Ilustrasi: Dicekam Kecemburuan - by; https://www.c2.staticflickr.com
Aku—cemburu…
Pada merah yang mampu berbagi gairah, pada kuning yang mengerling mengentak kepala hingga pening. Atau pada hijau yang melemparkan birahi—dan aku… galau.
Aku cemburu, pada mereka bercumbu. Membiarkan mata mata telanjang menahan gejolak dan nafsu, pongah pamerkan keasyikan di atas ranjang. Ranjang sempurna melengkung indah bernama: pelangi.
Aku—cemburu…
Pada rona bernama: jingga… yang dinanti jutaan kepala, di awal hari pun jua petang di hari senja. Sebegitu agungnya rona hingga dipuja, kadang bermantel emas pada tubuh indahnya. Sedang aku… hanya warna berselimut jelaga.
Aku—cemburu…
Pada hitam yang mampu menampung segala, meski legam rupa… selalu mampu menimbang rasa. Yang bahkan selalu bersanding pada pasangan setia… putih sempurna—meski hanya setitik rona.
Atau pada putih… pelambang sucinya raga. Selalu diingat meski setitik pahala. Dipuji bila eloknya peristiwa. Bahkan bila putih diawali hitam dosa… tetap dipuja, dan mereka berkata: metafora kata pada indahnya metamorfosa.
Dan—aku cemburu…
Pada lembayung ungu yang setia menemani pilu, akan jiwa-jiwa yang kehilangan syahdu tenggelam dalam dekapan sendu. Hanya sekejap saja raga-raga membisu, dan ungu…  kembali mampu menghias senyum di duka si lugu.