“Engkau jangan takut, wahai wanita mulia. Aku adalah Ruh al-Qudus, utusan Allah Tuhanmu. Sesungguhnya lah aku akan menyampaikan kabar yang akan menggembirakanmu, bahwasanya, Allah akan menjadikanmu ibu bagi bayi laki-laki yang murni.”
Seketika tercekatlah Maryam putri Imran, dengan tegas ia menjawab; “Yaa Ruh al-Qudus, tidakkah engkau hanya berbual saja? Sesungguhnya lah aku masih dalam keadaan suci, tiada sebarang laki-laki pun yang pernah menyentuhku, Allah Azza wa Jalla saksiku. Bagaimana mungkin aku akan mengandung laki-laki murni?”
“Duhai wanita yang dimuliakan Allah, muliamu telah ditetapkan. Allah memilih dan memuliakanmu dari semua wanita yang ada di muka bumi ini. Dan kelak, laki-laki murni yang kau kandung akan menjadi pertanda bagi manusia sebagai rahmat dari Sang Khalik, ianya adalah satu perkara yang telah ditakdirkan Rabb-mu. Tidakkah engkau tahu, duhai Maryam putri Imran… Mahasuci Allah, apabila Dia telah menetapkan sesuatu, dan sungguh Ia hanya akan berkata; Kun Fayakun.”
“Tidaklah Allah melindungiku, melainkan apa yang ditakdirkan menjadi kenyataan. Menjadi buah bibir dan gunjingan orang. Hingga mencoreng nama baik Pamanku Zakariyya Alaihi Salam, mencoreng arang di wajah Ibu-Bapakku.”
“Duhai wanita yang dimuliakan, Allah Mahamelindungi pada apa-apa ketetapan yang telah Ia putuskan. Dan sesungguhnya lah Dia Mahakuasa atas segala kuasa. Tidakkah engkau menjadi taat karena-Nya?”
Begitulah risalah disampaikan, Maryam putri Imran menerima takdir dalam pangkuan. Tiada bersurut langkah dan niat, sebab ia tahu, Allah akan melindunginya. Hinggalah “takdir” dihembuskan, Maryam sang gadis soleh hamil meski diri tetaplah masih perawan suci.
Habis hari berganti minggu. Minggu berlalu berganti bulan. Kandungan di badan semakin membesar. Maryam putri Imran memutuskan untuk diam-diam meninggalkan kediamannya, menuju negeri jauh ke timur. Meski ia tahu, semua terjadi atas kehendak Allah, namun ia tak sampai hati, bila nanti justru memberatkan tugas sang paman sebagai Rasul Allah. Namun bibir selalu melapazkan doa.
“Sesungguhnya aku berlindung kepada Allah, dan untuk keselamatan anak dalam kandungan ini juga keturunannya nanti dari godaan syetan yang terkutuk…”
Seorang diri, Maryam putri Imran akhirnya melahirkan bayi laki-laki yang diberi nama; Isa. Tatkala Maryam membawa Isa ke hadapan kaumnya, maka datanglah tuduhan menyakitkan itu. Fitnah-fitnah yang menyudutkan diri.
“Wahai Maryam, betapa mengejutkan apa yang telah engkau perbuat…!”
“Hei saudara perempuan Harun Alaihi Salam, ayahmu bukanlah seorang penjahat berotak kotor, dan ibumu bukanlah seorang pezinah. Tapi lihat…! Lihat pada bayi dalam pangkuanmu itu!”