Karena hari ini 14 Februari.....Hari Pembela Tanah Air yang bertepatan dengan gerakan pemberontakan Supriyadi terhadap Jepang. Jadi saya akan bercerita tentang sepak terjang tokoh PETA (Pembela Tanah Air) di Mojokerto. Sebenarnya PETA kental dengan Santri ya.....banyak tokoh PETA asal Mojokerto. Tapi saya sudah sering menulisnya salah satunya KH Munasir Ali.
Sekarang ini saya menulis tentang tokoh di luar Mojokerto tapi sepak terjangnya banyak di Mojokerto termasuk terkena penyakit kudis....
Tokoh ini kontroversial. Norak....galak...dan khas Jawa Timur...Misuhan. Suka berteriak "JAN*** (Sensor)...DAM***(Sensor)...Asu...MATAMU PI*** (sensor) dan penghuni kebun binatang lainnya ...Nanti di tengah tulisan akan saya ceritakan.
Saya ini berfoto di bangunan-bangunan tua di bawah Jembatan Gajah Mada. Jembatan yang dibangun awal 90-an untuk menggantikan Jembatan Lespadangan.
Bangunan-bangunan di sini ada papan namanya. Pemiliknya ditulis, PTPN X (Pabrik Gula) dan ada yang TNI AD. Dulu, ini merupakan rumah-rumah pejabat penting Pabrik gula Sentanan.
Kok bisaaaaa sekarang ini beda-beda pemilik ya......
Begini ceritanya.
Dulu memang ini adalah bangunan milik Pabrik Gula. Setelah Jepang datang, semua orang Eropa selain bangsa Jerman dan Italia ditangkap dan dipenjara. Harta mereka diakuisisi pemerintah Jepang. Karena dianggap semua itu musuh (Jerman dan Italia kan teman)
Orang Eropa selain bangsa Jerman dan Italia itu disebut "Interniran". Kelak saat Jepang kalah perang, ada beberapa tentara yang putus asa dan mengeksekusi para interniran ini.
Itu ceritanya ya. Jadi rumah yang ditinggali oleh interniran ini dijarah oleh Jepang. Lantas...
Indonesia Merdeka!!!!
Jepang harus dilucuti senjatanya dan diserahkan kepada pemenang perang yaitu sekutu. Interniran diserahkan ke sekutu. Masalahnya, saat Jepang kalah, kita mendirikan negara. Jadi yang berhak melucuti senjata adalah negara yaitu Indonesia.