Dalam bait-bait sajak di atas tergambar begitu erotis, seorang Aslan dengan fulgar menyebut perempuan Jalang. Namun terlebih dari itu ia pada dasarnya menggambarkan sebuah kritik terhadap penguasa sebagaimana yang digambarkan Faucolt bahwa kekuasaan menjadi superpower yang dengan semena mena dapat menjadi kekuatan untuk menekan yang lemah. Terdapat relasi kekuasaan nafsu dengan perasaan manusia lainnya.
Pada sajak lain terdapat beberapa diksi yang mengusik pikiran seperti adanya tempat-tempat pertemuan dan perpisahan. Kita bisa temukan diksi Kereta (Akuarel Perjalanan; 8), Kemarau dan Hujan (Ketika Senja pergi dari Halaman ini; 10), Pada Stasiun terakhir (11), Ruang Tamu dan Medan perang (13), Demaga pada (Kau memang telah Hilang, 14), Monorail (15). Dimana penyair tidak mendeskripsikan secara lugas namun bisa bermakna erotisme kehidupan (kemaluan) dan juga kematian.
Begitulah sebuah nisan yang ternama dalam wacana yang dibangun penyair; wacana sexuality, wacana historis, wacana kekuasaan dan begituhalnya wacana religiuisitas. Maka biarkan Sajak Orkestra Pemakaman menjadi jejak zaman yang pernah ada dan akan berarti meski zaman itu tak lagi ada. (Andi Samsu Rijal)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H