Istrinya pun terlihat berlagat aneh. Entah ia cemburu atau memanfaatkan situasi itu. Memang suaminya terlihat santai di luar rumah tetapi terkesan ganas di dalam rumah. Begitu rumor yang beredar. Maklum I Satimang ini adalah istri ketiga dari Daeng Kelleng. Istri pertamanya tetap di kampung, tepatnya di kaki pegunungan Bawakaraeng, gunung yang penuh misteri itu. Sebab di zaman dulu seringkali warga setempat menganggap gunung itu adalah gunung keramat. Namun hanyalah mitos belaka agar orang tidak membabat hutan di kaki pegunungan itu, tidak mengotori dan tidak menjadikannya sebagai tempat aneh-aneh. Kampung di kaki gunung itulah yang mempertemukan Daeng Kelleng dengan Sabella, istri pertamanya. Dari pegunungan itu pulalah masyarakat sekitar mendapat sumber kehidupan, namun setelah longsor besar-besaran beberapa tahun silam, Daeng Kelleng pamit ke kota untuk mencari penghidupan baru. Terlebih ia belum mendapat keturunan dari istri pertama.
Istri keduanya terpaksa lari lantaran tidak tahan hidup berdampingan dengan Daeng Kelleng. Ia layaknya kelelawar, hanya keluar malam hari. Istrinya bingung darimana dapatkan uang, ia tidak pernah beribadah, di rumah kontrakannya hanyalah barang rongsokan elektronik yang mungkin tidak bernilai dengan rupiah yang tinggi. Bahkan terkadang I Betti mendapatkan barang aneh di bawah ranjangnya.
Aksi Daeng Kelleng hampir saja ketahuan setelah istri ketiganya datang. I Satimang tiba-tiba ingin dibelikan makanan, ia kelaparan, sepertinya sudah dua harian tertidur, ia seakan baru siuman dari tidur lelapnya, matanya pun memerah. Tetangga baru itu langsung kabur dan menutup pintu rumahnya erat sembari menelpon suaminya agar lekas pulang dari kantor.
Terkecuali tetangga baru itu, belum mengetahui persis siapa Daeng Kelleng. Orang-orang yang menyaksikan kedatangan Daeng Kelleng di hadapan rumahnya di malam itu juga kaget. Sebab baru kali ini ia dapat pelanggan selama membuka jasa servis itu.
***
Anjing-anjing menggonggong, beberapa di antaranya nampak mengejar seseoang atau entah sesuatu. Tapi tak ada yang nampak. Bekas kaki pun tak ada. Ujung pemburuan anjing pun tak kelihatan. Tetapi seseorang di malam itu begitu yakin kalau anjing sempat menggigit kaki seseorang atau mahluk yang dikejarnya. Lantaran mahluk aneh dengan mata memerah itu tak sengaja menabrak anjing di lorong empat. Anjing oun refleks menggigit.
Beberapa lembar kutang berhamburan di jalan. Mulai dari lorong tiga, lorong empat, hingga lorong lima yang bersebelahan dengan sekolah SMP 18 Belanga Asri itu. Namun di lorong lima, bahkan di depan sekolah terlihat banyak kutang berhamburan. Penampakan di pagi hari itu menjadi perhatian bagi anak sekolahan, hingga kepala sekolah mengumumkan di saat upacara bendera usai dilaksanakan agar siswanya tidak membuang sembarang pakaian bekasnya.
“itu kutang punya Indokku!” refleks Lisa ke Memey.
Sementara Melani dan Anti pura-pura tidak melihat kutangnya tergantung di pagar sekolah itu. Mereka tahu persis warna dan merek barang pribadinya.
Entah anjing-anjing semalam yang menghambutkannya selepas pemburuan ataukah seseorang yang sengaja menggelar. Namun jika anjing yang melakukan pasti ada bekas gigitan atau nampak lusuh, tetapi barang-barang itu terlihat rapi berjejer di pagar kawat sekolah. Nampak keheranan di wajah Lisa dan Memey, sementara Anti dan Melani menoleh pun tak sudih ke arah pagar.
Ibu-ibu kompleks perumahan berdatangan. Semua melotot ke arah kutang-kutang yang tergantung, bahkan masih banyak tergeletak dikelar di atas karung goni. Entah ini perbuatan siapa? Mereka saling memandangi satu sama lain. Mata mereka seakan menerka suara keributan semalam.