Pardjo mendengarkan dengan hati tersentuh, matanya melihat tangan Maryati yang lembut menyentuh perutnya.
   "Kamu sedang hamil?" tanyanya dengan penuh empati sambil meletakan piringnya ke lantai.
Maryati hanya mengangguk sambil mengusap pipinya yang masih basah oleh air mata.
Suasana menjadi hening. Pardjo merenung sejenak, pandangannya mengarah ke langit-langit, lalu akhirnya dia berkata dengan penuh kehati-hatian, "Wes begini saja, aku akan ke rumah Pak Haji di seberang kampung. Aku akan katakan, sejujurnya, kalau aku mau melamar kamu untuk menikah."
      Pernikahan mereka berlangsung sederhana di kampung kecil mereka. Hanya beberapa tetangga  berkumpul untuk merayakan kebahagiaan dua jiwa yang bersatu. Meski tidak ada pesta mewah atau perayaan besar, senyum dan tawa dari para tetangga membuat hari itu menjadi momen yang tidak terlupakan. Meski keadaan negara sedang tidak menentu, dengan gejolak politik dan ekonomi yang mempengaruhi setiap aspek kehidupan, cinta mereka tetap kuat.
    Tahun 1966, hampir satu tahun setelah pernikahan mereka, adalah tahun yang penuh dengan tantangan. Kondisi ekonomi yang sulit membuat kehidupan sehari-hari mereka tidak mudah. Pardjo bekerja keras menjual ubi dan singkong di pasar untuk mencukupi kebutuhan mereka. Maryati juga tidak tinggal diam, selain mengurus rumah, dia membantu Pardjo menjual dagangannya di rumah kontrakannya. Meskipun begitu, mereka selalu menemukan kebahagiaan dalam hal-hal sederhana. Mereka menikmati makan bersama, menceritakan impian-impian mereka tentang masa depan yang lebih baik. Cinta dan dukungan mereka satu sama lain menjadi kekuatan yang membuat mereka terus bertahan.
"Kita mungkin tidak memiliki banyak harta, tetapi kita memiliki cinta di antara kita. Itu lebih dari cukup." ucap Maryati kepada Pardjo saat sebelum mereka tidur malam
"Selama aku memiliki kamu di sisiku, aku bisa terus semangat dan siap menghadapi apapun." timpal Pardjo Â
"Aku tahu keadaan belum baik, negara ini juga sedang tidak baik-baik, tapi aku yakin kita akan melewati ini semua" lanjut Pardjo.
"Aku percaya padamu, Mas. Bersama-sama, kita bisa menghadapi apapun." Maryati menoleh menatap Pardjo dengan mata penuh cinta.