Nyai semakin senang ketika diberikan sepasang anak ayam dari Roro. Ia kini resmi menjadi indukan ayam. Sebab selama jadi ayam ia tidak pernah berhasil menetaskan telur. Sehingga ia tidak pernah mengeram telurnya sendiri. Ia hanya bertelur, lima menit kemudian telurnya dilahap habis. Rupanya tidak hanya ayam jantan yang penuh dengan nafsu tetapi juga tuannya sendiri yang selalu mencuri telur si Nyai.
Nyai kini hidup tenang lantaran bantuan si Roro. Roro juga demikian begitu ihlas berbagi. Ia membagi anaknya yang berbulu warna-warni agar kelak hidup Nyai tidak terancam. Sebab ia akan disembelih secara tidak hormat jika tidak bisa beranak atau memberi bantuan kepada tuannya. Ia saat ini juga bebas dari jeratan terbelih paksa oleh si pembeli, si pedagang ayam keliling. Si pedagang kelilin selalu punya alasan kepada peternak ayam bahwa ayam yang tidak beranak itu hanya punya satu jalan yakni dijual dengan harga murah.
Roro, Nyai dan semua generasinya kini bisa menjalani takdir kebinatangannya. Ia tidak hanya tehindar dari buruan jantan, tetapi juga dari incaran pembeli serta tuannya. Â
Penulis biasa disapa Andi Samsu Rijal, seorang yang aktif mengisi laman fiksiana. Ia saat ini tinggal di Maros dan sedang bekerja di Kampus Universitas Islam Makassar
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H