ANALISIS KRITIK SASTRA EKSPRESIF
DALAM BUKU DI BAWAH LINDUNGAN KA’BAH KARYA HAMKA
I. SINOPSIS BUKU DI BAWAH LINDUNGAN KA’BAH
Perjalanan cinta dua orang insan yang terlahir dari dua keluarga dengan latar belakang ekonomi yang sangat berbeda, menjadi hambatan bagi Hamid dan Zainab sehingga mengharuskan keduanya menjalin relasi sebatas layaknya kakak beradik. Dengan latar tahun 1927, keduanya memulai kisah cinta dengan kedatangan Zainab ke sebuah perkampungan Minangkabau, Sumatera Barat, tanah tempat Hamid lahir dan dibesarkan. Besarnya cinta yang tumbuh dalam hati kedua insan tidak terbataskan oleh jarak maupun waktu dan hal tersebut terbukti ketika Hamid mengambil keputusan untuk hidup merantau.
Keduanya terpaksa menjalani hidup masing-masing secara terpisah, setelah Hamid sadar akan status sosialnya yang tidak mendukung dirinya menjadi imam bagi Zainab, sang pujaan hati. Hamid sadar diri dan meneruskan hidup tanpa Zainab disampingnya ke berbagai tempat hingga pada akhirnya memilih Makkat al-Mukarramah, Provinsi Makkah, Arab Saudi sebagai tempatnya untuk meneruskan hidup hingga menghembuskan nafas terakhir di bawah lingungan Ka’bah.
II. KAJIAN TEORI KRITIK SASTRA PENDEKATAN EKSPRESIF
Pendekatan ekspresif memiliki pengertian sebagai sebuah pendekatan dalam kritik karya sastra yang fokus kajiannya pada perasaan atau temperamen penulis (Abrams, 1981 : 189). Kritik ekspresif mendefinisikan karya sastra sebagai ekspresi atau curahan, atau ucapan perasaan, atau sebagai produk imajinasi penulis yang beroperasi/bekerja dengan pikiran-pikiran, perasaan; kritik itu cenderung menimbang karya sastra dengan kemulusan, kesejatian, atau kecocokan vision pribadi penulis atau keadaan pikiran; dan sering kritik ini mencari dalam karya sastra fakta-fakta tentang watak khusus dan pengalaman-pengalaman penulis, yang secara sadar ataupun tidak, telah membukakan dirinya dalam karyanya tersebut (Pradopo, 1997:193). Pendekatan kritik sastra ekspresif menekankan pada penulis dalam mengungkapkan atau mencurahkan pikiran, perasaan, dan pengalaman penulis dalam proses penciptaan karya sastra. Pendekatan ekspresif bertujuan untuk mengetahui keberhasilan penulis dalam mengungkapkan gagasan-gagasan, imajinasi, dan spontanitasnya.
Penerapan kritik sastra ekspresif perlu didukung oleh data yang berhubungan dengan data diri penulis seperti latar belakang, pendidikan, kehidupan sosial budaya, agama, pandangan hidup dan lainnya. Dengan menggunakan metode kritik sastra ekspresif, kritikus perlu meninjau karya sastra berdasarkan watak dan latar belakang penulis yang tertuang dalam karyanya. Tujuan dari dibuatnya kriteria dalam kritik sastra adalah agar kritik yang disampaikan oleh kritikus terhadap sebuah karya sastra dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan teori. Berikut kriteria kritik dalam pendekatan ekspresif :
1. Kriterium Ekspresivitas
Sebuah karya sastra yang baik bila pribadi dan emosi pengarang diungkapkan dengan baik.
2. Kriterium Intensi
Sebuah karya sastra dikatakan baik bila intensi (maksud) pengarang diungkapkan dengan baik atau selaras dengan norma-normanya.
III. KRITIK SASTRA EKSPRESIF BUKU DI BAWAH LINDUNGAN KA’BAH
a. BIOGRAFI PENGARANG
Haji Abdul Malik Karim Amrullah–atau yang akrab disapa Buya HAMKA–lahir pada 17 Februari 1908 di Tanah Sirah, Nagari Sungai Batang, Sumatera Barat dan beliau dikenal sebagai tokoh agama Indonesia. Beliau terkenal pula sebagai sastrawan besar Indonesia yang semasa hidupnya dihabiskan untuk menjelajahi berbagai daerah bahkan negara sebagai tempatnya menetap. Dengan latar belakang sebagai Ketua Majelis Utama Indonesia (MUI) pertama, ulama Muhammadiyah dan tokoh Masyumi, HAMKA membagikan pengetahuan agama dan sastranya dalam berbagai judul tulisan. HAMKA dikenal sebagai tokoh yang cukup menguasai berbagai bidang ilmu pengetahuan, seperti ilmu filsafat, kesusastraan, sejarah, sosiologi dan politik Islam maupun Barat. Diketahui, bahwa HAMKA memiliki kegemaran dalam membaca buku-buku; baik buku bernuansa agama maupun buku-buku sastra, seperti kaba, pantun, petatah-petitih, dan cerita rakyat Minangkabau.
HAMKA merupakan sosok pelajar yang haus akan pengetahuan dan karena keinginannya untuk terus memperdalam ilmu, membawanya meninggalkan tempat tinggal dan menetap di Yogyakarta pada usia 16 tahun. Yogyakarta menjadi destinasinya sekaligus menjadi tempat pertama baginya untuk mengenal organisasi pergerakan Sarekat Islam (SI). Keingintahuan yang ada dalam dirinya membawa HAMKA memperkaya pengetahuan melalui literasi yang bersumber dari berbagai jenis buku dan menjadi awal mula HAMKA berkarir sebagai sastrawan. Pada tahun 1927 HAMKA berkesempatan untuk mengunjungi Mekkah dan beliau sempat menetap selama enam bulan di kota suci tersebut. Selama keberadaannya di Mekkah, beliau menggunakan kesempatan tersebut untukmengasah kemampuan berbahasa Arab-nya sekaligus memperbanyak pengalaman inspiratif baginya. Berkat perjalanannya ke Mekkah, lahirlah novel pertamanya yang berjudul Di Bawah Lindungan Ka’bah.
Dengan latar belakang sebagai tokoh agama Islam, HAMKA turut berjuang dalam usaha merebut kemerdekaan Indonesia dari tangan Belanda melalui perannya sebagai seorang intelektual, pendidik (melalui pemikiran keagamaannya dan pendidikan moderen Islam), jurnalis, sastrawan dan politisi. Namun, rupanya tidak banyak yang mengetahui bahwa HAMKA juga merupakan seorang prajurit dan pesilat yang juga ikut turun ke medan perjuangan. Beliau merupakan pendiri Barisan Pengawas Nagari dan Kota (BPNK) yang merupakan gerakan terbesar gerilyawan di Sumatera Barat. Dalam setiap peperangan, beliau memegang peran sebagai seorang penghubung di antara kaum ulama dengan kelompok-kelompok pejuang kemerdekaan. Beliau bergerak dalam Serikat Islam (SI) untuk menegakkan kekuatan sosial keagamaan Islam dalam menghadapi kolonialisme Belanda.
b. ANALISIS CERITA
Cerita yang coba dibangun penulis dalam novel Di Bawah Lindungan Ka’bah memberikan gambaran sekaligus fakta akan situasi Indonesia disekitaran tahun 1927. Melalui latar belakang kehidupan penulis yang tumbuh besar di Sumatera Barat, dirinya mengisahkan bagaimana anak perempuan yang pada saat itu telah menyelesaikan pendidikan Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO), menurut adat setempat harus masuk kedalam masa pingitan dan tidak hanya diperbolehkan keluar secara bebas ketika telah bersuami. Pada saat yang bersamaan, penulis mencoba memberikan gambaran realitas penjajahan zaman Belanda pada saat itu, dimana Belanda dianggap dan berlaku superior melalui perilaku anak-anak Belanda yang dengan bangga menyebutkan bahwa selepas menyelesaikan MULO, mereka akan melakukan perjalanan liburan dan akan kembali untuk melanjutkan pendidikannya. Penulis juga mencoba untuk memunculkan satu fakta yang terjadi disekitaran tahun 1927 dimana tokoh nasional H.O.S. Cokroaminoto dan K.H. Mas Mansyur, setahun sebelumnya (1926) diceritakan sudah berangkat Haji ke Tanah Mekkah.
Melalui banyaknya latar belakang sang penulis baik dari segi pengalaman maupun pengetahuan keagamaannya, novel Di Bawah Lindungan Ka’bah sangat kental akan realita yang terjadi di Mekkah pada saat itu dan juga ajaran agama Islam. Penceritaan dalam novel yang hampir sebagian besar menceritakan kehidupan tokoh utama (Hamid) di Kota Suci Mekkah dilatarbelakangi oleh pengalaman maupun pengamatan sang penulis novel, HAMKA, yang juga pernah merantau ke Mekkah dan bertahan hidup disana. Hasil pengamatan penulis terhadap kebiasaan turis dari Indonesia tersebut dapat diketahui melalui penggalan cerita sebagai berikut;
Sebagai kebiasaan jemaah dari tanah Jawa, saya menumpang di rumah seorang syekh yang pekerjaan dan pencahariannya semata-mata dari memberi tumpangan hagi orang haji. (Hamka, 2011:5)
Sedangkan berkat pengetahuan agama yang dimiliki penulis, dalam novelnya, penulis juga mengangkat mengenai kewajiban dalam agama Islam yakni menunaikan ibadah haji untuk mencukupkan rukun Islam yang kelima. Pengetahuan keagamaan penulis ini dituliskan pada bagian pengantar cerita, dimana diceritakan bahwa pada masa 1927, banyak warga negara Indonesia ingin menunaikan ibadah haji, sebagai bentuk penunaian rukun Islam kelima.
c. ANALISIS TOKOH
i. Hamid
Sebagai pemeran utama dalam novel Di Bawah Lindungan Ka’bah, penggambaran tokoh Hamid digunakan sebagai pencerminan dari penulis novel sehingga karakter dan pengalaman yang dilalui Hamid dalam cerita tidak hanya berasal dari imajinasi sang penulis, melainkan menyertakan unsur pengetahuan dan pengalaman penulis sebagai referensinya. Berdasarkan pada pengalaman hidup penulis yang memutuskan untuk meninggalkan tanah kelahirannya dan hidup merantau, hal tersebut juga tercerminkan melalui tokoh Hamid yang memijakkan kakinya di berbagai daerah hingga Tanah Mekkah selama masa hidupnya. Tokoh Hamid diceritakan merasakan kesepian begitu dirinya sampai di tempat baru sebagai bentuk adaptasinya. Melalui perilaku ini, dapat diketahui bahwa sama halnya dengan penulis yang telah berpindah ke berbagai tempat dalam hidupnya, beliau mungkin juga memerlukan penyesuaian terhadap lingkungan baru dan adaptasi sendiri merupakan proses biologis yang pasti dialami seluruh makhluk hidup ketika berada dalam lingkungan baru guna mempertahankan eksistensinya.
Dengan pengalaman serta latar belakang agama penulis yang sangat kuat pula, tokoh Hamid digambarkan—sekaligus terkenal dikalangan teman-temannya—sebagai seorang yang “gila agama” karena keinginannya untuk memperdalam pelajaran Agama Islam selepas menempuh pendidikan MULO. Melalui penggambaran tokoh Hamid inilah dapat terlihat secara jelas bahwa keingintahuan akan agama yang dirasakan Hamid juga dialami oleh HAMKA sebagai bentuk kehausan akan bidang pendidikan, ketika beliau masih berstatus sebagai pelajar yang kemudian membawa keduanya memutuskan untuk pindah sekolah dan memperdalam pengetahuan agama. Masih berhubungan dengan agama, penulis membagikan sudut pandang keagamaannya ke dalam novel yang ditunjukkan melalui kutipan berikut;
sekarang, sudah Tuan lihat, saya telah ada di sini, di bawah lindungan Ka'bah yang suci, terpisah dari pergaulan manusia yang lain. Di sinilah saya selalu tepekur dan bermohon kepada Tuhan sarwa sekalian alam, supaya la memberi saya kesabaran dan keteguhan hati menghadapi kehidupan. (Hamka, 2011:45)
Melalui kutipan tersebut, penulis menunjukkan cara pandangnya terhadap Ka’bah yang menurutnya merupakan tempat suci serta menunjukan kepercayaannya terhadap Tuhan yang dianggap sebagai pemilik alam semesta dan hanya Tuhan yang mampu memberikan umatnya kesabaran sekaligus keteguhan hati dalam kehidupan.
ii. Ibu Hamid
Melalui tokoh Ibu Hamid, penulis kembali membagikan cara pandang dalam beragama dalam dialog yang disampaikan oleh Ibu Hamid kepada anaknya, sebagai berikut;
“Memang, Anak…, cinta itu ‘adil’ sifatnya. Allah telah menakdirkan dia dalam keadilan; tidak memperbeda-bedakan di antara raja-raja dengan orang minta-minta, tiada menyisihkan orang kaya dengan orang miskin, orang hina dengan orang mulia, bahkan kadang-kadang tiada juga berbeda baginya antara bangsa dengan bangsa.” (Hamka, 2011:29)
Dari ucapan Ibu Hamid, dapat diketahui bagaimana penulis memandang Allah sebagai pemberi keadilan bagi umat manusia. Dari dialog tersebut pula tergambarkan bagaimana pengetahuan sekaligus kepercayaan iman sang penulis terhadap Allah mengenai prinsip keadilan yang tercipta di bumi. Pengetahuan dan kepercayaan penulis akan agamanya ini dilanjutkan pada penggambaran tokoh Ibu Hamid yang sebelum menemui ajalnya mengucapkan kalimat baqa’ , dimana dapat diketahui isi kalimat tersebut mengungkapkan mengenai kepercayaan bahwa Allah memiliki sifat yang tetap atau kekal.
IV. KESIMPULAN
Novel Di Bawah Lindungan Ka’bah yang merupakan karya Haji Abdul Malik Karim Amrullah (HAMKA) memiliki beberapa kesamaan dan merupakan pencerminan dari latar belakang berupa hasil pemikiran, pengalaman dari HAMKA sebagai penulis. Pencerminan ini dapat dilihat melalui cara HAMKA menyusun cerita dalam Di Bawah Lindungan Ka’bah dimulai dari latar tempat, latar waktu maupun pengalaman tokoh utama dan tokoh pendukung yang memiliki beberapa kesamaan dengan dirinya. Tokoh Hamid dan sang ibu telah mampu membagikan emosi, pemikiran, serta cara pandang HAMKA sebagai penulis. Pengetahuan dan cara pandang agama HAMKA pun turut dimunculkan dalam novel Di Bawah Lindungan Ka’bah dan terlihat sangat jelas bahwa pengetahuan keagamaan yang dimiliki HAMKA bukan sekadar teori, melainkan digambarkan dalam bentuk pengamalan dari kehidupan beragama, melalui cara pandang dan tindakan baik para tokoh dalam cerita.
DAFTAR PUSTAKA
Afifah, F. (2021). Makna Sifat Baqa dalam 20 Sifat Wajib bagi Allah Lengkap dengan Dalilnya - Mantra Sukabumi. Mantra Sukabumi. Diakses pada 25 February 2022 dari https://mantrasukabumi.pikiran-rakyat.com/khazanah/pr-201701954/makna-sifat-baqa-dalam-20-sifat-wajib-bagi-allah-lengkap-dengan-dalilnya?page=2
Asriningsari, M.Hum., D., & Umayana, S.S., M.Hum., N. (2016). Jendela kritikSastra : Menjadi Kritikus Akademika Melalui Jendela Kritik Sastra Indonesia [Ebook]. Diakses pada 19 February 2022, dari http://eprints.upgris.ac.id/309/1/Buku%20Kritik%20sastra.pdf.
dech, a. (2020). Tipe dan Pendekatan Kritik Sastra - adelistiyanto.com. adelistiyanto.com. Diakses pada 14 February 2022, dari https://adelistiyanto.com/tipe-dan-pendekatan-kritik-sastra/.
Hamka, Ulama dan Sastrawan - sastrawan indonesia. Sites.google.com. Diakses pada 2 February 2022, dari https://sites.google.com/site/sastrawanindonesia/home/hamka-ulama-dan-sastrawan
Ibeng, P. (2022). √ Pengertian Kritik Sastra, Fungsi, Ciri, Manfaat dan Pendekatan. Pendidikan.co.id. Diakses pada 14 February 2022, dari https://pendidikan.co.id/pengertian-kristik-sastra-fungsi-ciri-manfaat-dan-pendekatan/#3_Kritik_Ekspresif.
makalahku. (2019). PENDEKATAN EKSPRESIF. Makalahblogg.blogspot.com. Diakses pada 14 February 2022, dari https://makalahblogg.blogspot.com/2019/11/pendekatan-ekspresif.html.
Makna Sifat Baqa dalam 20 Sifat Wajib bagi Allah Lengkap dengan Dalilnya - Mantra Sukabumi. Mantra Sukabumi. (2021). Diakses pada 25 February 2022, dari https://mantrasukabumi.pikiran-rakyat.com/khazanah/pr-201701954/makna-sifat-baqa-dalam-20-sifat-wajib-bagi-allah-lengkap-dengan-dalilnya?page=2.
Marta, I. (2016). Makalah Pendekatan Ekspresif. Intanmaulia.blogspot.com. Diakses pada 19 February 2022, dari http://intanmaulia.blogspot.com/2016/02/makalah-pendekatan-ekspresif.html.
Sugiarto, S. PENDEKATAN EKSPRESIF. Ssgpelajarbahasa.blogspot.com. Diakses pada 14 February 2022, dari http://ssgpelajarbahasa.blogspot.com/2011/11/pendekatan-ekspresif.html
Virgiawan, R. (2020). Pernahkah Buya Hamka Angkat Senjata?. Minews ID. Diakses pada 19 February 2022, dari https://www.minews.id/kisah/pernahkah-buya-hamka-angkat-senjata.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H