Mohon tunggu...
Andi Samsu Rijal
Andi Samsu Rijal Mohon Tunggu... Dosen - Dosen/ Writer

Seorang Ayah; Pencinta Buku

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Ludah Tante Lisa yang Berbusa

17 Mei 2024   17:32 Diperbarui: 17 Mei 2024   17:39 226
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tante Lisa terus meludah. Ia sudah puluhan kali meludah hari ini. Bahkan setiap harinya Ia selalu meludah-ludah. Sikap tersebut dialamatakannya kepada orang-orang yang ia benci. Hampir semua tetangganya ia benci, tak sedikit diantaranya sudah ditemani berantem hebat. Untung saja orang-orang yang ia temani berantem tersebut terkadang mengalah. Ia sangat membenci semua orang di sekitarnya. Setiap kali tetangganya lewat, ia terus berulah dengan cara meludah di hadapan orang tersebut baik sengaja untuk dikenai yang bersangkutan maupun hanya meludah di tempat.

Air ludahnya kali ini sedikit berbusah dan menggumpal. Mungkin saja sedang flu-batuk, karena memang cuaca sedikit ekstrem. Di kompleks tersebut begitu terik dan mengering. Selain karena gersang, juga karean tempat perumahan tersebut merupakan lokasi persawahan sehingga kurang pepohonan yang hidup bahkan pihak pengembang belum menanam pohon untuk penghijauan perumahan. Tak sepadan dengan nama perumahan dengan tema hunian asri terlebih orang-orang di dalamnya kurang mengasyikkan. Tak terkecuali dengan kehadiran tante Lisa dan anak-anaknya yang selalu saja meresahkan tetangga-tetangganya.

Sesekali air ludahnya menghinggapi bebatuan, tembok, atau terparkir di selokan. Ludah-ludah itu menunggu air hujan membasuhnya. Sebab tidak mungkin tante Lisa sendiri yang membersihkannya. Atau menjilat ludah sendiri. Memang ludahnya tidak mengenai kepada orang yang diludahinya karena jarak antara dia dengan orang tersebut terbilang hitungan meter. Orang-orang pun sedang berjalan di hadapannya saat tante Lisa meludah-ludahinya. Bekas ludahnya bisa terlihat di sekitar rumahnya, khususnya tepat di depan pagarnya itu yang berdiri sepasang batu gunung di atas selokan tempat ia duduk atau berdiri untuk sekedar mengolok-olok bagi siapa saja yang dilihatnya.

Tindakannya sudah bertahun-tahun lamanya. Sejak suaminya diangakt sebagai ASN dan ditugaskan sebagai sopir. Sehingga suaminya jarang di rumah. Ia hanya numpang tidur di malam hari lalu pergi dini hari untuk antar jemput anak sekolah di kota tempat ia bekerja. Orang-orang pun tak ada yang berani menegurnya, menyindirnya atau melaporkan tindakannya itu. Pernah sekali Sumanga melaporkan tindakan istrinya itu lantaran, tidak tahan anak istrinya diolok-olok layaknya binatang. Hingga terjadi pertikaian sengit. Sumanga pun tidak berhasil memarangi tante Lisa, biar bagaimana Sumanga sangat respek pada perempuan sebab perempuanlah yang melahirkannya dan perempuanlah yang melahirkan anak-anaknya. Untung saja seorang nenek tua tak sengaja melintas dan memegang pundak Sumanga. Seketika itu pula emosinya surut. Demikian jika perempuan memegang emosi laki-laki, cepat atau lambat ia melunak, bahkan tersembunyi dalam-dalam, alias malu muncul di permukaan.

Sebab siapa saja yang ketahuan melaporkan dia ke pihak RT atau ke suaminya maka ia akan dicarikan masalah. Demikian Sumanga kala itu, pada dasarnya tante Lisa pernah menjadi tetangga Sumanga yang baik hati. Namun ada keinginan yang tidak terpenuhi. Ia pula merasa kecewa lantaran Sumanga tidak peka jika maksud kedekatan tante Lisa adalah untuk saling berbagi. Apa yang dimakan Sumanga harus pula dinikmati tante Lisa, sebaliknya demikian. Saat itu pula amarah tante Lisa memuncak saat Sumanga datang berbelanja di tempat musuh bebututannya, sebut ia bapak Fajar. Seorang anak driver kanvas rokok.

Masalah yang dibuat tante Lisa kepada orang-orang bermacam-macam. Mereka diganggu dengan cara yang aneh, anaknya tante Lisa akan membuat keributan. Ia seakan penguasa di kompleks itu. Suaminya pun tak berani menegurnya, terlebih anak-anaknya. Justru anak-anaknyalah yang jadi tim dalam setiap aksi kejahatannya. Misalnya anaknya melempari rumah orang yang dianggap melawan ibunya. Sementara suaminya hanya datang saat tengah malam dan pergi dini hari. Pak RT setempat pun seakan menutup mata dan telinga jika ada warga yang mencoba mencibir tante Lisa. Entah seperti apa relasi antara pak RT dan tante Lisa sehingga ia tidak pernah mendapat teguran.

Saat Suaminya mendengar laporan Sumanga. Ia pun dipertemuka dengan pak RT. Sumanga menantangnya secara laki-laki. Badik pun disiapkan dua buah untuk bertarung dalam sarung. Hanya saja suami tate Lisa tidak terima tantangan itu, ia anggap permaslahan tersebut hanya permasalahan perempuan yang tak perlu laki-laki terlibat. Ia bahkan mengatakan bahwa istrinya tidak mungkin berulah jika tak ada yang memancingnya. Ia juga mengatakan bahwa sangat mencintai anak-istrinya. Jika tarung dalam sarung yang kalah pasti sengasara atas luka-luka benda tajam dan yang menang pasti terpenjara karena sajam.

Sudah setahun terakhir tingkah tante Lisa semakin menjadi-jadi. Dulunya hanya teriak-teriak jika ada orang yang dianggap musuhnya lewat di depan rumahnya. Tetapi sekarang sudah bertambah ulahnya. Tetangganya silih berganti ngontrak, tak terkecuali Sumanga sangat menderita atas ulahnya. Setiap kali ia merasa terganggu atau habis berantem dengan nenek-nenek itu, ia langsung pergi meninggalkan rumah cicilan itu. Ia ke kota atau ke luar pulau demi menenangkan dirinya. Terkadang ia pasrah hanya saja kata Sumanga suatu waktu bahwa emosi juga adalah ciptaan tuhan, pasti ada fungsinya termasuk emosik saat terusik.

Di usianya yang terbilang tua itu bahkan sudah bercucu, sedianya tidak bersifat kekakank-kanakan. Ia terus mengolok-olok orang. Di hadapan anak-anaknya pun ia terus bertingkah demikian. Ke tujuh anaknya itu sudah didoktrinnya agar membenci semua orang yang dibenci oleh ibunya. Entah kenapa?

"Kenapa tenggorokannya tante?" Tanya seorang tetangga baru di depan rumahnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun