Mohon tunggu...
Aldo
Aldo Mohon Tunggu... Lainnya - Lulusan sarjana ekonomi dengan ketertarikan pada dunia keuangan, politik, dan olahraga

Everyone says that words can hurt. But have they ever been hurt by the deafening silence? It lingers like the awkward echo after a bad joke, leaving you wondering if you've been forgotten, ostracized, or simply become so utterly uninteresting that even crickets find your company unbearable.

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

Sertifikasi RSPO: Minyak Sawit Berkelanjutan atau Hanya Greenwashing?

17 November 2024   14:54 Diperbarui: 17 November 2024   15:01 115
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Deforestasi yang Terjadi di Pulau Sumatra (REUTERS/Beawiharta via National Geographic Indonesia)

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bermaksud memasukkan sertifikasi RSPO ke dalam Taksonomi Keuangan Berkelanjutan Indonesia (TKBI) untuk pertanian, yang akan diluncurkan tahun depan. Dukungan ini ironis, karena OJK tampaknya lebih mementingkan citra publik daripada keberlanjutan sejati. Dengan mempromosikan RSPO sebagai tolok ukur keuangan hijau, OJK secara efektif melegitimasi industri yang gagal memenuhi standar lingkungan dan sosial dasar. TKBI, yang seharusnya menjadi pedoman yang kuat untuk keuangan berkelanjutan, dapat menjadi kebijakan kosong yang mendukung sertifikasi yang dicuci-hijaukan.

Sementara negara-negara lain menetapkan standar yang lebih tinggi, Indonesia tertinggal dengan taksonomi keuangan hijau yang gagal memenuhi aspirasi keberlanjutannya sendiri. Brasil, misalnya, menggunakan teknologi pemantauan deforestasi secara real-time, sementara Finlandia menekankan audit independen dan transparansi data publik. Sebaliknya, Indonesia terus bergantung pada sistem sertifikasi yang kurang pengawasan, transparansi, dan, pada akhirnya, kredibilitas.

Dengan memasukkan RSPO ke dalam TKBI, OJK mengirimkan pesan yang berbahaya bahwa standar yang lemah dan tidak memadai dapat diterima dalam perjalanan Indonesia menuju keberlanjutan. Alih-alih menuntut industri untuk mematuhi standar lingkungan yang ketat, OJK hanya memungkinkan kedok "hijau" bagi perusahaan yang terus merusak hutan dan menggusur masyarakat. Sikap ini menimbulkan kekhawatiran tentang dedikasi sejati OJK terhadap pembangunan berkelanjutan. Sistem keuangan yang benar-benar berkelanjutan akan menuntut transparansi, pemantauan lingkungan yang ketat, dan mekanisme akuntabilitas yang saat ini tidak dimiliki RSPO.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun