Mohon tunggu...
Andini AprysheilaRahmi
Andini AprysheilaRahmi Mohon Tunggu... Jurnalis - Seorang Mahasiswa

Sometimes we win, sometimes we learn. So, never guilty to choose yourself.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kasus Intimidasi terhadap Pers Mahasiswa di Tengah Ketidakpastian Hukum

21 September 2021   23:17 Diperbarui: 6 Oktober 2021   18:01 453
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Kasus Intimidasi Terhadap Pers Mahasiswa di Tengah Ketidakpastian Hukum

Oleh

Andini Aprysheila Rachmi

Dengan mengikuti kegiatan pers di kampus dapat menjadi langkah awal bagi kita untuk belajar dan terjun ke dalam dunia jurnalistik. Sebagai mahasiswa, dengan mengikuti kegiatan Pers/ jurnalistik kita dapat mengimplementasikan tri darma perguruan tinggi yaitu penelitian dan pengembangan serta pengabdian kepada masyarakat. 

Yang mana hal tersebut diwujudkan dalam bentuk terus mengikuti perkembangan dan memproduksi informasi untuk dikembalikan lagi ke publik baik civitas akademika maupun masyarakat umum. 

Tetapi dengan diselenggarakannya kegiatan pers mahasiswa ini tak sedikit kasus kekerasan yang menimpa para awak pers mahasiswa ketika sedang meliput aksi di lapangan.

Meledaknya kasus reformasi tahun 1998 menjadi indikasi tumbuh suburnya pers kampus serta suara-suara kritis mulai terdengar. Jatuhnya rezim orde lama melahirkan nafas baru yang mengakui adanya kebebasan berekspresi. 

Hal ini dapat dikatakan merupakan bentuk dari dampak yang terjadi akibat adanya kebijakan NKK (Normalisasi Kegiatan Kampus) dan BKK (Badan Koordinasi Kemahasiswaan) pada tahun 1978. Mahasiswa yang mencoba untuk kritis kebanyakan mendapatkan berbagai hukuman seperti penangkapan, penahanan bahkan dipenjara, bahkan pemberhentian kegiatan.

Meski jatuhnya orde lama serta lahirnya orde baru yang dinilai mendukung kebebasan bersuara hingga kebebasan berekspresi, tidak menutup kasus lama yang serupa terulang kembali dan bahkan dialami hingga saat ini. 

Contohnya pada peristiwa demonstrasi penolakan pengesahan RUU Cipta Kerja yang terjadi pada Oktober 2020 dilaporkan beberapa awak media seperti yang berasal dari Badan Otonom Gerakan Mahasiswa (BO GEMA) Politeknik Negeri Jakarta, Lembaga Pers Kampus (LPK) GEMA Universitas Negeri Surabaya, dan Pers Lingkungan Mahasiswa (Perslima) Universitas Pendidikan Indonesia, yang dinyatakan hilang ketika sedang melakukan peliputan aksi di lapangan.

Bukti kasus lainnya tentang kekerasan terhadap awak pers mahasiswa seperti yang riset dirangkum oleh tirto.id menyebutkan bahwa pada tahun 2014-2016 menunjukan, dari 64 pers mahasiswa di Indonesia, 47 di antaranya pernah mengalami kekerasan. Kekerasan berbentuk intimidasi, ancaman pemecatan, ancaman pembredelan, hingga kriminalisasi. Hasil riset juga menyebutkan, pelaku kekerasan yang terjadi didominasi oleh birokrasi kampus (rektorat).

Satu kasus lain yang dapat kita ambil pada tahun 2019, yang menyebutkan kasus pemecatan awak Pers Mahasiswa Suara Universitas Sumatera Utara (USU) oleh pihak rektorat. Hal ini membuktikan bahwa kasus intimidasi terhadap pers mahasiswa tidak hanya dilakukan oleh aparat tetapi pihak kampus yang seharusnya mendukung, memfasilitasi dan menciptakan generasi mahasiswa yang kritis, juga ikut serta dalam pembredelan dan pembungkaman yang dialami kawan-kawan pers mahasiswa.

Kalau saja kita pahami, di dalam UU Pers menyebutkan pers mahasiswa yang digerakkan oleh mahasiswa, meskipun tidak berbadan hukum, tetaplah merupakan lembaga yang melaksanakan kegiatan jurnalistik. Memang, UU Pers tidak memberikan kepastian perlindungan terhadap Lembaga Pers Mahasiswa. Pasal 18 ayat 1 UU Pers, bahwa memang perlindungan yang disebutkan hanya lah diperuntukkan bagi perusahaan pers.

Sebaiknya kita jangan kaku terhadap pengertian dan substansi dari pers itu sendiri bukannya sekadar perspektif atau normatif belaka, tetapi juga menyangkut tentang nilai. Seperti halnya pengakuan media alternatif seperti LPM oleh AJI (Aliansi Jurnalis Independen) menyebutkan bahwa jurnalis itu dilihat berdasarkan karya dan kerja. Padahal pada faktanya, dibandingkan media mainstream lain, yang kendatipun sudah terverifikasi oleh Dewan Pers, tak sedikit kasus yang membuktikan bahwa pers mahasiswa lebih jauh beretika dan berpihak pada kepentingan masyarakat.

Studi kasus yang juga menjadi bukti bahwa rawannya posisi pers mahasiswa adalah kasus yang terjadi pada akhir tahun 2018 lalu yaitu perihal pemanggilan awak BPPM Balairung oleh kepolisian. Pemanggilan tersebut terkait dengan tulisan yang mereka muat tentang kasus kekerasan seksual yang terjadi di kampus UGM pada tahun 2017.

Yang menjadi pertanyaan adalah proses pemanggilan mereka oleh kepolisian tidaklah fokus pada kasus kekerasan seksual yang dialami A (korban pelecehan seksual) tetapi mengarah kepada tulisan wartawan dan proses reportasenya, yang pada intinya meragukan kebenaran informasi yang dimuat media tersebut. Polisi tidak seharusnya melakukan pemanggilan tersebut untuk meminta keterangan sebagai saksi, karena posisi penulis adalah seorang wartawan yang mendapat informasi dari korban. Pada kasus pemanggilan ini polisi dinilai telah keluar jalur, karena membuat berita yang ditulis wartawan sebagai alat untuk mempertanyakan kasus yang ditulisnya.

Dari penjelasan tentang hukum yang melibatkan pers mahasiswa, kasus di atas akan merujuk pada UU Pers Nomor 40 tahun 1999 Pasal 8, yang berbunyi bahwasanya wartawan mendapat perlindungan hukum dalam melaksanakan profesinya. Maka hal tersebut juga akan berkaitan juga dengan bunyi dari Pasal 18 yang menyebutkan, pihak yang menghalang-halangi tugas seorang jurnalis masuk pelanggaran hukum pidana.

Penyebab terjadinya kasus kekerasan hingga tindakan preventif dari aparat yang menimpa para pelaku kegiatan pers mahasiswa dapat kita uraikan menjadi beberapa faktor. 

Salah satunya terkait tidak adanya perlindungan hukum dimana UU Pers tidak memberikan kepastian perlindungan terhadap Lembaga Pers Pahasiswa. 

Dalam Pasal 18 ayat 1 UU Pers, perlindungan yang disebutkan hanya lah diperuntukkan 'bagi perusahaan pers'. Kedudukan Lembaga Pers Mahasiswa yang hanya sebagai Unit Kegiatan Mahasiswa tentunya mempersulit mahasiswa dalam memperoleh status badan hukum. Ditambah, mayoritas Lembaga Pers Mahasiswa masih bergantung pada pendanaan kampus. 

Sehingga hal ini kerap kali menjadi kegelisahan para awak media dari pers mahasiswa, mereka sering kali mendapatkan intimidasi dari pihak Universitas, kemudian pembredelan, bahkan hingga ancaman DO atau drop out. Faktor selanjutnya ialah kurangnya pengakuan keberadaan pers mahasiswa yang ada oleh masyarakat, sehingga hal tersebut mengakibatkan para wartawan pers mahasiswa menjadi banyak dipertanyakan ketika melakukan liputan ke luar kampus.

Lembaga Pers Mahasiswa memang tidak dipayungi dengan hukum atau undang-undang kebebasan pers. Tidak disebutkan dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999. Tetapi kegiatan penyelenggaraan yang dilakukan pers mahasiswa juga dapat dikatakan sebagai kegiatan jurnalistik, yang mana berpangku pada prinsip kerja dan karya. 

Sebagai media alternatif, pers mahasiswa juga berperan penting dalam peliputan, penyebarluasan informasi, serta pengungkapan fakta yang kebanyakan tidak dilakukan oleh media mainstream. Kedudukan nya sebagai UKM atau Unit Kegiatan Mahasiswa, dengan kata lain semua aktivitasnya masih di bawah peraturan kampus inilah yang bisa dikatakan sebagai penyebab seringnya perlakuan kekerasan, dan ancaman-ancaman yang datang dari para birokrat kampus serta aparat.

Referensi:

"Membredel Pers Mahasiswa", Tirto, diakses 13 Juni 2021.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun