi tugas mereka yang istimewa yakni menyinari dan mengatur semua hal-hal fana, yang erat-erat melibatkan mereka, sedemikian rupa, sehingga itu semua selalu terlaksana dan berkembang menurut kehendak Kristus, demi kemuliaan Sang Pencipta dan Penebus.

Usaha yang hendak dibangun oleh guru agama dalam melaksanakan tugas dan misi Gereja haruslah terlaksana dengan baik, agar mewujudkan suatu bentuk kesaksian yang dapat mempengaruhi orang lain.

Bila kembali merujuk pada kasus di atas, maka secara kompetensi pedagogik, yang bersangkutan tidak bermasalah, tetapi yang bersangkutan bermasalah secara iman dan moral karena berkaitan dengan baptisan yang telah diingkari dan tidak memberikan kesaksian hidup yang benar, dalam mana tidak menjadi contoh yang baik bagi peserta didik.

Dalam hal ini kiranya dapat disampaikan ke Uskup selaku ordinaris wilayah dan berkoordinasi dengan Kemenag setempat agar dapat mengambil tindakan solutif demi masa depan kehidupan iman dan moral para peserta didik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun