Mohon tunggu...
Andi Setianto
Andi Setianto Mohon Tunggu... -

Teknik Informatika Universitas Sanata Dharma 2013. Ilmu Pemerintahan Universitas Terbuka 2015.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Era Informasi dalam Bingkai Kemanusiaan

1 Juli 2016   13:46 Diperbarui: 1 Juli 2016   13:55 416
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Inovasi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Jcomp

Dengan fasilitas status, kita dengan mudah mengungkapkan rasa kepedulian kita pada orang miskin, kepada anak korban pelecehan seksual, bahkan netizen se-Indonesia mampu mengungkapkan kepedulian tersebut hingga mencapai trending topic, tindakan tersebut baik namun akan lebih baik apabila kita bergerak secara nyata, entah dengan berpartisipasi pada suatu lembaga/organisasi seperti LSM, yayasan, panti asuhan, maupun bergerak secara individu dalam bentuk tenaga sukarela maupun materill.

Kini membeli sayur, buah-buahan, tomat, dan beras sekaligus bisa tanpa berpindah tempat, konsumen memilih item yang akan dibeli dengan aplikasi berbasis online sebagai perantaranya, disertai teknologi GPS (Global Positioning System) yang akan membantu kurir mengantarkan item pesanan pada konsumen. Tentu jauh berbeda dengan konsumen yang membeli bahan kebutuhannya di pasar tradisional, seorang ibu berkontak lansung dengan penjual di pasar, tawar menawar, menanyakan kabar, bahkan bergurau, maka menciptakan hubungan yang erat secara personal, relasinya bertambah dengan mengenali tukang ojek maupun penjual lain di pasar tradisional tersebut, antar pedagang dan pembeli memiliki suatu ikatan. Hubungan semacam ini adalah perwujudan konkrit dari manusia sebagai makhluk sosial. 

Terkait konteks tersebut, dunia menjadi kehidupan sosial yang terbuka dan komunikatif, teknologi memungkinkan mengancam kebebasan, serta menimbulkan gangguan dalam dimensi komunikatif, sehingga sistem dunia teknologis harus ada rasionalitas komunikatif untuk menjadikannya lebih manusiawi.

Telah disinggung sebelumnya bahwa teknologi bisa mengantarkan kita pada kepentingan ataupun keuntungan pihak tertentu. Kemudahan dalam mendapatkan segala sesuatu juga menimbulkan budaya konsumeristik, melalui penggunaan adware iklan produk semakin gencar dan memikat konsumen, dampaknya tingkat penjualan semakin tinggi dan berpotensi untuk pemenuhan kepentingan tertentu yakni perusahaan maupun pemilik modal tersebut. 

Teknologi tersebut memudahkan sekaligus memanjakan bagi sebagian orang, ketika karakter konsumeristik menjamur maka secara tidak langsung mematikan kreativitas dan daya juang manusia untuk menjadi produktif, bayangkan jika ada manusia secara kolektif menciptakan suatu inovasi baru maupun produk sendiri, maka akan menjadi kelompok yang yang solid dan berdikari. Semakin banyak individu atau kelompok yang berdikari secara ekonomi maka penggunaan teknologi sebagai media promosi dan penjualan menjadi tepat.

            Begitu juga dengan penggunaan SMS, e-mail, telepon, media sosial, bahkan chat/messenger. Tidak terbatas ruang dan waktu bisa saling terhubung, ketika fasilitas tersebut digunakan untuk penipuan maupun pencurian maka tujuan utama teknologi untuk memudahkan pekerjaan manusia sudah tergeser. Beberapa kasus pemerkosaan dan penculikan anak juga terjadi karena kemudahan media sosial untuk melihat privasi pengguna lain. 

Melalui contoh tersebut celah kejahatan menjadi semakin luas, media sosial digunakan untuk tindakan yang tidak bermoral, sehingga menghilangkan makna solidaritas itu sendiri. Di sisi lain, fasilitas tersebut seharusnya memudahkan kita untuk saling terhubung secara individu maupun dalam sebuah kelompok (group), sehingga menjadi sarana yang tepat dan cepat untuk perturkaran informasi dan gagasan, pada kenyataanya sering terjadi tindakan yang berlawanan.

            Itu adalah beberapa ilustrasi, tidak jauh berbeda dengan pendasaran pada budaya, globalisasi juga sebuah monopoli produksi kebudayaan tertentu. Konkritnya budaya tertentu, yakni ‘Barat’ saja yang menjadi konsumsi warga dunia. Marhsal McLuchan menyebutkan dunia akan menjelma sebuah kampung global ketika menyambut munculnya televisi di era 1950-1960an. Produk televisi dari Amerika bisa ditonton oleh penduduk di Afrika. Melalui media yang mampu menjangkau keseluruhan dunia inilah monopoli budaya ‘Barat’ bisa terjadi. Misalnya serial televisi Dallas dari Amerika yang pertama kali menjadi penanda monopoli budaya ‘Barat’ pada dekade 1980-an. Menurut penelitian Ien Ang, Dallas menjadi tontonan kala itu untuk wilayah dari Turki sampai Australia dan dari Hongkong sampai Inggris Raya. Padahal, untuk beberapa budaya lain selain budaya Amerika Serikat menganggap budaya Amerika sebagai budaya dengan moralitas yang minim. Indonesia juga menerima dampak dari budaya tersebut, ada yang mencampurkan dengan budayanya sendiri, ada yang tidak mampu menampung budaya tersebut hingga lepas dengan budayanya sendiri, ada yang mampu melakukan filterisasi budaya tersebut, ada yang menentang budaya tersebut secara penuh.

Meskipun teknologi memiliki pengaruh besar terhadap manusia, pengalaman manusia akan teknologi tidak pernah total, dengan kata lain manusia sejatinya masih mengalami dunia tanpa teknolgi misalnya menyaksikan suatu kejadian secara langsung tanpa menggunakan media sebagai perantara. Sehingga sudah sepantasnya manusia tidak dikendalikan oleh teknologi, kita memiliki hak untuk berdiri secara otonom tanpa tekanan teknologi. 

Sangat penting bagi kita untuk menyadari standing position dan relasi dengan teknologi itu sendiri, apakah terhanyut?, apakah menggunakan dengan bijak?. Teknologi menjadi kian hegemonik, karena manusia bisa terkontrol oleh teknologi yang dibuat oleh dirinya sendiri. Seharusnya manusia memiliki tanggungjawab dari pengunaan teknologi itu sendiri, minimal atas arah hidupnya sendiri dan lingkungan sekitarnya.

Solidaritas di era informasi barangkali adalah perilaku pemanfaatan teknologi yang memanusiakan manusia. Pergeseran tujuan dari penggunaan teknologi berimplikasi pada solidaritas manusia itu sendiri. Oleh karena itu untuk menjaga solidaritas di era informasi bukan dengan menghindari teknologi secara total, namun perlu mengasah kepekaan sosial dan penekanan budaya secara mendalam. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun