Penulis :
Shafa Az-Zahra N. R. (11231330000069)
Rafina Khairunisa (11231330000078)
Ramzy Ammar P. (11231330000084)
Andi Najda N. (11231330000095)
Apa itu HAM?
Hak Asasi Manusia (HAM), yang diucapkan dalam bahasa Inggris sebagai "Human Rights" dan ditulis dalam bahasa Perancis sebagai "droits de i'homme", adalah konsep hukum dan normatif yang menyatakan bahwa manusia memiliki hak yang diberikan Tuhan karena mereka adalah manusia. Hak Asasi Manusia berlaku secara universal, kapan pun dan kepada siapa pun . Hak asasi manusia, di sisi lain, dianggap sebagai pengejawantahan nilai-nilai yang diterima masyarakat oleh mereka yang menentang penggunaan unsur alamiah.
Dibandingkan dengan masa reformasi sebelumnya, HAM mendapat perhatian yang lebih besar. Namun, untuk memenuhi hak pribadi, penting untuk tidak melanggar hak orang lain. Melindungi martabat manusia adalah tujuan HAM dan berfungsi sebagai landasan moral dalam hubungan sosial.
HAM Menurut Para Ahli
Dunia hak asasi manusia adalah bidang yang sangat luas, jadi ada beberapa ahli dan undang-undang yang mendefinisikan hak asasi manusia sebagai cabang ilmu baru.
HAM menurut Jhon Locke
Hak asasi manusia adalah hak yang langsung diberikan Tuhan kepada manusia sebagai hak yang kodrati. Oleh sebab itu tidak ada kekuatan di dunia ini yang bisa mencabutnya. HAM memiliki sifat yang mendasar dan suci.
HAM menurut miriam budiarjo
HAM adalah hak yang dimiliki setiap orang sejak lahir didunia. Hak itu sifatnya universal, karna hak dimiliki tanpa adanya perbedaan. Baik itu ras, jenis kelamin, suku dan agama.
HAM menurut Prof. Koentjoro Poerbopranoto.
HAM adalah suatu hak yang bersifat mendasar. Hak yang dimiliki manusia sesuai dengan kodratnya yang pada dasarnya tidak bisa dipisahkan (Ahluwalia et al., 2021).
HAM menurut undang-undang nomer 39 tahun 1999
HAM adalah seperangkat hak yang melekat pada diri manusia sebagai ciptaan tuhan yang maha esa. Hak tersebut merupakan anugrah yang wajib dilindungi dan dihargai oleh setiap manusia (Nani & Ali, 2020).
Pelanggaran HAM
Ketika hak asasi seseorang atau kelompok dirampas, diabaikan, atau tidak dihormati, baik oleh individu, kelompok lain, atau negara, pelanggaran hak asasi manusia (HAM) terjadi. Pelanggaran hak asasi manusia dapat mencakup pelanggaran hak sipil, politik, ekonomi, sosial, atau budaya.
Pelanggaran Hak Asasi Manusia dapat didefinisikan sebagai setiap perbuatan seseorang atau kelompok orang, termasuk aparat negara, baik disengaja maupun tidak disengaja, atau kelalaian yang secara melawan hukum mengurangi, menghalangi, membatasi, atau mencabut Hak Asasi Manusia seseorang atau kelompok orang yang dijamin oleh Undang-Undang ini, dan tidak mendapatkan atau diharapkan tidak akan mendapatkan penyelesaian hukum yang adil dan benar, berdasarkan undang-undang yang berlaku (Kusnadi, 2017).
Peran Negara dan Pemerintah
Tanggung jawab negara merupakan prinsip dasar hukum internasional, yang bersumber pada prinsip kedaulatan dan persamaan hak antar negara. Tanggung jawab negara muncul ketika suatu negara melanggar kewajiban internasional untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu, baik kewajiban tersebut didasarkan pada perjanjian internasional atau hukum kebiasaan internasional.Â
Pasal 28 I ayat (4) UUD 1945 dengan jelas menyatakan bahwa perlindungan, pemajuan, penegakan dan pemenuhan hak asasi manusia adalah tanggung jawab Negara, khususnya Pemerintah. Demikian pula UUD Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia menyatakan pada pasal 71: "Pemerintah wajib dan bertanggung jawab menghormati, melindungi, menegakkan, dan memajukan hak asasi manusia yang diatur dalam undang- undang ini, peraturan perundang-undangan lain, dan hukum internasional tentang hak asasi manusia yang diterima oleh negara Republik Indonesia".
Menegakkan hukum dan keadilan terkait hak asasi manusia (HAM) merupakan salah satu tantangan besar bagi banyak negara, termasuk Indonesia. Pemerintah harus menghadapi berbagai hambatan yang bersifat struktural, kultural, dan politik dalam memastikan bahwa pelanggaran HAM mendapat penanganan yang adil dan sesuai dengan prinsip-prinsip hukum internasional.
Beberapa tantangan utama yang dihadapi pemerintah dalam menegakkan HAM yaitu seperti:
Kelemahan sistem peradilan
Politik kekuasaan
Kurangnya pendidikan dan kesadaran publik tentang HAM
Kurangnya Sumber Daya dan Dukungan untuk Kasus Pelanggaran HAM
Pengaruh Budaya dan Tradisi
Untuk mengatasi tantangan di atas, sistem peradilan yang independen dan akuntabel menjadi kunci dalam menegakkan hukum dan keadilan terkait pelanggaran HAM. Sistem peradilan yang independen dan akuntabel sangat penting untuk meningkatkan kepercayaan publik, mencegah impunitas, memberikan perlindungan bagi korban, mendorong akuntabilitas pemerintah, pencarian kebenaran dan rekonsiliasi, penerapan prinsip-prinsip hukum internasional, dan lain sebagainya.
Peran Masyarakat Sipil
Keterlibatan masyarakat dalam memantau dan mengadvokasi hak asasi manusia (HAM) di Indonesia telah memberikan kontribusi besar dalam perubahan kebijakan dan perlindungan hak-hak dasar. Organisasi non-pemerintah (LSM), media, dan komunitas internasional memainkan peran kunci dalam menyoroti pelanggaran HAM dan memperjuangkan keadilan.Â
LSM seperti Kontras (Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan) dan YLBHI (Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia) secara konsisten mengadvokasi hak-hak korban pelanggaran HAM, baik dalam konteks pelanggaran yang dilakukan oleh negara maupun oleh aktor non-negara. Media, baik itu media tradisional maupun media sosial, berfungsi sebagai sarana untuk mengedukasi masyarakat luas tentang isu-isu HAM dan menekan pemerintah untuk bertindak. Selain itu, komunitas internasional sering memberikan dukungan kepada organisasi lokal, seperti melalui laporan dan resolusi yang disampaikan di forum-forum internasional, misalnya di Komite Hak Asasi Manusia PBB.Â
Salah satu contoh aksi nyata oleh masyarakat sipil di Indonesia yang berhasil membawa perubahan adalah kampanye pengungkapan pelanggaran HAM masa lalu, terutama terkait dengan Peristiwa 1965 dan pembantaian massal. Aktivis, bersama dengan korban, berhasil mengangkat kasus ini melalui berbagai gerakan dan aksi protes, seperti yang dilakukan oleh Komite Aksi Solidaritas untuk 65 (KAS65), yang menuntut pengakuan dan permintaan maaf dari pemerintah. Sebagai hasilnya, pemerintah Indonesia mulai membuka dialog tentang rekonsiliasi dan keadilan sejarah, meskipun perjalanan menuju penyelesaian yang adil masih panjang.Â
Gerakan lain yang signifikan adalah aksi masyarakat sipil dalam menuntut pembenahan sistem peradilan terkait kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan dan korban kekerasan seksual, yang akhirnya mendorong disahkannya Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS) pada tahun 2022, sebuah tonggak penting dalam perlindungan HAM perempuan di Indonesia. Semua contoh ini menunjukkan bagaimana keterlibatan aktif masyarakat dalam mengadvokasi hak asasi manusia dapat membawa perubahan nyata, meskipun tantangan untuk memastikan keadilan tetap ada.
Aksi Nyata yang Bisa Kita L:akukan dan Pentingnya Pendidikan Kesadaran HAMÂ
Untuk mewujudkan perlindungan HAM yang nyata, diperlukan aksi konkret dari berbagai elemen masyarakat. Salah satu tindakan yang bisa diambil adalah advokasi, yaitu mengedukasi diri dan orang lain tentang pentingnya hak asasi manusia melalui penyebaran informasi di media sosial atau keterlibatan dalam kampanye HAM. Partisipasi aktif dalam pemilu dan dukungan terhadap kebijakan pro-HAM merupakan langkah signifikan untuk memastikan perlindungan HAM menjadi prioritas dalam kebijakan publik. Selain itu, dukungan kepada korban pelanggaran HAM---baik melalui donasi maupun solidaritas moral---memperkuat komitmen masyarakat untuk memperjuangkan keadilan dan hak asasi secara nyata (Lestari, 2020).
Pendidikan dan kesadaran akan HAM juga memiliki peran penting dalam membangun masyarakat yang adil dan menghargai hak asasi. Pendidikan tentang HAM sejak dini di sekolah dapat membentuk generasi yang lebih peka terhadap isu-isu HAM dan memahami pentingnya hak setiap individu (Komnas HAM, 2021). Kampanye kesadaran bertujuan untuk mengubah persepsi publik dan mengajak masyarakat untuk menghargai HAM sebagai hak dasar yang melekat pada setiap individu, tanpa terkecuali. Selain itu, penyebaran informasi yang akurat dan transparan sangat penting untuk menghindari disinformasi yang bisa merusak pemahaman dan penegakan HAM (Prasetyo, 2019).
Kolaborasi antara masyarakat, pemerintah, dan organisasi non-pemerintah juga penting dalam memperkuat perlindungan HAM di Indonesia. Dukungan dari lembaga-lembaga HAM seperti Komnas HAM, serta keterlibatan masyarakat dalam program advokasi, memperluas cakupan perlindungan hak asasi di tingkat lokal dan nasional. Pemerintah memiliki peran krusial dalam menyediakan akses pendidikan HAM yang inklusif dan memastikan penegakan hukum yang adil. Sinergi antara berbagai pihak ini diharapkan dapat memperkuat sistem perlindungan HAM dan membawa perubahan positif bagi masyarakat luas (Santoso, 2022).
Membangun Solidaritas Global sebagai upaya untuk aksi nyata kepedulian terhadap HAM
Di tengah meningkatnya pelanggaran hak asasi manusia (HAM) secara global, isu solidaritas lintas negara menjadi semakin krusial. Solidaritas global dalam konteks HAM berarti keterlibatan aktif negara-negara, organisasi internasional, dan masyarakat global untuk bersama-sama menangani ketidakadilan dan memastikan hak-hak dasar manusia dihormati. Namun, untuk mencapai aksi nyata dalam memperjuangkan HAM, solidaritas global harus lebih dari sekadar simpati; harus ada upaya konkret yang ditindaklanjuti melalui kolaborasi global.
Pentingnya solidaritas global
David Held dan Anthony McGrew dalam "Globalization/Anti-Globalization: Beyond the Great Divide"Â menekankan pentingnya solidaritas global dalam menghadapi ketidakadilan struktural yang terjadi di seluruh dunia. Menurut mereka, solidaritas global tidak hanya sekedar perasaan simpati, melainkan harus diwujudkan melalui tindakan kolektif yang didorong oleh kesadaran akan nasib bersama.
"Solidaritas global bukan sekadar solidaritas lintas batas geografis, tetapi juga tindakan kolektif dalam menghadapi ketidakadilan struktural yang terjadi di seluruh dunia." (Held & McGrew, 2007)
Dengan kata lain, solidaritas global menuntut keterlibatan aktif setiap pihak dalam menciptakan lingkungan sosial yang adil dan inklusif bagi semua orang, tanpa memandang latar belakang atau negara asal.
Aksi Nyata untuk Membangun Solidaritas
Aksi nyata untuk mendukung HAM dalam konteks solidaritas global memerlukan pemahaman bahwa setiap individu memiliki peran dalam melawan ketidakadilan. Amartya Sen (1999) dalam bukunya Development as Freedom menekankan bahwa solidaritas dan aksi nyata dalam memajukan HAM harus berfokus pada pemberdayaan masyarakat. Kebebasan di sini mencakup berbagai aspek, mulai dari kebebasan ekonomi hingga kebebasan politik, yang semuanya berkontribusi pada kemajuan hak asasi manusia.
"Solidaritas dan aksi nyata dalam memajukan HAM tidak bisa dilepaskan dari upaya untuk memberdayakan masyarakat." (Sen, 1999)
Sen mengingatkan bahwa aksi nyata yang diambil untuk memajukan HAM dan keadilan global harus berakar pada upaya pemberdayaan, bukan hanya pada bantuan sementara atau pendekatan yang dangkal.
Tantangan Solidaritas Global dalam Pelaksanaan Aksi Nyata
Salah satu tantangan besar dalam membangun solidaritas global adalah perbedaan kepentingan politik dan ekonomi di antara negara-negara, yang kerap kali menjadi penghambat utama dalam menangani pelanggaran HAM. Thomas Pogge (2002) dalam artikelnya World Poverty and Human Rights menegaskan bahwa kemiskinan global dan ketidakadilan struktural tidak akan dapat diselesaikan tanpa aksi nyata dari aktor-aktor internasional, termasuk negara-negara maju. Pogge menyebutkan bahwa solidaritas global memerlukan upaya kolektif untuk mengubah struktur yang memungkinkan ketidakadilan dan kemiskinan terus terjadi.
"Kemiskinan global dan ketidakadilan yang meluas memerlukan aksi nyata dari aktor-aktor internasional, termasuk negara-negara maju dan organisasi global, untuk mengatasi ketidakadilan struktural ini." (Pogge, 2002)
Pogge menyoroti pentingnya peran negara maju dalam membantu negara-negara berkembang keluar dari kemiskinan dan ketidakadilan, baik melalui bantuan langsung maupun dengan membangun kerangka kerja internasional yang lebih adil.
Apa yang Bisa Kita Lakukan?
Membangun solidaritas global untuk melindungi dan memajukan hak asasi manusia memerlukan pendekatan yang komprehensif. Beberapa langkah konkret yang dapat dilakukan antara lain:
Kolaborasi antar pemerintah dan organisasi internasional untuk memperkuat kerangka hukum internasional yang melindungi HAM.
Menggalang dukungan publik melalui kampanye global yang mengedukasi masyarakat mengenai pentingnya HAM dan solidaritas lintas negara.
Pemberdayaan masyarakat agar mereka memiliki kapasitas untuk memperjuangkan hak mereka, seperti yang ditekankan oleh Amartya Sen.
Penghapusan ketidakadilan struktural melalui kebijakan ekonomi dan politik yang mendukung distribusi kekayaan dan sumber daya secara adil, seperti yang dijelaskan oleh Thomas Pogge.
Kesimpulan
Membangun solidaritas global dalam konteks HAM bukan hanya tentang menghadapi keadaan darurat HAM, tetapi juga menciptakan perubahan struktural yang mendasar agar hak asasi manusia dapat terjamin bagi semua. Solidaritas global menuntut aksi nyata yang berkelanjutan, mulai dari kolaborasi internasional hingga pemberdayaan masyarakat lokal. Dengan mengedepankan pendekatan yang inklusif dan berkesinambungan, kita dapat membangun dunia yang lebih adil dan menjadikan solidaritas global sebagai kekuatan utama dalam perjuangan HAM.
SUMBER
Maylani U, Gulo DV, Azidan FL. Penegakan Hukum Mengenai Hak Asasi Manusia (HAM) di Indonesia. PLEDOI (Jurnal Hukum dan Keadilan). 2022 Sep 15;1(1):12-8.
Saputri N. Perkembangan dan Pelanggaran Hak Asasi Manusia. Jurnal Pusdansi. 2023;2(4).
Komnas HAM. (2021). Laporan Tahunan Komnas HAM 2021. Jakarta: Komisi Nasional Hak Asasi Manusia.
Lestari, A. (2020). Advokasi HAM di Indonesia: Tinjauan dan Implementasi. Jakarta: Yayasan Advokasi HAM.
Prasetyo, H. (2019). Pendidikan Hak Asasi Manusia dalam Masyarakat. Yogyakarta: Penerbit Insan Cendekia.
Santoso, D. (2022). Sinergi Pemerintah dan Masyarakat dalam Perlindungan HAM. Bandung: Media Bina Hukum.
Lihat Huala Adolp, Aspek-Aspek Negara dalam Hukum Internasional, Edisi Revisi, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2002, hlm. 255.
Saafroedin Bahar, Konteks Kenegaraan Hak Asasi Manusia, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 2002, hlm. 357, dikutip Hernadi Affandi, Problematika Perlindungan dan Penegakan Hak Asasi Manusia di Indonesia, dalam Bagir Manan dan Kawan-Kawan, Dimensi-Dimensi Hukum Hak Asasi Manusia, Butir-butir Pemikiran Dalam Rangka Purnabakti Prof. Dr. H. Rukmana Amanwinata, SH., MH., hlm. 46.
Sugeng Bahagijo dan Asmara Nababan, Hak Asasi Manusi: Tanggung Jawab Negara Peran Institusi Nasional dan Masyarakat, KOMNAS HAM, Jakarta, 1999. hlm. viii.
Kontras, "Laporan Keadilan atas Pelanggaran HAM Berat," [Kontras.org](https://www.kontras.org)
BBC News Indonesia, "Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual Disahkan," [BBC.com](https://www.bbc.com/indonesia)
Held, D., & McGrew, A. (2007). Globalization/Anti-Globalization: Beyond the Great Divide. Polity Press.
Sen, A. (1999). Development as Freedom. Oxford University Press.
Pogge, T. (2002). World Poverty and Human Rights. Ethics & International Affairs, 19(1), 1--7.
Kaldor, M. (2012). New and Old Wars: Organized Violence in a Global Era. Stanford University Press.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI