Mohon tunggu...
Andi Wi
Andi Wi Mohon Tunggu... Penulis - Hai, salam!

Bermukim di Cilongok - Banyumas - Jawa Tengah. Kamu bisa mulai curigai saya melalui surel: andozshort@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Gas Air Mata dan Tawa

28 September 2017   05:57 Diperbarui: 28 September 2017   06:00 1073
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: instagram.com/the_business_rules/

Setelah merasa ini adalah bagian buruknya sebelum baiknya. Aku membuka pintu kamar dan meletakan gawaiku di atas meja.

Langit-langit kamar yang pucat. Sebuah meja, kursi, buku-buku lama. Alas tidur yang sudah tak lagi empuk. Seengok bantal-guling dan selimut di atasnya. Latu dan putung rokok, masih berada di tempat terakhir kali mereka ditemukan. Tak ada yang berubah. Tak ada yang benar-benar berubah. Setidaknya sampai hari ini. Oh, bagaimana aku mengatakannya?

Baiklah, aku harus mengatakannya. Aku baru saja ditolak kerja. Lagi.

Jadi ruangan ini menjadi semakin sempit, seperti peluang yang selama ini kuanggap besar. Seperti yang kupikirkan. Dan itu membuat leherku  bagai leher seekor sapi yang dijerat dengan tali kekang.

Fuh.

Aku mengendurkan kerat dasiku, melepas kancing bagian atasnya. Melepas kedua kancing lengan panjangku dan kalau bisa, aku ingin berharap bisa melepaskan semuanya. Hari yang buruk.

Di atas meja, gawaiku berdering.

Sudah kukatakan pada wanita pewawancara itu bahwa aku mendapatkan informasi lowongan kerja di perusahaannya lewat koran lokal yang kubaca kemarin pagi, setelah semalam aku mimpi. Tapi dia tidak percaya. Dia bilang, aku mengada-ngada dan dia tertawa.

"Kami memang sedang membutuhkan seorang penerjemah bahasa asing. Akan tetapi, seingat kami, tak pernah menaruh informasi semacam itu melalui koran lokal. Apalagi koran lokal di mimpi. Ah. Seperti keberuntungan togel saja," sergahnya. "Jadi, apa kau suka bermain togel?"

Aku tidak suka pasang togel. Tapi aku berani bersumpah bahwa aku memang memikirkanya. Terlalu banyak penolakan yang kuterima mungkin inilah sebabnya aku sampai ke alam mimpi itu dan di sana pula, aku tak usai-usainya mencari kerja. Apa yang kupikirkan ketika itu mungkin tidak aneh. Jika kau tak juga kunjung mendapatkan pekerjaan di alam nyata, maka melamarlah kerja di alam mimpi.

Namun di alam mimpi itu hasilnya sama saja. Aku justru lebih sering mengalami penolakan kerja. Di sana persaingannya betul-betul ketat. Semua orang bermimpi ingun jadi dokter, tentara, polisi, sampai-sampai menjadi seorang presiden. Bedanya di alam mimpi itu hanya orang-orang yang berkompeten saja yang bisa masuk di bagian penting tersebut. Tak ada proses sogok-menyogok, tak ada manipulasi, kecenderungan monopoli dan lain-lain. Betul-betul murni usaha keras. Sehingga ketika pekerjaan di mimpi itu teraih, mereka benar-benar melakukan tugasnya dengan baik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun