Masih ingat di dalam ingatanku tentang tragedi beberapa tahun lalu saat ku kerap sekali ngojek malam (ngalong). Awalnya tiada ku merasa aneh pada hari itu, hanya menunggu orderan masuk saat malam hingga pagi. Tiada orderan mengunjungi pada aplikasi ku, maka itu terus saja ku hisap rokok di pinggir jalan kota Bekasi dengan segelas kopi yang sudah hampir habis. Tiba-tiba sekitar pukul 04.00 pagi, suara dari toa masjid terdengar ditelingaku dengan bersamaan masuknya orderan di aplikasi ojek ku. Tanpa pikir panjang langsung saja ku pencet tombol terima menandakan aku menerima orderan tersebut.
Tak lama kemudian muncul pesan pada aplikasi tersebut, sontak saja aku buka isi pesannya pada fitur aplikasinya.
"Selamat pagi mas, tolong jemput ibu saya ya"
Aku balas saja dengan sigap, "oke siap, mohon ditunggu saya akan datang". Tak ada hal mencurigakan saat itu.
Selang beberapa waktu kemudian muncul pesan kembali pada fitur chat diaplilasi ojek online "Pak patokannya ada ATM Center belok kiri, lurus saja sampai polisi tidur ketiga".Â
Ah tidak begitu sulit menemukan lokasi penjemputan, karena memang lokasi sesuai dengan yang tertera pada aplikasi. Setelah sesampainya disana tepat pada polisi tidur ketiga, tidak ada seorangpun berada di lokasi tersebut.Â
Maka dari itu aku tunggu saja mungkin sedang siap-siap. Kembali ku bakar rokok sembari menunggu ibu dari si pengorder tersebut. Hingga rokok tinggal setengah batang, terdengar dari belakang ku ada seorang ibu-ibu memanggil.
"mas ojek, mas ojek ini saya yang order".
 Sontak saja aku menoleh ke arah suara itu berasal, benar saja ada dua ibu-ibu perlaham menghampiri ku.
Aku sangat kaget karena kedua ibu itu adalah tuna netra, seorang tuna netra menuntun tuna netra.Â
Melihat kejadian  itu tanpa sadar ku berkata "iya bu saya adalah ojeknya"
 walau dalam hati merasa ragu apakah aku harus mengantar ke dua ibu tuna netra tersebut. Oh sedikit lega hatiku, karena hanya satu orang ibu yang akan ku antar.
Saat diperjalanan aku bertanya pada si ibu tersebut.
"Saya antar ibu sesuai tujuan pada aplikasi ya bu?"
"Iya mas" singkat jawab si ibu yang berusia hampir setengah abad dengan mukenah birunya.
 Namum anehnya saya mengikuti arahan GPS, lokasi tujuannya memasuki area kuburan di Jakarta timur. Dan ternyata disana adalah jalan buntu.Â
Tak ada perasaan takut, hanya saja cemas apakah benar alamatnya di kuburan? Karena aku ragu dengan lokasi tujuan tersebut,
 "ibu alamatnya rumahnya disebelah mana?" Tanya ku.Â
"Pokoknya patokannya dibelakang masjid al barkah, nah masjidnya warna hijau mas" sahut si ibu.Â
Sungguh celaka pikirku, karena memang masjid umumnya tidak lain berwarna hijau dan biru.
Lantas dari mana si ibu tau nama dan warna majid tersebut? Sedangkan saja ia seorang tuna netra, ah mungkin saja ia telah diiberi tahu pikirku oleh anaknya.
 Sepertinya alamat yang saya tuju salah, langsung ku putar balikkan motor mencari seseorang untuk ku tanyai kepada seseorang berharap ada yang mengetahui keberadaan masjid al barkah berwana hijau tersebut.Â
Satu hingga dua orang ku tanyai tak ada yang mengetahui keberadaan masjid itu, hampir putus asa mencari rumah si ibu. Dalam kejauhan aku melihat seeorang, tanpa ragu dan tergesa-gesa aku tanya kepada seseorang tersebut.Â
Aku standarkan motor dan menghampiri seseorang tersebut, walhasil dia mengetahui keberadaan masjid tersebut. Girang sekali hatiku akhirnya alamat tersebut ku ketahui.Â
Namun seketika terdengar suara sangat keras "Brukkkk", oh si ibu tuna netra tersebut jatuh dari motor ku.Â
Alhamdulillah si ibu baik-baik saja, tapi lampu belakang dan body motor ku pecah dan hancur. Entahlah apa yang harus ku katakan kepada si ibu, marah, kesal, dongkol hanya ku tahan dalam hati.
 "Mas maaf ya, maaf ya mas, maaf ya mas, motornya ada yang rusak tidak?"Â
Entah berapa kali si ibu meminta maaf kepada ku. Ku raih tangan si ibu agar bisa berdiri yang masih tersungkur di tanah, barulah ku berdirikan dan ku standarkan motor agar tidak jatuh kembali.Â
"Motor gak papa kok bu, tidak ada yang rusak" sahut ku.Â
Percuma saja ku beritahu tak ada gunanya juga pikirku.
Setelah itu aku dan si ibu kembali melanjutkan perjalanan ke lokasi tujuan, karena sekiranya ku sudah mengetahui alamat tersebut. Kurang dari 10 menit kemudian ku temukan masjid al barkah berwarna hijau itu, syukur seribu syukur dalam benakku sembari tarik nafas.Â
"Bu ini masjid al barkah berwarna hijau, ibu sudah sampai" dengan nada ku sedikit keras karena masih kesal dengan tragedi yang mengakibatkan body motor dan lampu belakang pecah atau bisa dikatakan hancur.Â
"Mas tolong sekali lagi, antarkan saya ke belakang masjid karena rumah saya berada disitu" pinta si ibu.Â
Aduh apalagi ini fikirku seketika terlintas. Agar cepat misiku untuk mengantarkan si ibu tersebut, yasudahlah aku antarkan permintaannya. Terlihat ada beberapa kontrakan kecil dan sangat padat, bisa dikatakan kurang layak untuk dihuni.
 Dalam kejauhan ku melihat seorang remaja putri, seakan menunggu seseorang. Benar saja remaja putri dengan mengenakan baju putih, rambut panjang hitam sebahu dengan kulit kuning langsatnya tersebut adalah anak dari si ibu yang telah ku antarkan.Â
"Mas makasih ya sudah mengantarkan ibu saya dengan selamat, karena orderan saya selalu dibatalkan ketika saya meminta tolong mengantarkan ibu saya, saat mengetahui ibu saya tuna netra" tutur remaja putri itu dengan mata yang berkaca-kaca.
 Terketuk hatiku mendengar perkataannya, "iya mba sama-sama" sahutku.Â
"Ini mas ongkosnya" sambil menyodorkan selembar uang lima ribuan kepadaku. Aku tolak uang tersebutÂ
"udah mba saya ikhlas" dengan cepat aku pergi dari tempat tersebut tepat di belakang masjid al barkah berwarna hijau.
 Menuju ke rumah selekas itu karena memang hari sudah sangat pagi sekitar pukul 06.00. Namun dalam perjalanan aku selalu terbayang-bayang dengan kejadian yang ku alami, betapa bersyukurnya si ibu tersebut mempunyai anak yang sungguh perhatian dan sayang kepadanya.Â
Hingga saat ini setelah beberapa tahun berlalu telah ku ganti lampu belakang yang pecah dan hancur, namun tetap ku biarkan body motor ku rusak dan patah pertanda sejarah bagiku.Â
Terima kasih telah mengajariku menjadi manusia yang lebih bersyukur dan untuk yang terakhir ku katatan mohon maaf perkataanku kurang enak untuk didengar.
 Kau juga ibu ku wahai penghuni belakang masjid al barkah berwana hijau. Terima kasih ibu, ibu terima kasih.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H