Mohon tunggu...
Ando Ajo
Ando Ajo Mohon Tunggu... Administrasi - Freelance Writer

Asli berdarah Minang kelahiran Melayu Riau. Penulis Novel Fantasytopia (2014) dan, Fantasytopia: Pulau Larangan dan Si Iblis Putih (2016). Find me at: andoajo.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Artikel Utama

Descendant

2 Februari 2016   17:32 Diperbarui: 3 Februari 2016   04:03 630
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Para penyelam membagi diri menjadi dua kelompok, tiga orang memeriksa lambung sisi kiri, tiga lainnya di sisi kanan. Dalam kehati-hatian setiap mereka memeriksa lapisan terbawah kapal tersebut, mungkin saja ada bagian yang penyok dan hal lainnya.

Seorang penyelam yang berada di sudut buritan—di dekat dua baling-baling besar—melihat bayangan sesuatu. Kecemasan sedikit melanda. Cahaya penerangan di laras senjatanya memindai kegelapan. Beberapa detik ia tidak melihat satu apa pun yang asing, tidak pula hiu besar yang mungkin saja hidup di perairan itu. Kembali ia menelisik dinding kapal. Benar saja. Ia menemukan dinding di ujung belakang penyok, seakan tertubruk sesuatu yang besar dan kuat.

Sang penyelam kembali memutar tubuh, memindai keadaan lebih saksama. Ia sangat yakin, baru saja mendengar pergerakan sesuatu yang besar di belakangnya. Namun, sekali lagi, laut pagi tidak menampakkan apa-apa—setidaknya, belum. Cahaya senter di senjatanya berkelabat beberapa kali sebelum kecemasan mengambil alih tubuhnya. Dengan gerakan—isyarat—tergesa-gesa, ia memanggil seorang rekan terdekat.

Penyelam yang berada di tengah—sisi kiri lambung kapal—melihat isyarat rekannya, namun yang membuat penyelam yang satu ini tercekat adalah: sosok rekannya itu tahu-tahu tertarik cepat ke belakang. Seolah ada kekuatan besar yang menghela tubuhnya. Kalut, dan pandangan yang terbatas sebab terhalang oleh gelembung-gelembung yang muncul tiba-tiba, ia melepas beberapa kali tembakan.

Empat penyelam sama menyadari aksi rekannya, dan satu dari rekan mereka menghilang. Merasa sesuatu yang buruk telah terjadi, senjata di tangan siaga, siap ditembakkan.

Rona tembaga sang fajar mampu memberi penerangan hingga ke dalam laut, meskipun belum lepas dari kecemasan, lima penyelam yang tersisa masih merasa beruntung. Namun, terang justru membawa kekhawatiran lainnya, memupuk kecemasan di diri mereka.

Sesuatu yang-belum-jelas-apa-itu seakan menjadikan mereka berlima target, berenang cepat mengelilingi kelimanya, meninggalkan gelembung-gelembung halus yang sangat mengganggu penglihatan para penyelam.

Takut hal buruk menimpa diri—meski kelimanya sama meyakini sesuatu tersebut bukanlah predator laut yang pernah mereka kenal—tanpa komando sama sekali, kelimanya berenang cepat menuju permukaan.

Para pria di atas speedboad serentak mengangkat para penyelam dari dalam air. Melihat kecemasan di diri para penyelam membuat mereka bersikap waspada. Seorang di antaranya meneriakkan peringatan terhadap orang-orang di atas kapal kargo. Moncong-moncong senjata sama mengarah ke permukaan laut.

Ketenangan kurang dari dua menit sangat menguras pikiran dan konsentrasi pria-pria bersenjata.

Duakkk…

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun