Model pengembangan kurikulum merupakan suatu alternatif prosedur dalam mendesain (designing), menerapkan (implementation), dan juga mengevaluasi (evaluation) suatu kurikulum. Agar suatu kurikulum berhasil dan efektif, pengembangan kurikulum harus didasarkan pada landasan teori yang kuat.
Sebagaimana dikemukakan pada pernyataan di atas, model pengembangan kurikulum merupakan salah satu alternatif cara merancang, melaksanakan, mengevaluasi, dan menindaklanjuti pembelajaran.
Pada kenyataannya, model pengembangan kurikulum cenderung terfokus pada isi yang sistematis dan logis, sehingga implementasinya ke dalam kehidupan masyarakat seringkali terabaikan.
Mengembangkan kurikulum yang baik memerlukan pemahaman yang jelas tentang berbagai model pengembangan kurikulum.
Model pengembangan kurikulum memiliki sejumlah komponen yaitu:
1) tujuan, sasaran dan kerangka program;
2) cakupan materi;
3) prosedur pelaksanaan kurikulum (Depdikbud,1992:58)
Pendekatan pengembangan dalam kurikulum merupakan pendekatan sistematis dalam menciptakan kurikulum.
Secara operasional, langkah-langkah atau prosedur pengembangan kurikulum meliputi tiga tahap kegiatan yang meliputi: mendesain, melaksanakan dan mengevaluasi kurikulum.
Berdasarkan fungsi-fungsinya terdapat beberapa pendekatan yang dapat digunakan dalam pengembangan kurikulum, seperti yang dikemukakan oleh Eisner dan Vallance (1974), Taba (1962), Bruner (dalam Bellacak, 1977), atau McNeil.
A. Pendekatan Rasionalisme Akademik
Pendekatan ini didasarkan pada premis bahwa kurikulum dalam arti tertentu merupakan transmisi budaya. Kemampuan intelektual siswa terbina ketika mereka diberi kesempatan untuk memperoleh pengetahuan terbaik dalam bidang studinya.
B. Pendekatan Pengembangan Proses Kognitif
Pendekatan ini membahas bagaimana (1) mengembangkan kemampuan intelektual siswa sehingga memiliki ciri-ciri berpikir kritis dan analitis dengan aspek-aspek berpikir yang terkait, termasuk kreativitas; , menitikberatkan pada bagaimana menyempurnakan atau (2) mengembangkan kemampuan intelektual mandiri. Kembangkan keterampilan yang nantinya dapat diterapkan pada situasi yang berbeda.
C. Pendekatan Struktur Pengetahuan
Pendekatan ini didasarkan pada asumsi Bruner bahwa fokus yang benar dalam pendidikan adalah memberikan siswa wawasan tentang struktur pengetahuan.
Pengetahuan berfungsi untuk menekankan tatanan logis yang ada dalam pengetahuan itu sendiri, struktur konsep, dan prinsip-prinsip penyelidikan yang menjadi ciri berbagai bidang pembelajaran.
Siswa harus memahami ide dasar dan konsep dasar serta mampu menerapkan teknik khusus untuk menganalisis dan mengolah data.
D. Pendekatan Teknologis
Pendekatan teknologi memusatkan perhatian pada bagaimana pengetahuan ditransfer dan bagaimana peralatan digunakan dalam pembelajaran, dalam artian menekankan pada penggunaan teknologi pendidikan dalam pembelajaran.
E. Pendekatan Aktualisasi Diri
Kurikulum merupakan alat untuk memperoleh pengalaman terbaik guna memenuhi kebutuhan psikologis umum. Untuk itu kurikulum harus mempunyai daya pembebasan dalam membentuk integritas pribadi peserta didik.
F. Pendekatan Relevansi - Aktualisasi Sosial
Ada dua cabang dalam pendekatan ini:
(1) Pendekatan reformasi menempatkan pendidikan sebagai alat untuk memampukan individu agar dapat berperan sebagai seorang reformis sosial dan bertanggung jawab terhadap masa depan yang penuh dengan tantangan perubahan.
(2) Pendekatan yang berasumsi bahwa pendidikan adalah alat untuk memampukan individu beradaptasi dalam perubahan sosial dan mampu melakukan intervensi secara aktif dengan membangun perubahan-perubahan.
Model pengembangan
Model pengembangan kurikulum terdiri dari beberapa komponen:
- Sasaran, sasaran, dan kerangka program.
- Ini mencakup serangkaian prasyarat program dasar, serangkaian keterampilan pascasarjana untuk pelatihan, dan gambaran umum kurikulum ini. Struktur dengan peran dan pembiayaan yang jelas terkait misi masing-masing komponen.
- Cakupan topik inti yang  esensial dan strategis untuk setiap kelompok mata pelajaran dan proporsinya dalam total materi kurikulum.
- Tata cara pelaksanaan kurikulum meliputi ketentuan pokok mengenai strategi belajar mengajar, model pelaksanaan PPL, syarat penyelesaian tugas akhir siswa dan evaluasi hasil belajar siswa (Depdikbud, 1992: 58).
Model Kurikulum Ralph Tyler Menurut Tyler, ada empat pertimbangan dasar ketika mengembangkan kurikulum.
Pertama, berkaitan dengan tujuan pendidikan yang ingin dicapai, kedua berkaitan dengan pengalaman  belajar untuk mencapai tujuan, ketiga berkaitan dengan pengorganisasian pengalaman belajar, dan keempat berkaitan dengan penilaian.
 Model Ralph Tyler menekankan  empat pertanyaan:
- Tujuan pendidikan apa yang harus dicapai sekolah?(Tujuan pendidikan apa yang ingin dicapai sekolah?) (Tujuan).
- Pengalaman pendidikan apa yang dapat digunakan untuk mencapai tujuan tersebut? (Pengalaman pendidikan  apa yang memungkinkan Anda mencapai tujuan ini?) (Strategi instruksional dan perspektif konten dari).
- Bagaimana kita dapat mengatur pengalaman pendidikan ini secara efektif? (Bagaimana kita dapat mengatur pengalaman pendidikan ini secara efektif?) (Mengorganisasikan pengalaman belajar).
- Bagaimana kita dapat menentukan apakah tujuan tersebut telah tercapai? (Bagaimana kita dapat menentukan apakah tujuan ini telah tercapai?) (Evaluasi dan Evaluasi)
Menentukan Tujuan
Perkembangan tujuan kurikulum terutama ditentukan oleh teori dan filsafat pendidikan serta model kurikulum  yang dipilih. Bagi pengembang kurikulum akademik, penguasaan berbagai konsep dan teori  yang tercermin dalam disiplin ilmu merupakan sumber informasi utama. Kurikulum yang "berorientasi disiplin" berbeda dengan kurikulum pengembang pada model humanistik, yaitu kurikulum yang  lebih "berpusat pada anak", yaitu lebih fokus pada pertumbuhan pribadi peserta didik.
Oleh karena itu, sumber informasi utama untuk mengembangkan tujuan tentu saja adalah siswa itu sendiri. Hal itu ada hubungannya dengan perkembangan minat dan bakat Anda serta kebutuhan untuk mempersiapkan Anda menghadapi kehidupan selanjutnya.
Menentukan Pengalaman Belajar
Pengalaman belajar mengacu pada aktivitas siswa selama proses pembelajaran. Oleh karena itu, dalam pengalaman ini, kita harus bertanya "apa yang dilakukan atau telah dilakukan siswa" daripada "apa yang dilakukan atau telah dilakukan guru". Oleh karena itu, guru sebagai pengembang kurikulum perlu memahami  minat dan latar belakang siswanya.
Mengorganisasi Pengalaman Belajar
Ada dua jenis pengorganisasian pengalaman belajar. Pertama adalah pengorganisasian secara vertikal dan yang kedua adalah secara horizontal. Pengorganisasian secara vertikal adalah apabila menghubungkan pengalaman belajar dalam satu kajian yang sama dalam tingkat yang berbeda. Sedangkan pengorganisasian
secara horizontal adalah jika kita menghubungkan pengalaman belajar dalam bidang geografi dan sejarah pada tingkat yang sama. Kedua hubungan ini sangat penting dalam proses mengorganisasikan pengalaman belajar.
Evaluasi
Proses evaluasi merupakan langkah penting dalam memperoleh informasi mengenai pencapaian tujuan yang telah ditetapkan. Sebab, evaluasi memungkinkan kita  menentukan apakah kurikulum yang digunakan  sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai sekolah.
Ada dua aspek yang perlu dipertimbangkan ketika mengevaluasi.
Pertama, evaluasi harus mampu menilai apakah perilaku siswa telah berubah sesuai dengan tujuan pendidikan yang telah ditetapkan. Kedua, penilaian memerlukan penggunaan beberapa alat penilaian sekaligus.
Ada dua fungsi dalam evaluasi, pertama, evaluasi membantu memperoleh data tentang pencapaian tujuan siswa. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui tingkat kinerja atau  penguasaan konten kurikulum seorang siswa. Fungsi ini disebut fungsi penjumlahan.
Fungsi yang kedua adalah untuk mengetahui keefektifan proses pembelajaran. Artinya apakah program yang dibuat sudah dianggap sempurna atau  perlu perbaikan. Fungsi ini disebut juga fungsi formatif.
Dalam model tujuan Tyler, penilaian kurikulum dipandang sebagai pengukuran kinerja dan penampilan siswa relatif terhadap tujuan perilaku yang dinyatakan sebelumnya. Ada beberapa model lain yang relevan untuk menilai pencapaian tujuan. Hammond  lebih fokus pada pengaruh faktor kelembagaan dan instruksional terhadap pencapaian tujuan. Provus berfokus pada apakah ada perbedaan antara pengamatan kurikulum dan standar atau tujuan yang  disepakati.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H