Mohon tunggu...
Aldo
Aldo Mohon Tunggu... Lainnya - Detektif informasi, pemintal cerita, dan pemuja mise-en-scène

Everyone says that words can hurt. But have they ever been hurt by the deafening silence? It lingers like the awkward echo after a bad joke, leaving you wondering if you've been forgotten, ostracized, or simply become so utterly uninteresting that even crickets find your company unbearable.

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Penghapusan Ambang Batas Parlemen: Luka yang Ditimbulkan Sendiri dalam Demokrasi Indonesia

1 Maret 2024   08:12 Diperbarui: 1 Maret 2024   14:21 715
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sidang MPR Tahun 2015 di Kompleks Gedung Parlemen (KOMPAS/HERU SRI KUMORO via Kompaspedia)

Krisis Konstitusional dan Penyelamatan Demokrasi Indonesia

Konstitusi Indonesia mengabadikan representasi proporsional dan partisipasi yang adil. Penghapusan ambang batas parlemen melanggar keduanya. 

Ketika partai-partai yang tidak memiliki dukungan publik yang substansial memperoleh kekuasaan yang tidak proporsional, badan legislatif tidak lagi menjadi cerminan sejati bangsa, merusak perjanjian demokrasi yang mendasar antara rakyat dengan mereka yang memerintah.

Penghapusan ambang batas parlemen tentu merupakan suatu langkah yang disalahpahami dan mengabaikan pelajaran sejarah, cita-cita demokrasi, dan aspirasi ekonomi Indonesia.

Tindakan ini berisiko menjerumuskan negara ke dalam kelumpuhan politik kronis, menumbangkan representasi proporsional, memicu ketidakpastian ekonomi, dan menciptakan krisis konstitusional yang parah.

Untuk melestarikan pencapaian demokrasi yang luar biasa dan lintasan kemajuannya, Indonesia harus bertindak dengan sangat mendesak. 

Pemulihan ambang batas parlemen sangat penting untuk memastikan representasi sejati, fungsionalitas pemerintah, ketahanan ekonomi, dan rasa hormat terhadap prinsip-prinsip yang tercantum dalam UUD 1945.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun