"Tidak apa-apa, biasa, tadi ada orang busuk yang lewat. Tante tidak bisa tahan". Â Demikian jawaban tante Lisa seketika ditanya oleh orang yang baru saja melihatnya. Ada-ada saja caranya menyembunyikan ulahnya. Â Tapi ludah-ludahnya tak bisa sembunyi dari kemarau yang panjang. Hujan belum membasuhnya.
"Apakah tante sakit? Kenapa dari tadi meludah tante? Tetangga baru itu terus mencari tahu. Pasti lama-lama ia akan jadi musuh tante Lisa juga jika terus bertanya dan jika ia tidak ingin berteman dengannya. Memang kerjanya tante Lisa terus menghasut orang yang satu untuk membenci yang lainnya. Seakan-akan ia adalah salah satu orang yang harus digengar, disegani dan juga tempat orang mengaduh. Memang ia gemar membantu, tetapi bukan uang atau materi melainkan membantu secara tenaga. Sebab permasalahannya tante Lisa adalah juga terkait finansial. Hanya suaminya yang cari uang sementara ia tinggal dengan delapan orang. Bahkan baru satu anaknya yang pisah rumah dengannya lantaran ia kawin muda dengan kakek dari seberang pulau lantaran ia tergiur dengan uang si duda itu.
Setiap hari tante Lisa selalu saja meludah-ludah di depan Sumanga dan istrinya. Tak hanya di hadapan dua tetangganya itu, bahkan setiap orang yang dianggap tidak sejalan dengan pikirannya maka orang tersebut akan menjadi obyek bulian dari tante Lisa. Ia pun selalu meludah di depan orang-orang yang memihak kepada Sumanga dan tetangga lainnya yang sedari dulu jadi korban atas ulahnya itu.
Ia selalu merasa bahwa dirinyalah yang hebat, terkenal glamour dan merasa bahwa dirinya adalah orang terhormat. Ia pula merasa orang lama di kompleks itu sehingga setiap orang baru sedianya respek kepadanya. Sementara kompleks tempat ia tinggal sedikit peralihan antara budaya kampung dan perkotaan. Namanya juga kompleks perumahan tentu banyak suku di dalamnya dan banyak orang dari latar belakang profesi yang berbeda.
Orang-orang yang dibencinya tentu tidak nyaman dan merasa tersiksa. Terlebih Sumanga dan istrinya sebab hanya di depan rumah tante Lisa itu jalan satu-satunya ke luar kompleks perumahan Belanga Asri. Bahkan ketika ke warung, ke tempat kerja, ke mesjid atau hanya sekedar jalan-jalan pagi dan sore, mereka harus lewat di depan ruamh tante Lisa. Tentunya setiap ia kedapatan oleh si nenek itu, maka mereka harus menerima ludahan atau teriakan yang kurang mengenakkan di telinga.
Entah berapa kali tante Lisa meludah-ludah setiap harinya. Hanyalah Sumanga beserta istrinya yang tahu persis sebab hanya merekalah yang bersebelahan rumah dengannya. Bahkan rumah tante Lisa dan rumah Sumanga hanya satu couple di perumahan subsidi itu. Entah apa pula yang dibanggakan darinya sehingga ia merasa sombong. Ia menganggap semua orang seperti sampah, seperti bangkai, semua orang dianggapnya busuk di penciuman dan di hatinya. Dari caranya meludah-ludah bahwa seakan-akan orang lain sangat menjijikkan.
Hari ini suaminya tidak ke kantor. Ia izin habis lembur mengantar rombongan tim Porda kabupaten. Memang ia adalah sopir bus di kantor kabupaten. Ia sudah lama terangkat sebagai ASN. Hari ini suaminya sengaja beristirahat lantaran esok harinya ia harus menjemput lagi tim Porda dengan kendaraan bus perhubungan yang ia bawa. Nampak ia bersihkan bus tersebut di depan rumahnya, tempat istrinya biasa meludah. Tiba-tiba datang petugas laundry AN. AN adalah singakatan dari anti noda. Daeng laundry AN datang pagi-pagi mengantar pakaian laundry. Ia sebenarnya ingin menjelaskan kenapa ada noda yang tidak bisa ia bersihkan.
Tiba-tiba si Daeng itu membuka baju tante Lisa secara terpaksa di depan pintu lantaran ia berniat membuktikan bahwa laundry Anti Noda miliknya tak mampu membasmi noda ludah di baju pelanggannya. Mungkin saja noda ludah itu tak ingin pisah dari baju hitam yang kini sudah berbintik putih atas noda ludah. Ludah itu bukan ludah biasa, bukan pula ludah luar biasa yang disertai dengan darah segar seperti orang penyakitan. Hanya ludah berbusa. Tante Lisa pun merasa ditelanjangi saat Daeng laundry AN membuka bajunya di hadapan suaminya. Suaminya pun merasa ditelanjangi atas rasa malu yang tiada tara bagi seorang lelaki. Kini mukanya memerah. Tambah memerah ketika tante Lisa mengelak padahal bukti ludah kiri-kanan bisa jadi penanda bahwa ia seorang yang senang meludah. Bukan hobi tetapi karena keseringan menghina orang dengan ludah. Di pintu depan, di pagar depan dan pagar tetangga semua sama, suaminya telah mencocokkan model mulut istrinya dengan bundar lebar ketika meludah di mana-mana. Ludah berbusa itu sama persis dengan bekas ludah yang ia temukan di depan rumahnya.
"Ini benar!. Ini ludah kamu kan?". Si sopir itu mencoba sedikit marah kepada istrinya di hadapan petugas laundry.
"Bukan!Bukan! Ludah Apa?". Ia lalu salah tingkah saat ditanya oleh suaminya.
Petugas laundry itu pergi tanpa mendapat balasan sepata kata pun dari tante Lisa. Tetapi selalu saja ada pembenaran darinya.