Pada padi,
lalu Ibumu menanak nasi
Jadi pelumas pagi
Pada asih
Ditabur benih, tumbuh padi
dari hujan, embun, dengan rindu ayahmu
Menapis bajak, di bawah terik mentari pagi, tak ada keluh
Pada malam,
Ayah mengurut kaki dengan minyak tanah
Merayu ibu sedang menyulam benang pada seragam tani ayah
Di bawah sumbu pelita, sebentar lagi dimatikan lalu kelambu terlayar di sudut rumah
Anak tani sedang merenung kenapa bintang itu berkedip, sesekali ada yang jatuh entah
Rembulan mengitari malam menari, kau masih saja sedang asyik mencari cari tanya
Pada debu siang,
Doa dan angin, sawahmu, Menyambut hujan
Tumbuh rumput, di tengah ladang padimu Loess menghijau sejauh mata memandang
Kicau pada burung Wereng, belalang ikut memelek sungguh nasib jadi penggerek yang
Malam ia merundung, sepoi padi, belalang, ilalang berterima kasih pada siang
Pada embun pagi,
Anak tani berterima kasih,
Belaian ibu siang malam hingga pagi lagi tak henti,
Shubuh sebelum engkau bangun pagi, ayah sudah berpamit pergi
ke sawah, tempat hidup petani penuh arti
tak ada hujan, embunpun jadi
anak tani masih saja sedih, pada sepi
pada padi, bukan hanya pada pandemi
tak tahu berterima kasih
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H