Saat itu, kondisi Surabaya memang benar-benar genting, sekutu Inggris menyatakan perang dengan mengultimatum Surabaya. Namun, arek-arek Suroboyo yang dikenal pantang menyerah, lebih memilih melawan. Bahkan, mereka bersemboyan Merdeka ataoe Mati...!!
Dalam pertempuran Surabaya fase pertama (27-29 Oktober 1945) dan fase kedua (10 November 1945 hingga awal Desember 1945/pertempuran sekitar tiga minggu), diperkirakan sepertiga Pasukan Sriwijaya tewas. Bahkan, sengitnya pertempuran kala itu, memuat banyak jenazah tidak sempat untuk dimakamkan.Â
Ironisnya, pasukan-pasukan yang telah gugur itu, hingga kini tanpa nama dan tanda pengenal. Namun, sejarah tidak akan pernah hilang, jika di benteng inilah saksi bisu perjuangan Pasukan Sriwijaya membantu arek-arek Suroboyo bertempur mempertahankan kemerdekaan dari serangan sekutu Inggris.
Bahkan, salah satu bangunan benteng ada yang berbentuk setengah lingkaran, dulu digunakan sebagai landasan meriam. Rel besi untuk lintasan meriam pun masih terlihat jelas di bangunan tersebut.
Di benteng ini, ada beberapa ruas kosong yang dahulu digunakan untuk ventilasi udara dan mengintai musuh. Beberapa pipa besi pun dibuat melengkung ke bawah, agar musuh tidak bisa memasukkan granat.
Sayangnya, banyak aksi vandalisme yang merusak estetika bangunan benteng. Beberapa tembok benteng terdapat coretan-coretan orang tak bertanggung jawab. Miris memang, dengan kondisi masyarakat kita yang kurang peduli terhadap nilai-nilai sejarah.
Sebenarnya, Benteng Kedung Cowek bisa menjadi destinasi wisata heritage bila dikelola dengan baik. Tapi memang, saat ini Benteng Kedung Cowek masih berada dalam pengawasan TNI. Sehingga pemerintah daerah, masih belum punya wewenang untuk melakukan revitalisasi kawasan tersebut.