Suasana ngobrol menjadi hangat. Namun tidak ada adu argumentasi. Semuanya sepaham sepikiran. Ibarat menonton sinetron, warga Kampung Kandang ini telah memilih siapa pemeran protagonis dan antagonisnya. Tentulah pro kepada protagonis dan anti kepada si antagonis.
Tanpa sadar pemberitaan-pemberitaan telah menggiring mereka perlahan menemukan siapa sosok Sambo, Putri, Richard, Kuat, Ricky. Lalu dicaplah satu-persatu kelima orang itu. Mana yang protagonist, mana yang antagonis.
Sementara orang-orang di sekitar lima karakter ini tak terlalu dipedulikan. Mereka dianggap pemeran pendukung saja. Selaiknya kisah layar lebar, pemeran pendukung ada yang nymplung jadi pesakitan, ada pula yang mengakhiri dengan happy ending.
"Kalau engkok (aku, red) gampang saja ngetes kebohongan laki-laki," Munah menyahut seolah out of topic. Seperti Badrun, logat Maduranya kental sekali. Â
Tak pelak semua mata berpindah dari televisi ke Munah. Penasaran Ronggo pun bertanya.
"Gimana caranya, Buk?"
"Laki-laki tuh asal pengen indehoy ama bininya, di situlah imannya goyang," buka Munah.
Makin penasaran lah para pria di warkop Cak Kesro itu. Bahkan Badrun, suami Munah sama tertegunnya.
Istri, menurut Munah, akan mudah mengendalikan di situasi seperti itu. Pada titik tertentu, di saat yang tepat, tes kebohongan para suami bisa terjadi. Dilakukan sendiri oleh istri.
Entah teori dan logika dari mana. Atau hanya semata berdasarkan empirisnya Munah. Namun tampaknya pria-pria itu seolah memperoleh pencerahan luar biasa.
"Tak perlu dek pake-pake lie detector," ucap Munah sembari nyeloyor pulang setelah menghabiskan wedang jahenya.