Identitas Remaja Pria dan Wanita
Â
       Remaja dalam proses individuasinya mengalami bahwa dirinya harus berhadapan dengan sesama jenis lain (pria/wanita). Kenyataan ini menimbulkan sebuah persoalan yang serius. Di satu sisi ada perasaan malu (malu-malu kucing) dan di sisi lain ada daya tarik dan pesona yang mengundang untuk menyapa dan mendekatinya. Pada kenyataan yang demikian, perlulah disadari bahwa realitas daya tarik ini terbatas pada ketertarikan pesona fisik. Seorang pria tertarik kepada seorang wanita karena "anu-nya" atau karena "ono-nya" semata (cantik atau ganteng).
Â
       Kualitas ini tentu sangatlah dangkal dan terbatas untuk mengartikannya sebagai sebuah ungkapan cinta. Ini bertalian langsung dengan gejala fisik dan gejolak psikologis yang melekat dalam diri remaja pria dan wanita. Oleh karena itu kita perlu memahami kedua realitas ini (biologis-psikologis) secara baik dan benar.
Â
       Pertama-tama harus dipahami bahwa pria dan wanita berbeda satu sama lain, baik dari aspek biologis maupun aspek psikologisnya. Kita tahu dan dapat menyebut perbedaan fisik-biologis tersebut, sedangkan dari aspek psikologis perbedaan itu menyangkut cara berpikir, perasaan, alur dan selera seks, serta sikap dan tindakan.
Â
Perbedaan ini melahirkan daya tarik untuk menyatu satu sama lain, dan di sisi lain melahirkan beragam pertanyaan yang mesti segera dijawab. Bila tidak, seorang remaja cenderung larut dalam khayalan dan fantasi yang berkepanjangan sehingga dapat menghabiskan banyak waktu dan energi untuk sesuatu yang jelas-jelas tak berguna sama sekali. Ini tentunya akan sangat merugikan diri remaja dan dapat pula mengancam masa depannya.
Â
       Realitas perbedaan ini juga kerap menimbulkan cemoohan dan bahan ejekan. Atau yang lebih ekstrem lagi, seorang remaja bahkan menjadi minder dengan realitas dirinya sendiri. Bila hal inilah yang terjadi, kiranya perlu sebuah penyadaraan yang baru akan realitas diri agar dapat berkembang dan bertumbuh lebih harmonis dan matang menuju kedewasaan.