Mohon tunggu...
Ando Ajo
Ando Ajo Mohon Tunggu... Administrasi - Freelance Writer

Asli berdarah Minang kelahiran Melayu Riau. Penulis Novel Fantasytopia (2014) dan, Fantasytopia: Pulau Larangan dan Si Iblis Putih (2016). Find me at: andoajo.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Artikel Utama

Descendant

2 Februari 2016   17:32 Diperbarui: 3 Februari 2016   04:03 630
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Speedboad di depan haluan kapal kargo terlempar ke atas berikut dengan empat orang di atasnya, dan kembali terhempas ke permukaan laut dengan keras. Empat orang gelagapan mencapai permukaan, senjata di tangan dipentang. Beberapa detik, mereka tidak melihat satu apa pun, dengan cepat berenang menuju speedboad lainnya.

“Hurry up!”

Pria di atas speedboad—sisi kanan kapal kargo—mengulurkan tangan pada rekannya yang berenang ke arahnya. Belum lagi ia berhasil menjangkau tangan sang rekan, senjata di tangan kembali ia siagakan. Bayang sesuatu yang berenang cepat di bawah sang rekan menimbulkan kekhawatiran teramat di diri pria tersebut.

Melihat rekannya mengokang senjata dengan tiba-tiba, pria yang masih di dalam air pun melakukan yang sama. Kecemasan di wajahnya jauh lebih hebat dibanding rekannya di atas itu. Lima detik berlalu, dan ia tidak melihat sesuatu apa pun di bawah kakinya. Dengan cepat ia membalik tubuh, menggapai reling di pingggiran speedboad, dan berusaha memanjat, seorang rekan lainnya membantu menarik tubuhnya.

Belum usai tubuhnya terangkat dari air, sesuatu meremas kencang pergelangan kakinya. Pria itu menjerit kesakitan. Entah bagaimana dan kekuatan apa, yang jelas pergelangan kaki berlapis sepatu PDL itu remuk, itu yang dirasakan pria tersebut. Sang rekan yang membantu menarik tubuhnya dilanda ketakutan, meski sekuat tenaga ia menarik tubuh temannya itu, namun tak jua sedikitpun beringsut. Belum habis kebingungan mereka yang di atas speedboad, kebingungan lain datang melanda. Tubuh pria yang melolong kesakitan tersebut tersentak lepas dari pegangan. Satu kekuatan lebih besar dari mereka menyeret tubuh pria tersebut ke kedalaman laut.

Tanpa tahu apa atau siapa yang menjadi musuh, pria-pria bersenjata memuntahkan amunisi ke permukaan. Membabi buta, hingga, asap-asap putih dari letusan setiap amunisi sedikit menutupi pandangan. Ratusan butir peluru melesat ke berbagai arah di sepanjang kedua sisi kapal kargo.

Lebih dari dua menit mereka menembaki “hantu” tersebut dan berhenti. Namun tak satu jua tanda-tanda memuaskan—setidaknya noda darah entah dari makhluk apa pun itu yang bisa memerahkan sebagian kecil air laut. Tidak ada.

Splaaasss…

Sesosok makhluk melompat, keluar dari dalam laut, di sisi timur kapal kargo. Tingginya lompatan dan kemunculan tiba-tiba tersebut, membuat semua pria-pria—lebih didominasi orang asing—di sisi yang sama, terperangah.

Cahaya merah tembaga sang fajar terhalang sosok yang baru saja menampakkan ujudnya itu. Dayinta Bombang. Hanya saja, separuh tubuh ke bawahnya—dari pusat—berbentuk setengah ikan. Rambut panjang tergerai, basah, tersapu angin. Riap-riapan tak ubahnya tentakel-tentakel gurita. Dan butiran-butiran air yang berhamburan bersama sosoknya yang melompat tinggi ke udara itu, berkilauan memantulkan rona merah sang mentari baru.

Sepersekian detik, tidak satu pun pria-pria bersenjata yang sanggup bergerak, tidak pula suara. Begitu juga mereka yang di atas kapal kargo. Kemunculan dramatis dan begitu anggun di bawah megahnya payung fajar, menghipnotis puluhan pasang mata.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun