Mohon tunggu...
Aldo
Aldo Mohon Tunggu... Lainnya - Lulusan sarjana ekonomi dengan ketertarikan pada dunia keuangan, politik, dan olahraga

Everyone says that words can hurt. But have they ever been hurt by the deafening silence? It lingers like the awkward echo after a bad joke, leaving you wondering if you've been forgotten, ostracized, or simply become so utterly uninteresting that even crickets find your company unbearable.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Cerita Sukses Indonesia dalam Multikulturalisme

27 Agustus 2020   12:00 Diperbarui: 27 Agustus 2020   17:38 727
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Di satu sisi, kondisi ini terlihat mencoba menghilangkan konsep multikulturalisme yang ada di Indonesia sejak zaman kerajaan Hindu-Buddha (yang diakui sebagai awal sejarah Indonesia) dengan 'memaksa' setiap etnis dan kultur yang ada di Indonesia untuk melebur menjadi satu dan menjadi identitas baru yang harus diakui oleh setiap 'orang Indonesia'. Akan tetapi, konsep ini sebenarnya hanya ingin mencoba membangun identitas kebangsaan yang bersatu untuk mengalahkan 'penjajah' sehingga Indonesia bisa merdeka. Dengan kata lain, Sumpah Pemuda menjustifikasi bahwa Indonesia telah ada sebagai suatu bangsa sejak 1928 walaupun baru menjadi negara berdaulat pada 1945.

Konsep serupa sebenarnya telah banyak diciptakan sebelumnya oleh sejumlah bangsa atau negara lain di dunia. Uni Soviet terdiri dari sejumlah kelompok bangsa (Russians, Georgians, Azerbaijanis, Ukrainians, Uzbeks, dan Tajiks) untuk bersatu dalam suatu identitas nasional. Britania Raya 'menciptakan' suatu identitas kesatuan bernama 'British' atau 'Britons' dari sejumlah kelompok bangsa, yang meliputi English, Scottish, dan Irish. Bahkan, konsep English juga sebenarnya berasal dari persatuan antara sejumlah kelompok, yang meliputi Mercia, Wessex, dan lima kelompok lainnya.

Chinese yang merupakan bangsa yang utamanya mendiami Republik Rakyak Tiongkok juga terdiri dari 56 kelompok etnis, seperti Han, Zhuang, Hui, Man, Uygur, Miao, Yi, Tujia, dan sebagainya. Akan tetapi, berbeda dengan Rusia, Inggris, dan Tiongkok, Indonesia mendirikan negara bukan didasarkan pada kelompok etnis mayoritas di wilayah yang dikuasai. Rusia, Inggris, dan Tiongkok dinamakan demikian karena kelompok etnis mayoritas di negara tersebut masing-masing terdiri dari Russians, English, dan Chinese. Indonesia sendiri sekalipun didominasi oleh kelompok etnis Jawa tidak menamakan diri sebagai negara Jawa atau sejenisnya.

Bhinneka Tunggal Ika, Bukan Melting Pot

'Bhinneka Tunggal Ika' merupakan suatu semboyan nasional Indonesia yang selalu dijadikan sebagai 'pengingat' pentingnya persatuan bagi masyarakat Indonesia yang multikultural. Akan tetapi, konsep ini relatif unik dibandingkan dengan konsep persatuan yang diterapkan oleh sejumlah negara di dunia. Sekalipun selalu menyuarakan persatuan sebagai bangsa dan negara, masyarakat Indonesia tetap diingatkan tentang keberagaman sebagai kekayaan yang harus selalu dijaga. Dengan kata lain, setiap orang Indonesia bisa mengidentifikasi diri sebagai bangsa yang sama dengan orang Indonesia lain, tetapi juga berbeda karena berasal dari kelompok etnis yang berbeda.

Sebagai contoh, orang Batak bisa menyamakan dirinya dengan orang Sunda sebagai orang Indonesia, tetapi tetap mempertahankan identitas ke-Batak-an atau ke-Sunda-an. Dengan demikian, terdapat identitas etnis yang telah lama ada untuk tetap dipertahankan, sekaligus identitas baru yang akan selalu dibanggakan.

Konsep tersebut berbeda dengan melting pot yang banyak terjadi di Amerika Serikat, di mana kelompok etnis yang beragam lama-lama menjadi homogen atas dasar kesatuan sebagai American people. Selain itu, kelompok etnis yang jauh berbeda 'dipaksa' menjadi suatu identitas baru, terbukti dengan etnis White yang tercatat sebagai kelompok mayoritas sekalipun White people sebenarnya terdiri dari German, English, French, Italian, dan etnis lainnya. Kelompok etnis yang berbeda-beda dari Asia dinamakan Asian American padahal kelompok tersebut terdiri dari Chinese, Filipino, Vietnamnese, dan lainnya dengan karakteristik kultur yang jauh berbeda.

'Manipulasi' Sistematis Terkait dengan Pluralisme

Indonesia didirikan sejak awal atas dasar kesamaan yang dialami oleh setiap kelompok etnis dari Sabang sampai Merauke sebagai orang-orang yang terbelenggu 'penjajahan' oleh bangsa asing. Ide kultural ini dijadikan sebagai 'alat' untuk 'memanipulasi' semua kelompok etnis untuk tetap bersatu sebagai bangsa Indonesia.

Konsep ini tidak hanya mampu menyatukan kelompok-kelompok etnis yang jauh berbeda, tetapi juga mampu mempertahankan persatuan yang ada hingga saat ini. Bahkan, gerakan separatisme yang muncul atas dasar 'kesadaran' bahwa mereka berbeda mampu 'dibelenggu' dengan adanya mayoritas dari kelompok etnis terkait untuk tetap bergabung sebagai bangsa Indonesia. Itu sebabnya, Gerakan Aceh Merdeka dan Republik Maluku Selatan dapat 'ditumpaskan' oleh Indonesia, sedangkan Organisasi Papua Merdeka hanya 'jalan di tempat'.

Karakteristik Masyarakat Indonesia yang Relatif Dewasa

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun