Mohon tunggu...
Andrea Juliand
Andrea Juliand Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Penulis kemarin sore

ESTJ | Untukmu yang Berani Melepaskan, 2019 | Yang Terlupakan, 2018 | Mikayla, 2017 | Putus, Ya Terus? 2016

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Standard Ganda

27 Februari 2016   15:13 Diperbarui: 27 Februari 2016   15:16 235
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="di apresiasi media asing, di jatuhkan media lokal "][/caption]

Pernah lihat gambar ini? Gambar yg sempat viral beredar di jejaring media sosial beberapa waktu lalu. Sebagian besar melayangkan kalimat protes, tidak sedikit yg marah dan mencaci.

Banyak orang begitu marah ketika ada anak bangsa, yg berprestasi di tingkat internasional, dan media malah memberitakan dari sudut negatifnya, dari sisi kegagalannya. Oh, I feel you..and yes, itu nggak salah. Semua orang punya hak untuk marah. Nggak usah orang lain, saya aja pas baca ikutan baper!

Media salah, salah banget! Karena media 'seharusnya' mengambil sudut pandang positifnya yakni : Hellooo, tuh di luar negeri sana ada anak kecil dari Indonesia, yg berhasil masuk dalam nominasi grammy awards, yg tentunya berperan mengharumkan nama bangsa lho. Walaupun gagal seharusnya media tidak memberitakan sisi negatifnya, kasih apresiasi kek!
Lalu, banyak orang ramai-ramai membully media tersebut dengan alasan etika, kemanusiaan, nasionalisme, lalala dan  sebagainya..

But, take a look..once again,

Apakah media salah? Yakin? Kalo kita mau sedikit objektif, fakta mengatakan bahwa Joey memang tidak berhasil membawa pulang piala.

Apakah media salah karena memberitakan dari sudut pandang negatif? Tidak. Why? Kita tentu pernah mendengar istilah bad news is a good news. Dan tentunya, faktanya memang tidak ada piala grammy yg dibawa pulang ke Indonesia. Apakah ini bad news? Bagi Joey dan Indonesia ini jelas adalah hal yg kurang menyenangkan. Apakah ini good news? Bagi media, bisa saja. Karena berita seperti ini akan meningkatkan rate pembaca, di sharing kemana-mana dan keuntungan ekonominya ya balik ke media itu sendiri.

Tapi, bukan itu yg ingin saya bahas..

Yes, ini lho yg kemarin sempat Jokowi kritik pada media pada Hari Pers Nasional awal Februari kemarin. Agar media memberitakan berita dari sudut pandang yg mampu menumbuhkan jiwa optimisme dan positivisme. Indonesia memang tidak sempurna tapi bukan berarti isinya jelek semua, bukan?

Namun, apa yg sebagian besar kita lakukan?

Sebagian besar kita malah ramai-ramai membully presiden, dengan alasan : kebebasan pers tidak boleh diganggu gugat oleh siapapun.

Bukankah seharusnya simpel? Kalo kebebasan pers tidak boleh diganggu gugat ya jangan marah kalo media mengambil sudut pandang negatif untuk memberitakan seorang pianis muda atau siapapun anak bangsa yg gagal dapat piala.

Ketika media diberi masukan yg positif oleh presiden, kita bully. Giliran ada anak bangsa dikabarkan negatif oleh media, kita marah. Maunya apa coba?

Bukankah ini yg dinamakan standar ganda?

Coba ganti gambar Joey Alexander dengan foto presiden Jokowi atau Prabowo. Bukankah keduanya sama, sama-sama berprestasi walau beda bidang. Jokowi dan Prabowo diapresiasi oleh pihak asing tapi malah dibully di negeri sendiri, bukan cuma oleh media tapi oleh sebagian besar rakyat Indonesia yg tersekat dalam kubu yg berbeda.

Pendukung wiwi menghina pendukung wowo. Sebaliknya, pendukung wowo mencaci pendukung wiwi. Saling cela, saling posting aibnya si anu dan si itu. Bahkan yg bukan aib pun, di kondisikan sebagai aib. Blusukan salah, naik kuda juga salah. Yg satu teriak kecebong, yg satu bales ngatain kampret. Gitu terus sampe kiamat.. 

Atau, 

coba juga ganti dengan foto Ahok, Ridwan Kamil, atau Bu Risma, sang walikota Surabaya.

Masih kurang? 

Ganti dengan foto pihak kepolisian dan TNI yg kemarin berjibaku saat peristiwa bom Sarinah. Dan hasilnya akan tetap sama. Mereka dipuji di luar negeri tapi malah dibully dan dianggap pencitraan, kamuflase, pengalihan isu oleh negeri sendiri.

Polisi datang cepat dibilang pencitraan. Giliran telat, dibilang makan gaji buta. Sadis ya?

Mbak, mas...

Pemilu sudah lama usai. KIH dan KMP secara de facto sudah bubar. Jokowi orang Indonesia. Prabowo juga orang Indonesia. Kitapun warga negara yg sebagian besar lahir, tinggal, dan hidup di Indonesia. Ayo bersatu! Kita tidak sedang perang saudara karena memang kita ini sesungguhnya bersaudara, saling menyayangi dan menghargai yg diikat dalam semangat Bhinneka Tunggal Ika.

Yup, Bhinneka Tunggal Ika, tiga kata penuh makna yg bahkan di apresiasi oleh presiden Barrack Obama ketika 2010 dulu memberi pidato di Universitas Indonesia.

Oom, Tante...

Kita itu satu, satu bangsa, satu bahasa, dan satu tanah air bernama Indonesia yg sudah diikrarkan dalam sumpah pemuda.

Musuh kita bukan bangsa sendiri. Musuh kita adalah mereka di luar sana yg terlihat seakan ramah pada bangsa Indonesia tapi tiba-tiba menikam dari belakang karena kita sibuk saling membenci.

Dan, dualisme ego tidak penting dan tidak ada gunanya ini harus dihentikan. Memangnya pada nggak capek apa bertahun-tahun ejek-ejekan wowo-wiwi melulu? Bener banget ungkapan bahwa Haters gonna be hate tapi mau sampai kapan jadi haters? Apakah dengan jadi haters lalu hidup membaik dan pahala kita bertambah?

Pak, Bu.. Look around,

Pihak-pihak yg tidak suka melihat Indonesia tumbuh kuat menjadi bangsa yg hebat, akan senang dan menang, karena kita sibuk saling bertengkar. Mereka akan menertawakan kebodohan kita yang tak perlu ribet dipanasi tapi sudah saling ribut sendiri.

Mereka akan girang bertepuk tangan sambil bilang, Indonesia itu nggak usah diserang sudah hancur oleh bangsanya sendiri kok.

Mau? Saya mah nggak...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun