Di sudut masjid yang sepoi ia memegang seruling dan gambus (alat musik tradisional seperti gitar). Ia sepertinya larut dengan buaian musik yang diciptakannya pagi itu. Entah ia rindu atas ibunya, istrinya, anaknya ataukah gembalanya, bahkan bisa saja ia merindukan sosok yang merindukannya jua.
Anak saya yang usia kelas 2 SD sudah sedari tadi menyiapkan bacaan puisi yang ia tulis, ia akan bacakan di hadapan bupati katanya. Setelah protokol membuka dan mengundangnya membaca puisi dengan berani berdiri di bagian depan dengan suara lantang
Akulah calon arsitek karya Mirzaukail Maggauase
Oh ayah dan ibu yang kucintai
Oh bapak dan ibu guru yang kuhormati
Bimbinglah aku menggapai impianku
Akulah calon arsitek
Yang akan membangun tempat tinggal
Untuk mereka yang tak punya rumah
Aku akan membangun sekolah
Untuk adik-adikku kelak
Aku akan membangun istana untuk untuk presiden
Dan aku pula yang akan membangun penjara bagi para penjahat
Akulah calon arsitek dunia yang akan membangun surga di tanah Indonesiaku,
Di tulis di Belanga, Sul-Sel 2023
Bupati nampak kebingungan, bukan karena amanat dari puisi itu. Biasanya ia disambut dengan kasidah, rabbana, atau lantunan ayat suci al-qur'an. Malah di masjid Belanga ia disambut dengan pembacaan puisi anak SD, tari-tarian dari sanggar seni Belanga, bahkan di penutupan ia akan dihantar dengan suara gambus dan seruling oleh pa Marbot.
Ia tiba-tiba minta protokoler memberitahukan apa saja item acara.
Tak lama berselang tibalah saatnya ia tampil. Setelah melantik pengurus ia mencari cari di mana orang yang pada dasarnya ia cari. Tak ada orang menyerupai di dalam foto pada handphone-nya. Apa lagi di susunan acara tak ada nama, hanya acara saja. Maklum kondisi di sana seperti itu. Pak Bupati semakin kebingungan tak ada orang yang mengajaknya selfi, apalagi foto bersama, pewarta pun tak ada yang hadir. Mereka trauma dikejar anjing bila menggunakan roda dua. Anjing-anjing di sana sangat trauma dengan orang baru yang berkendara roda dua dipikirnya mereka akan ditembak mati lalu dimakan. Atau diracuni. Seperti kasus sebulan lalu. Anjing sangat peka dengan orang-orang baru. Terkecuali pak Bupati ia sudah dikawal oleh warga sehingga tidak digonggongi oleh para asu itu.
Beda lagi pak Marbot yang tampak kebingungan, ia sedari tadi menunggu namanya disebut tetapi tidak ada penyebutan nama di sana. Katanya tidak sopan bila menyebut nama, akhirnya protokoler hanya menyebut acara. Pak Bupati semakin bingung, ia pantau di medsos di IG, di Tiktok, di Twitter dan di FB terlebih di laman arus berita online namanya tidak ada yang muncul. Sudah dua jam ia berada di masjid, hanya sambutan, makan kue ala kadarnya, tak ada pun makanan berat lantaran warga di Belanga baru menjelang musim tanam sehingga tidak berani menyumbangkan beras untuk kebutuhan di masjid. Di pikirnya warga kita akan diberi makan oleh rombongan Bupati, sebagaimana dengan acara-acara di kampung sebelah, di tivi-tivi dan di manapun. Tapi ini pasalnya berbeda, pa Ma'ruf yang mengumumkan dan pa Ma'ruf pula yang membisikkan ke Pak Bupati. Entah apa gerangan di kepalanya sehingga pertemuan itu ada.
Menjelang siang, para sapi gembala pa Marbot kelaparan ia berkerumun di depan masjid. Ia harus diberi makan, tahulah sapi binatang paling manja. Jika tidak diberi makan akan mengamuk pula binatang lainnya yang ada di sekitar masjid. Pa Marbot harus berlarian ke sana ke mari memberi makan sapi-sapinya dengan dedak beserta air garam.
Di tempat lain, nampak kekecewaan pak Bupati yang tidak menemui pa Marbot, ia pulang dengan iring-iringannya. Di perjalanan ia tulis status di WA, di IG, di Twitter dan di FB atas kekecewaan atas sambutan warga Belanga. Ia berharap ada awak media yang memberitakan kunjungan Bupati tersebut.
Warga di sana pun sangat cuek, dipikiran mereka asal kenyang kami akan melayani.
Nampak pa Marbot sudah tidak kebingungan lagi setelah sapinya kekenyangan. Di sana tak ada aturan tertulis jikalau warga perumahan tidak boleh beternak sapi di dalam kompleks. Ia memang kompleks perumahan layaknya perumahan elit lainnya, tapi ini cukup unik. Sampai-sampai Bupati bingung kenapa ia diundang ke sana untuk melantik dan menemui si pa Marbot. Entah kenapa juga Ma'ruf merekayasa ini semua. Apakah ingin mengangkat derajat pa Marbot yang sudah bertahun-tahun jadi marbot kemanapun ia berada layaknya nomaden yang selalu pindah dari kompleks ke kompleks jika sapinya laku terjual. Entah Marbot yang mana dimaksud gerangan pa Bupati kepada Ma'ruf yang pernah jadi guru mengaji dan guru musiknya. Setahun lagi pemilu 2024, dua bulan lagi pa Bupati menghadap ke presiden entah laporannya terkait pemberdayaan marbot masjid benar adanya atau tidak. Semua tergantung dari juru bicaranya yang layaknya google translate menerjemahkan begitu saja omongan tanpa melihat situasi, maksud dan mimik yang ngomong. Terlebih ia tidak mengkonfirmasi duluan pa Marbot bahwa Bupati akan memberdayakan mu sesuai di laporannya sekalian sebagai ajang kampanye.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H