Mohon tunggu...
Andi Wi
Andi Wi Mohon Tunggu... Penulis - Hai, salam!

Bermukim di Cilongok - Banyumas - Jawa Tengah. Kamu bisa mulai curigai saya melalui surel: andozshort@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Kesepakatan

21 November 2017   02:05 Diperbarui: 21 November 2017   02:45 1107
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dan dua hari lalu, aku mengeluarkan satu kelereng itu. Biar mudah, kunamai Kelereng Kedua. Aku mengungkapkan isi pikiranku padanya, apa aku boleh memanggilmu Kelereng Kedua? Kataku pada wanita-dua-hari-itu.

Istriku, maksudku, Kelereng Kedua, tak punya masalah soal nama. Dia bilang. "Apa saja. Kau tahu, teorimu terlalu rumit namun terdengar kekinian. Tapi yang penting kau ketahui, aku akan jadi kelereng terakhirmu," katanya. "Apa kau senang mendengar itu?"

"Kau sangat manis. Kau kelereng yang menggoda dan kelereng paling manis yang kukenal."

Kelereng menggeser tubuhnya ke dekat dadaku. Semakin dekat seolah kita tak terpisahkan. Seolah kami hendak lengket seperti uji coba ujung jari dengan lubang hidung.

"Ungkapkan apa yang kau pikirkan," ujarnya lagi. "Aku akan patuh. Sesekali mungkin akan mendesakmu untuk berhenti bersikap menyebalkan. Tapi sepenuhnya aku kelerengmu, dan kau tuanku. Apa kau merasa adil?"

Dia selalu mengakhiri percakapan kalimatnya dengan percakapan baru. Dia memang senang ssesuatu yang membuatnya tak terhenti.

"Jangan bicara soal keadilan. Adil buatku belum tentu menyenangkan bagimu. Aku akan menyimpanmu sebagai kelereng dan tak pernah melepasnya dari saku kantongku. Apa kau ingin mual mendengarku?"

"Aku selalu ingin mual sejak pertama bertemu denganmu. Kau membuatku mabuk. Mabuk kepayang. Bagaimana menurutmu?"

"Syukurlah."

"Syukurlah. Maukah kau akan mencintaiku selalu?"

Belum sempat kujawab pertanyaannya, Kelereng menghembuskan napas. Lalu dia lupa menghelanya lagi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun