Mohon tunggu...
Ando Ajo
Ando Ajo Mohon Tunggu... Administrasi - Freelance Writer

Asli berdarah Minang kelahiran Melayu Riau. Penulis Novel Fantasytopia (2014) dan, Fantasytopia: Pulau Larangan dan Si Iblis Putih (2016). Find me at: andoajo.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kukutuk Kau Jadi Batu

17 Maret 2016   18:56 Diperbarui: 17 Maret 2016   20:22 252
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Mengutuk anak?"][/caption]Salam sahabat Kompasiana^^.

Sebelumnya, izinkan penulis berkata; “Entah untuk yang ke berapa kalinya penulis begitu emosional bila ada yang membawa-bawa cerita Malin Kundang, yang ujung-ujungnya akan mengatakan; Tidak seharusnya seorang ibu mengutuk anaknya menjadi batu!”

 

            Entah siapa yang harus disalahkan atas kesalahtanggapan soal legenda dari Ranah Minang tersebut. Tidak hanya tulisan, bahkan dari layar kaca – entah itu komedi, drama, dll – juga berkata serupa. Menggambarkan ibunda si Malin Kundang mengutuk sang anak menjadi batu.

           

Apakah kita terbiasa melihat saja tanpa melakukan yaa… semacam penyelidikan, mungkin?

         

          Apa kita akan membiarkan saja media – entah apa pun itu jenisnya – memutarbalikkan legenda/cerita rakyat yang ada?

Coba ingat lagi tentang legenda Si Pahit Lidah dari Sumatera Selatan… di film, justru “digambarkan” Si Pahit Lidah lah orang baik sementara Raja Mata Empat adalah penjahat yang benar-benar memiliki tambahan dua mata di kepala belakangnya. 

Padahal, legenda aslinya mengatakan justru Raja Mata Empat adalah orang baik, tidak memiliki empat bola mata, ia dinamakan begitu karena kesaktiannya, dan lagi… Raja Mata Empat adalah kakak dari Si Pahit Lidah. Dan Si Pahit Lidah lah penjahat sesungguhnya, yang telah membunuh – dalam hal ini mengubah orang-orang menjadi batu – bahkan menyebabkan kematian atas anak kandungnya sendiri.

Jadi, apa namanya ini? Pembodohan oleh media?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun