Islam yang mengalami masa kejayaan sejak tahun 705 M. Kemajuan dalam hal ilmu pengetahuan, keberhasilan dalam melakukan perluasan wilayah yang dilakukan oleh Dinasti Abbasiyah yang turut berkontribusi dalam meningkatkan kesejahteraan umat islam.
Keberhasilan dan bersinarnya islam pada saat itu sungguh berbanding terbalik dengan keadaan bangsa barat. Mereka mengalami masa-masa yang kelam. Islam yang disibukkan dengan mengembangkan ilmu pengetahuan dan melakukan perluasan wilayah, justru bangsa barat masih menganut prinsip hidup tentang “bekerja untuk makan besok”. Sungguh ironis sekali jika membandingkan keadaan bangsa barat dan islam pada saat itu. Islam yang sedang berada di puncak kejayaan nya sampai menganggap bahwa budaya eropa itu tidak ada. Karena eropa yang masih berada di masa kegelapan. Dalam hal ini, R.W Soutren dikutip dari Karel Stenbrink memberikan sebuah contoh perbandingan tentang keadaan bangsa eropa dan islam pada saat itu. Dia menyebutkan bahwa pada saat itu dunia islam atau timur meliputi kota-kota yang besar, pusat kerajaan yang begitu mewah, sebagai pusat ilmu dan budaya, adanya kebebasan dalam berfikir, mudah menerima kemajuan dan banyaknya perpustakaan yang ada. Sedangkan kondisi bangsa eropa saat itu masih bersifat agraris, perkembangan ilmu dan kebudayaan berpusat di pedesaan, cenderung sulit dan lambat untuk maju serta disana hampir tidak adanya buku.
Tercetusnya perang salib yang menjadikan momentum bagi bangsa eropa untuk lebih berkembang. Perang salib yang berlangsung kurang lebih dua abad lamanya. Dari beberapa sumber literatur ada yang menyebutkan bahwa perang salib terbagi dalam tiga periode. Kemudian sumber literatur yang lain menyebutkan bahwa perang ini terbagi menjadi sembilan periode. Dan disini kita akan membahas perang salib selama tiga periode. Tujuan dari perang ini adalah ingin menguasai wilayah Yerussalem dan tanah suci dari kekuatan muslim. Namun dibalik itu ternyata faktor yang menyebabkan terjadinya perang salib ini bukan hanya dari sisi agama saja. Melainkan banyak faktor lain yang mendukung, seperti faktor ekonomi, politik.
Pihak yang mendapatkan banyak keuntungan dari perang Salib yang berlangsung lama ini adalah pihak barat atau eropa. Dimana mereka selama berlangsungnya perang ini mendapatkan banyak kemajuan. Baik dalam bidang ilmu pengetahuan, budaya, militer, perekonomian, bahasa dan sastra. Bangsa barat semakin maju dan berkembang akibat adanya perang ini. Karena islam atau bangsa timur sudah sangat maju, jadi ketika perang berlangsung banyak terjadi pertukaran berbagai macam ilmu dan kebudayaan yang diserap oleh bangsa barat atau eropa pada saat itu. Namun dampak dari terjadinya perang ini juga tidak hanya dampak positif yang muncul. Ada juga dampak negatif yang timbul dari perang ini.
Ada beberapa faktor yang menjadi pendorong meletusnya perang salib ini. Banyak yang beranggapan bahwa terjadinya perang salib ini berangkat dari faktor agama. Namun sebenarnya tidak seperti itu, ada beberapa faktor selain agama yang melatar belakangi nya, diantaranya:
Hilangnya kebebasan dari umat kristiani untuk beribadah di Yerussalem.
Kondisi ini ada akibat dari kebijakan yang diberlakukan oleh pemerintahan Bani Saljuk saat sedang menguasai Yerussalem pada tahun 1076 M. umat kristiani yang begitu fanatik dan mempercayai bahwa dengan berziarah ke Makam Nabi Isa yang berlokasi di Yerussalem merupakan suatu amalan yang paling besar pahalanya. Sedangkan pada saat itu kebijakan yang dikeluarkan oleh Bani Saljuk mempersulit mereka untuk berziarah. Mereka gusar dan bersedih karena adanya kebijakan ini. Dari sinilah tumbuh semangat keagamaan serta loyalitas terhadap sesama umat kristiani untuk melakukan perlindungan dan pembelaan. Maka dari itu mereka mulai bergerak dan menuntut balas atas perampasan hak yang dilakukan oleh pemerintahan Bani Saljuk dengan kebijakan yang berlaku. Mereka melakukan pergerakan untuk merebut Baitul Maqdis dari tangan kaum Muslim.
Kota Konstantinopel yang terancam jatuh ke tangan umat Islam (Bani Saljuk)
Daerah-daerah penting yang berada disekitaran Asia sudah dikuasai oleh Bani Saljuk bahkan sudah dijadikan sebagai basis kekuatan dan pertahanan mereka. Dari kondisi itulah posisi kota Konstantinopel terancam jatuh ke tangan umat islam. Sedangkan pada saat itu Kaisar Alexius yang menjadi penguasa dari Byzantium (Konstantinopel) tidak mempunyai pilihan lain kecuali dengan meminta bantuan dari politik Keuskupan Agung yang ada di Roma.
Pihak keuskupan pada saat itu menyambut baik kerja sama dan memberikan bantuan kepada Kaisar Alexius. Karena ini demi kepentingan membela agama. Aneh nya bantuan yang diberikan oleh pihak keuskupan diawali dengan adanya propaganda perang suci ke dunia islam yang dilakukan oleh Paus Urbanus II. Jika kita telaah lebih lanjut, langkah yang diambil oleh keuskupan merupakan usaha merealisasikan ambisi politiknya dalam menguasai daerah yang telah diakui oleh Islam. Karena sejatinya kunci dari permasalahan ini adalah bani saljut yang memegang kuasa penuh atas Baitul Maqdis yang menerapkan kebijakan yang dianggap menyulitkan bagi umat Kristiani dalam melaksanakan ibadah ke sana.
Bisa ditarik kesimpulan bahwa pihak keuskupan berambisi untuk melakukan politik untuk menaklukan dunia dibawah kekuasaan gereja.
Adanya keinginan bangsa barat untuk menguasai perekonomian di kawasan barat dan timur
Faktor ekonomi ini menjadi salah satu pemicu adanya perang salib, karena masyarakat eropa atau bangsa barat seringkali mendapat tekanan dan kewajiban harus membayar pajak dari kerajaan dan gereja. Mengingat kawasan laut tengah yang menjadi sentral perdagangan di barat dan laut yang sangat strategis bisa membuka dan mengembangkan perdagangan. Hal ini lah yang memotivasi mereka.
Lemahnya persatuan umat islam
Hal ini mendukung terjadinya perang salib. Karena sebelum terjadinya perang salib Bani Saljuk yang kehilangan kekuatan akibat meninggalnya Malik Syah. Serta adanya perebutan daerah Syiria yang dilakukan oleh Bani Saljuk dan Bani Fatimiyah sehingga terjadinya permusuhan yang berkepanjangan.
Perang salin atau (Holy War) terjadi pada renatng waktu 1096 sampai 1291 dan berlangsung hampir dua abad lamanya. Jika kita lihat perang salib secara umum terbagi menjadi 3 periode, diantaranya:
Periode Pertama (1096-1144 M)
Berawal dari fatwa serta seruan Paus Urbanus II, pasukan salib pun bergegas untuk mempersiapkan diri dan melakukan perlawanan terhadap pasukan militer islam. Mereka berkumpul di Konstantinopel dan sejak saat itu perang salib pertama di mulai. Dibawah pimpinan Raymond dari Toilose tentara salib berhasil mengalahkan tentara militer islam saljuk.
Perjalanan tentara salib di periode pertama ini bisa dibilang cukup melelahkan. Sampai akhirnya mereka berjalan ke arah selatan dan melewati kota Ramalah yang sudah ditinggalkan oleh penduduk setempat. Kota itu dijadikan sebagai daerah kekuasaan bangsa latin yang pertama di Palestina. Pada tanggal 07 Juli 1099 sekitar 40.000 tentara salib tengah bersiap siaga diluar benteng Yerussalem untuk merobohkannya. Pada saat itu yang mereka kepung adalah pasukan mesir yang diperkirakan jumlahnya 1000 orang. Pengepungan yang dilakukan tentara salib berlangsung hampir satu bulan. Kemudian tepat pada 15 Juli, kaum Frank berhasil menggempur kota, meluluh-lantakkan semua yang ada disana, termasuk penduduk sekalipun.
Periode Kedua (114-1192 M)
Paus Eugenius III yang mengawali berkobarnya perang salib untuk yang kedua klainya. Hal ini disambut baik oleh raja Perancis Louis VII dan raja Jerman Conrand II. Alasan kedua raja menyambut baik akan diadakannya perang salib yang kedua, karena mereka merupakan para pemimpin kaum frank yang akan merebut kota Damaskus Suriah. Sayangnya mereka terhalang oleh Nur al-Din Zanki yang merupakan putra dari Imad al-Din Zanki yang sangat cerdik. Kedua raja yang berniat merebut Damaskus Suriah tersebut mengalami kekalahan dan pulang ke negara masing-masing.
Pasca dari pertempuran ini kedua pasukan, baik islam maupun tentara salib mengalihkan perhatian mereka menuju Dinasti Fatimiyyah Mesir. Kedua pasukan ini memanfaatkan konflik yang berkepanjangan pada Dinasti Fatimiyyah pada saat itu.
Periode Ketiga (1192-1291 M)
Pada periode ini perang salib Dikomandani oleh Ferederick III yang berasal dari Jerman yang pada saat itu membawa pasukan sebanyak 200.000 orang. Tepat pada tahun 1190 datanglah raja Kristen Eropa dari Inggris yang bernama Richard, dia dijuluki “berhati singa” karena dikenal sangat kejam dan pernah membunuh 3000 orang tawanan islam.
Kali ini tentara salib menggunakan strategi dengan membebaskan mesir terlebih dahulu sebelum mereka menyerang palestina. Alasan mereka berganti strategi, karena pada perang-perang sebelumnya mereka gegabah dalam menyerbu Yerussalem. Mereka beranggapan bahwa dengan melepaskan mesir mereka bisa mendapat bantuan dari orang Kristen koptik.
Sultan Salah al-Din yang menjadi lawan Richad yang berhati singa begitu baik. Ketika Richard sedang menderita sakit, Salah al-Din malah mengobatinya dan memberikan makanan untuk kebutuhan Richarcd.
Di tahun 1219 M, tentara salib berhasil menduduki kota Dimyat. Dimana saat itu raja Mesir ke empat sempat membuat perjanjian dengan Frederick. Dimana isi dari perjanjian itu, bahwa Ferederick bersedia untuk melepaskan kota Dimyat, sementara Raja Mesir akan melepaskan Palestina. Serta Frederick menjamin keamanan dari kaum muslim yang berada di Palestina dan tidak akan mengirimkan bala bantuan kepada tentara salib.
Pada perkembangan selanjutnya, Palestina berhasil direbut kembali oleh pasukan muslim di tahun 1227 M, pada masa pemerintahan al-Malik as-Shalih.
Berakhirnya perang salib yang berlangsung hampir dua abad ini banyak memberikan sumbangsih kepada dunia barat atau eropa. Perang ini menjadi penghubung antara dunia barat dan timur untung mengenal islam secara lebih jauh. Dimana islam pada saat itu sudah maju dalam beberapa aspek. Bangsa barat melihat dan menyadari adanya kemajuan dalam ilmu pengetahuan, hal ini yang menjadi pendorong untuk mereka bisa berkembang dalam intelektual dan tata kehidupannya.
Bangsa Barat atau Eropa setelah berakhirnya perang ini melakukan interaksi perdagangan, yang sebelumnya mereka tidak pernah melakukan interaksi perdagangan. Tidak dapat dipungkiri dengan adanya interaksi ini pembauran peradaban pun terjadi begitu saja. Adanya perang ini mempercepat transformasi perekonomian mereka. Bahkan sesat pulang para tentara salib membawa permadani, karpet dan berbagai jenis kain.
Dengan adanya perang salib ini, menjadi sarana untuk bangsa eropa mempelajari ilmu pengetahuan. Mereka banyak belajar, mulai dari ilmu pengetahuan, perekonomian, sastra, ilmu militer, pemerintahan, pelayaran dll. Dimana mereka membawa ilmu ini ke negara mereka dan terjadilah transformasi budaya dan peradaban dari wilayah Timur ke Barat.
Selain itu mereka tertarik dalah hal seni dan budaya dari timur. Seperti pintu masjid di Al-Nashir yang diambil dari gereja akka.
Selain membawa hal-hal yang berdampak positif, ternyata ada juga dampak negatif yang ditimbulkan dari perang ini. Seperti munculnya stereotipe negatif tentang islam. Norman Daniel dalam Islam and the West: The Making of an Image (1966) yang isinya menggambarkan bagaimana pandangan orang barat terhadap islam, yang berdasarkan sumber-sumber eropa.
Dari perang ini kita banyak mendapatkan pembelajaran. Selain mengakibatkan kerugian yang begitu besar terutama islam. Perang salib juga meninggalkan dampak negatif bagi umat islam yaitu kemusnahan dan kehancuran fisik. Disisilain perang ini banyak sekali menyumbangkan perkembangan dalam peradaban dan budaya di eropa.
Islam yang membawa kedamaian dan kebaikan mampu membawa bangsa eropa keluar dari kegelapan dan memberikan perubahan dalam peradaban mereka. Meskipun harus melalui perang salib ini. Namun bisa kita bayangkan jika tidak terjadi perang ini, apakah mungkin bangsa barat bisa dengan cepat merasakan peradaban yang maju.
Sejatinya secara fisik perang ini telah usai beradad-adab lalu, namun secara psikis mash menjadi luka yang mendalam bagi timur dan barat. Mungkin saja jika terjadi konflik diantara kedua wilayah ini akan mengingatkan akan perang salib dan membuka luka lama mereka.
Sumber:
Affan, M. (2012). Trauma Perang Salib dalam Hubungan Islam-Barat. Sosiologi Reflektif, 6(2), 13–27.
Harun, Y. (1987). Perang Salib dan Pengaruhnya di Eropa. Bina Usaha.
Styawati, Y., & Sulaeman, M. (2020). Perang Salib Dan Dampaknya Pada Dunia. Realita: Jurnal Penelitian Dan …, 18(2), 50–59.
Sudrajat, A. (2008). Rekonstruksi Interaksi Islam dan Barat: Perang Salib dan Kebangkitan Kembali Ekonomi Eropa. UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.
Ulum, J. A.-. (2011). PERANG SALIB DALAM BINGKAI SEJARAH Syamzan Syukur Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Sultan Amai, Gorontalo. 189–204.
Ulwan, A. N. (n.d.). Ṣalāḥ al-Dīn al-Ayyūbī: Meniti jalan Menuju Pembebasan Tanah Palestina. Studia press.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H