Mohon tunggu...
Andrea Felicia
Andrea Felicia Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - andrea; pelajar

pelajar.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Analisis Kritik Sastra Ekspresif dalam Buku "Di Bawah Lindungan Ka'bah" Karya Hamka

27 Februari 2022   21:55 Diperbarui: 27 Februari 2022   23:21 9014
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Sebuah karya sastra dikatakan baik bila intensi (maksud) pengarang diungkapkan dengan baik atau selaras dengan norma-normanya.

III. KRITIK SASTRA EKSPRESIF BUKU DI BAWAH LINDUNGAN KA’BAH

a. BIOGRAFI PENGARANG

Haji Abdul Malik Karim Amrullah–atau yang akrab disapa Buya HAMKA–lahir pada 17 Februari 1908 di Tanah Sirah, Nagari Sungai Batang, Sumatera Barat dan beliau dikenal sebagai tokoh agama Indonesia. Beliau terkenal pula sebagai sastrawan besar Indonesia yang semasa hidupnya dihabiskan untuk menjelajahi berbagai daerah bahkan negara sebagai tempatnya menetap. Dengan latar belakang sebagai Ketua Majelis Utama Indonesia (MUI) pertama, ulama Muhammadiyah dan tokoh Masyumi, HAMKA membagikan pengetahuan agama dan sastranya dalam berbagai judul tulisan. HAMKA dikenal sebagai tokoh yang cukup menguasai berbagai bidang ilmu pengetahuan, seperti ilmu filsafat, kesusastraan, sejarah, sosiologi dan politik Islam maupun Barat. Diketahui, bahwa HAMKA memiliki kegemaran dalam membaca buku-buku; baik buku bernuansa  agama maupun buku-buku sastra, seperti kaba, pantun, petatah-petitih, dan cerita rakyat Minangkabau. 

HAMKA merupakan sosok pelajar yang haus akan pengetahuan dan karena keinginannya untuk terus memperdalam ilmu, membawanya meninggalkan tempat tinggal dan menetap di Yogyakarta pada usia 16 tahun. Yogyakarta menjadi destinasinya sekaligus menjadi tempat pertama baginya untuk mengenal organisasi pergerakan Sarekat Islam (SI). Keingintahuan yang ada dalam dirinya membawa HAMKA memperkaya pengetahuan melalui literasi yang bersumber dari berbagai jenis buku dan menjadi awal mula HAMKA berkarir sebagai sastrawan. Pada tahun 1927 HAMKA berkesempatan untuk mengunjungi Mekkah dan beliau sempat menetap selama enam bulan di kota suci tersebut. Selama keberadaannya di Mekkah, beliau menggunakan kesempatan tersebut untukmengasah kemampuan berbahasa Arab-nya sekaligus memperbanyak pengalaman inspiratif baginya. Berkat perjalanannya ke Mekkah, lahirlah  novel pertamanya yang berjudul Di Bawah Lindungan Ka’bah. 

 Dengan latar belakang sebagai tokoh agama Islam, HAMKA turut berjuang dalam usaha merebut kemerdekaan Indonesia dari tangan Belanda melalui perannya sebagai seorang intelektual, pendidik (melalui  pemikiran keagamaannya dan  pendidikan moderen Islam), jurnalis, sastrawan dan politisi. Namun, rupanya tidak banyak yang mengetahui bahwa HAMKA juga merupakan seorang prajurit dan pesilat yang juga ikut turun ke medan perjuangan. Beliau merupakan pendiri Barisan Pengawas Nagari dan Kota (BPNK) yang merupakan gerakan terbesar gerilyawan di Sumatera Barat. Dalam setiap peperangan, beliau memegang peran sebagai seorang penghubung di antara kaum ulama dengan kelompok-kelompok pejuang kemerdekaan. Beliau bergerak dalam Serikat Islam (SI)  untuk menegakkan kekuatan sosial keagamaan Islam dalam menghadapi kolonialisme Belanda.

b. ANALISIS CERITA

Cerita yang coba dibangun penulis dalam novel Di Bawah Lindungan Ka’bah memberikan gambaran sekaligus fakta akan situasi Indonesia disekitaran tahun 1927. Melalui latar belakang kehidupan penulis yang tumbuh besar di Sumatera Barat, dirinya mengisahkan bagaimana anak perempuan yang pada saat itu telah menyelesaikan pendidikan Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO), menurut adat setempat harus masuk kedalam masa pingitan dan tidak hanya diperbolehkan keluar secara bebas ketika telah bersuami. Pada saat yang bersamaan, penulis mencoba memberikan gambaran realitas penjajahan zaman Belanda pada saat itu, dimana Belanda dianggap dan berlaku superior melalui perilaku anak-anak Belanda yang dengan bangga menyebutkan bahwa selepas menyelesaikan MULO, mereka akan melakukan perjalanan liburan dan akan kembali untuk melanjutkan pendidikannya. Penulis juga mencoba untuk memunculkan satu fakta yang terjadi disekitaran tahun 1927 dimana tokoh nasional H.O.S. Cokroaminoto dan K.H. Mas Mansyur, setahun sebelumnya (1926) diceritakan sudah berangkat Haji ke Tanah Mekkah. 

Melalui banyaknya latar belakang sang penulis baik dari segi pengalaman maupun pengetahuan keagamaannya, novel Di Bawah Lindungan Ka’bah sangat kental akan realita yang terjadi di Mekkah pada saat itu dan juga ajaran agama Islam. Penceritaan dalam novel yang hampir sebagian besar menceritakan kehidupan tokoh utama (Hamid) di Kota Suci Mekkah dilatarbelakangi oleh pengalaman maupun pengamatan sang penulis novel, HAMKA, yang juga pernah merantau ke Mekkah dan bertahan hidup disana. Hasil pengamatan penulis terhadap kebiasaan turis dari Indonesia tersebut dapat diketahui melalui penggalan cerita sebagai berikut;

Sebagai kebiasaan jemaah dari tanah Jawa, saya menumpang di rumah seorang syekh yang pekerjaan dan pencahariannya semata-mata dari memberi tumpangan hagi orang haji. (Hamka, 2011:5)

Sedangkan berkat pengetahuan agama yang dimiliki penulis, dalam novelnya, penulis juga mengangkat mengenai kewajiban dalam agama Islam yakni menunaikan ibadah haji untuk mencukupkan rukun Islam yang kelima. Pengetahuan keagamaan penulis ini dituliskan pada bagian pengantar cerita, dimana diceritakan bahwa pada masa 1927, banyak warga negara Indonesia ingin menunaikan ibadah haji, sebagai bentuk penunaian rukun Islam kelima.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun