Tiga hari lamanya cuaca berkabut  di Union Glacier Camp Antarktika. Menunggu cuaca bagus bisa menjadi kegiatan membosankan. "Untung di Union Glacier banyak kegiatan. Bisa naik sepeda, ke gym, makanannya juga enak," terang Putri Handayani, pendaki yang tengah mengejar impiannya menjadi petualang Indonesia pertama yang meraih gelar The Explorer's Grand Slam.
Itu terjadi di awal tepatnya pada 1-3 Januari 2025 silam. Begitulah kondisi cuaca benua paling ekstrim di belahan selatan bumi. Setahun silam keangkuhannya membuyarkan upaya perempuan peraih MBA dari Pittsburgh University, Pennsylvania, Amerika Serikat ini menggapai puncak Gunung Vinson di Antarktika.
Namun pagi pada 4 Januari 2025 agaknya cuaca mulai melunak. Putri bersama beberapa pendaki dari berbagai belahan dunia lekas terbang menuju  Vinson Base Camp (2.152 mdpl).
Gunung Vinson, puncaknya berada di ketinggian 4.892 meter di atas permukaan laut, dikenal sebagai salah satu tantangan terbesar bagi para pendaki dunia. Karena letaknya yang mendekati Kutub Selatan, tekanan udara di gunung ini relatif lebih rendah dibandingkan dengan gunung-gunung di lokasi lain yang lebih jauh dari Kutub Selatan dengan ketinggian yang sama.
Sederhananya, tekanan udara di puncak Gunung Vinson ekuivalen dengan gunung-gunung yang ketinggiannya 500 sampai 1.000 mdpl lebih tinggi di sekitar garis khatulistiwa.
Gunung yang terletak di benua terdingin di bumi ini juga mempunyai cuaca yang tidak menentu dan sulit dijangkau menjadikannya sebagai salah satu puncak tersulit dalam daftar The Seven Summits.
BASE CAMP KE LOW CAMP
Pendakian dimulai dari Vinson Base Camp yang berfungsi sebagai pusat logistik dan titik aklimatisasi awal. Di sini, pendaki mempersiapkan perlengkapan seperti crampons, tali, dan sled (papan luncur yang ditarik pendaki untuk membawa beban). Namun mengingat waktu yang semakin pendek, dan ramalan cuaca mengatakan di atas tanggal 9 Januari 2025 kemungkinan situasinya tidak lagi ramah.
Meski Putri sudah cukup kenyang dengan segala teknik dan pengelolaan pendakian gunung es dan salju, toh ia tetap harus mengantisipasi setiap kemungkinan terburuk. Ia punya pengalaman soal ini saat melakukan pendakian di Gunung Denali, Alaska, Amerika Serikat tiga tahun silam. Dalam perjalanan turun dari puncak ia terperosok ke jurang yang cukup dalam.