Mohon tunggu...
andra nuryadi
andra nuryadi Mohon Tunggu... Konsultan - bekerja 20 tahun lebih di media, memiliki laboratorium kreativitas konten

Creative Addiction; Media Practitioner; Journalist

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Para Penjilat

26 Januari 2024   17:59 Diperbarui: 26 Januari 2024   18:02 191
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Para penjilat datang silih berganti.

Menghampiri sang raja yang tak punya harga diri.

Yang cuma pamer suka ria tanpa isi.

Yang telah renta dan ingin terus cari sensasi.

Para penjilat datang dari mana saja.

Mereka rela menjilati jejak-jejak busuk sang raja.

Bahkan menguburkan realita menjadi tanda tanya.

Para korbannya dibiarkan terus merawat duka.

Para penjilat datang dari mantan seteru.

Yang dulu mencaci dan mencap sang raja dungu.

Kini yang dungu didamba, jejaknya disapu.

Lalu bergandeng tangan menjalin persekutuan baru.

Para penjilat datang merunduk-runduk seperti kacung.

Mereka mau berbuat apa saja sekalipun dicucuk hidung.

Daripada hidup terus buntung dan terluntang-lantung.

Siapa tahu suatu saat bisa kecipratan untung.

Para penjilat datang memainkan peran oportunis.

Hilang nalar tak soal, buang jauh status idealis.

Sebab idealisme memang tak selamanya manis.

Apalagi jika ada janji satu kursi komisaris.

Para penjilat datang karena korupsinya dihembus.

Jika tak segera menjilat mereka bisa jadi tersangka kasus.

Bayangan ngeri bui dan jeruji juga gelar baru sang "tikus".

Aku tak ingin dipenjara sampai mampus!

Para penjilat datang dan terus menebar bohong.

Biar pun sang raja miskin gagasan dan berotak kosong.

Yang penting hitung-hitungan survei naik terdorong.

Yang palsu menjadi kebenaran, yang asli dipotong-potong.

Para penjilat datang dan menikmati uang melimpah.

Berbaur dengan penguasa memelintir aturan lemah.

Bersatu, berpadu, memperdaya rakyat yang gundah.

Dengan barang-barang yang dibeli dari pajak berjamaah.

Para penjilat datang dan beraksi di dunia maya.

Tugasnya menyebar hoaks dan data dusta.

Tanpa berani mempertontonkan jati dirinya.

Seperti hantu, muncul membuat ulah, lalu rakyat tertipu daya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun