Mohon tunggu...
Andi Samsu Rijal
Andi Samsu Rijal Mohon Tunggu... Dosen - Peneliti Bahasa dan Budaya

Seorang Ayah; Pencinta Buku

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Takdir Kebinatangan

16 Oktober 2023   16:49 Diperbarui: 19 Oktober 2023   18:36 173
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ayam betina, sumber: kompas.com

Pagi ini adalah pagi yang sangat ceria bagi Roro. Ia baru saja menetaskan telurya. Hal ini petanda bahwa ia sudah melahirkan empat generasi di Belanga. Generasi pertamanya tidak sempat terselamatkan lantaran wabah melanda negeri Belanga. Generasi keduanya adalah Nyai, Kiki, Wahid, Cempreng dan Grey. Sementara generasi ketiganya adalah Lulu, dan sekawan. Roro sendiri merupakan generasi dari indukan Cundekke dan Cundekki sekawan.

Pada dasarnya Cundekke dan Cundekki adalah saudara serahim namun demikian binatang ketika dewasa yang beda jenis kelamin maka terkadang merupakan sepasang hidup. Terlebih Cundekke berjenis kelamin jantan dan Cundekki berjenis kelamin betina. Demikian pula Roro dan Nyai yang merupakan dua ekor ayam betina yang sama-sama ditinggal jantan. Jantan seolah tercipta menjadi binatang sungguhan maka dengan kebinatangannya hanya menghamili si betina siapa saja lalu meninggalkannya begitu saja.

Roro sudah tahun keempat ia ditinggal mati atau saudara kandungnya yang sebagian jantan dan betina. Ia mampu bertahan hidup atas situasi yang melanda negeri Belanga. Roro kecil adalah piaraan pak Marbot yang kemudian ia serahkan ke Sum-Sum. Roro adalah pemberian kedua dari pak Marbot masjid Belanga Asri ke Sum-Sum. Pemberian pertamanya tak lain Cundekke si jantan tampan seantero Belanga di jamannya. Dan Cundekki merupakan betina perawan seksi yang mempesona. Sehingga di usia remaja dan dewasanya hanya menjadi incaran para jantan bejat. Hanya untuk memuaskan nafsu birahi kebinatangan belaka. 

***

Hari ini adalah hari ke 112, hujan tidak turun ke tanah Belanga. Tinggallah Roro mengeram di bawah kursi sofa peninggalan tuan tanah Belanga. Si tuan Roro, sedang mengungsi di rumah tersebut lantaran Belanga dilanda kemarau yang berkepanjangan. Ia sudah dua belas hari mengeram diam-diam. Hanya si Nyai yang tahu keberadaannya. Sementara tempat eramannya yang empuk. Terbuat dari keranjang bambu lalu di dalamnya diisi oleh baju lap yang sudah dicuci bersih. Di atasnya pula telah diisi potongan kertas-kertas yang diselamatkan oleh Sum-Sum di pembuangan sampah. Si Nyai sendiri, karena ia adalah anak dari Roro maka ia mengalah dan memilih tinggal di dalam kardus air minum gelas lalu di dalamnya dilapisi rumput-rumput. Kedua tempat eraman tersebut merupakan perpaduan wadah modern dan wadah klasik.

Kekeringan melanda Belanga. Sangat sulit mencari got yang basah. Tak sama saat musim pengujan. Got pun menjadi sungai dadakan membawa semua air hujan, air pembuangan bersama sampah-sampah masyarakat.

Sungguh pilu kisah kedua binatang tersebut. Mereka harus saling jaga satu sama lain. Jika si Nyai hamil di luar perencanaan atau perkawinan layaknya manusia. Maka si Roro akan menjaganya. Bahkan ia rela berbagi tempat eraman. Roro begitu senang ketika akan mendapat cucu. Sebaliknya jika Roro sedang dihamili oleh jantan bejat, si jantan yang kawin mawin, jantan yang mempoligami para betina, maka Nyai pun akan menjaga Roro.

Nyai akan menjaga Roro dari gangguan tikus dan nyamuk di malam hari. Demikian di siang hari ia berusaha menjaga Roro dari ancaman jantan baru yang selalu datang menggoda Roro dan Nyai. Padahal si jantan di Belanga semua pasti sudah punya pasangan hidup. Namun demikian binatang selalu menempatkan posisi kebinatangannya. Si jantan manapun akan mengawini si betina siapa saja. Entah si betina sudah punya pasangan atau tidak. Namun ayam jantan di Belanga sungguh binatang perilakunya. Ia hanya datang memperkosa lalu pergi. Esoknya ke kampung lain mencari ayam betina remaja setelah itu dan ditinggalkannya. Para jantan hanya memuaskan birahinya tanpa memimikirkan nasib generasi kedepannya. Betina butuh perawatan, butuh asupan, dan butuh perhatian. Membesarkan pun anak-anak tidak mudah. Mengeram butuh waktu berpuluh-puluh hari tidak makan dan tidak minum. Menjaga bayi butuh waktu berminggu-minggu hingga berbulan-bulan.

Kehadiran Nyai atas Roro membuat semacama nuansa romantisme kehidupan ayam-ayam betina di Belanga. Mereka terlihat kompak satu sama lain. Mereka saling menjaga agar kehidupan mereka tidak terusik.

"tidak usah kau hami dulu, suru Roro kepada Nyai"

"iya, aku tidak akan hamil dulu sepanjang masa mengerammu hingga anak-anakmu beranjak remaja, jawab Nyai kepada Roro. Tapi ingat tolong bantu saya dari kejaran jantan-jantan itu"

"ok, kata Roro"

Roro kemudian mencari cara agar Nyai kelihatan sedang mengeram. Ketika ia mengeram maka tidak akan mudah terganggu dari kejaran jantan. Roro lalu menyiapkan satu tempat eramannya. Diberikannya tempat eraman yang empuk itu kepada Nyai. Sementara ia sendiri masuk ke bawah sofa sendiri, agar tidak kelihatan bahwa sedang mengeram. Lalu setiap harinya Nyai hanya duduk di atas eraman agar telihat betul-betul sedang mengeram. Hanya dengan cara itu kata Roro kau lepas dari kejaran jantan.

Sembari duduk di eraman. Rupanya Nyai tidak hanya duduk santai. Ia berfikir bagaimana jika Roro dan anak-anaknya bisa makan dan minum. Sementara tuannya sedang kelapan dan kekeringan pula. Tak ada ikan segar didapatkan oleh tuan kita, seru Nyai dalam hati. Tuan kita sedang kebingungan mencari mata air agar bisa bertahan hidup di Belanga. Sementara prediksi BMKG kemarau akan berlanjut hingga akhir tahun. Mitos hujan rupanya tidak berlaku lagi pada huruf R dalam huruf-huruf yang ada pada bulan masehi seperti Oktober, November, Desember atau Januari. Dulu huruf R pada nama-nama bulan tersebut bermakna Rain atau hujan.

Nyai tidak habis fikir, setiap subuh hari ia menggeser batu-batu pada lubang-lubang kecil tempat kencing para manusia yang membuang hajat di sembarang tempat itu. Selama berhari-hari ia menggeser batu, kerikil demi kerikil agar dapat menjangkau air dalam lubang itu. Ketika lubang itu terisi batu maka airnya akan naik. Di dalam lubang-lubang itu tidak hanya air, tetapi juga cacing-cacing yang kemungkinan bisa jadi sumber protein bagi Roro dan anak-anaknya kelak.

Sabtu, 14 Oktober 2023, di Desa Belanga telah lahir dengan selamat anak Roro (wati). Demikian Roro setiap musim selalu memberi keajaiban kepada tuannya bahwa pakailah kapan saja anak-anakku kelak untuk kebutuhanmu tuan. Setiap musim sebisa mungkin saya melahirkan tujuh jenis ayam yang cocok digunakan untuk kebutuhan apa saja. Hitam pekat untuk pesugihan, bulu putih untuk kejantanan, sementara warna-warni untuk kebutuhan mabbaca (acara selamatan).

Konon ayam berbuluh hitam pekat darahnya kental layaknya darah bangsawan yang merasa berdarah biru padahal semua darah yang dicipta oleh tuhan kita adalah merah. Ayam berbuluh putih dagingnya amis, sangat tidak cocok untuk keperluan mabbaca, apalagi untuk ayam petarung, ototnya lemah. Hanya ada satu pembeli ayam berbuluh putih yakni di pasar untuk kebutuhan warung makan. Warung makan selalu saja memberikan sensasi dan bumbu yang pas sehingga paha kiri, paha kanan, dada kiri, dada kanan tidak nampak. Apalagi bau amis ayam, sangat tidak nampak bahkan akan dilahap habis atas makan malam pekerja proyek di hari Sabtu setelah mereka dapat upah pabrik.

Roro selalu saja setia menyajikan ayam-ayam yang cocok keperluan tuannya. Demikian Nyai, telur-telurnya yang berkualitas selalu saja disajikan kepada tuannya. Ada yang cocok untuk penambah vitalitas dengan dimunum mentah ada juga untuk digoreng buat sarapan pagi anak Sum-Sum.

Nyai secara perlahan mengajak Roro beserta anak-anak barunya ke pinggir got. Di sana ada sisa lubang atau sebut kubangan yang telah direncanakan olehnya untuk persembahan Roro dan anak barunya. Ia menutupi daun kering beserta rumput kering agar tidak nampak oleh binatang lainnya yang sedang kehausan dan kelaparan.

Roro tercengang melihat keihlasan sahabatnya itu. Ia sudah menganggap Nyai sebagai sahabatnya sendiri padahal ia merupakan generasinya pula. Anak-anak Roro begitu kegirangan mendapatkan mineral dan protein.

Nyai kemudian mendapat pelukan hangat dari Roro. Anak-anak Roro kemudian juga menjadi anak-anak Nyai. Sebab tradisi bagi ayam-ayam di Belanga jika tidak punya anak maka akan selalu menjadi incaran oleh para jantan. Begitu ia didapat dari si jantan maka tak lama ia ditinggal. Sebagaimana nasibnya mereka berdua yang kini hidup menjanda. Para ayam jantan di Belanga yang pernah menjadi pasangannya kemudian keluar kampung untuk mencari betina yang baru.

Nyai semakin senang ketika diberikan sepasang anak ayam dari Roro. Ia kini resmi menjadi indukan ayam. Sebab selama jadi ayam ia tidak pernah berhasil menetaskan telur. Sehingga ia tidak pernah mengeram telurnya sendiri. Ia hanya bertelur, lima menit kemudian telurnya dilahap habis. Rupanya tidak hanya ayam jantan yang penuh dengan nafsu tetapi juga tuannya sendiri yang selalu mencuri telur si Nyai.

Nyai kini hidup tenang lantaran bantuan si Roro. Roro juga demikian begitu ihlas berbagi. Ia membagi anaknya yang berbulu warna-warni agar kelak hidup Nyai tidak terancam. Sebab ia akan disembelih secara tidak hormat jika tidak bisa beranak atau memberi bantuan kepada tuannya. Ia saat ini juga bebas dari jeratan terbelih paksa oleh si pembeli, si pedagang ayam keliling. Si pedagang kelilin selalu punya alasan kepada peternak ayam bahwa ayam yang tidak beranak itu hanya punya satu jalan yakni dijual dengan harga murah.

Roro, Nyai dan semua generasinya kini bisa menjalani takdir kebinatangannya. Ia tidak hanya tehindar dari buruan jantan, tetapi juga dari incaran pembeli serta tuannya.  

Penulis biasa disapa Andi Samsu Rijal, seorang yang aktif mengisi laman fiksiana. Ia saat ini tinggal di Maros dan sedang bekerja di Kampus Universitas Islam Makassar

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun