Kelemahan sistem peradilan
Politik kekuasaan
Kurangnya pendidikan dan kesadaran publik tentang HAM
Kurangnya Sumber Daya dan Dukungan untuk Kasus Pelanggaran HAM
Pengaruh Budaya dan Tradisi
Untuk mengatasi tantangan di atas, sistem peradilan yang independen dan akuntabel menjadi kunci dalam menegakkan hukum dan keadilan terkait pelanggaran HAM. Sistem peradilan yang independen dan akuntabel sangat penting untuk meningkatkan kepercayaan publik, mencegah impunitas, memberikan perlindungan bagi korban, mendorong akuntabilitas pemerintah, pencarian kebenaran dan rekonsiliasi, penerapan prinsip-prinsip hukum internasional, dan lain sebagainya.
Peran Masyarakat Sipil
Keterlibatan masyarakat dalam memantau dan mengadvokasi hak asasi manusia (HAM) di Indonesia telah memberikan kontribusi besar dalam perubahan kebijakan dan perlindungan hak-hak dasar. Organisasi non-pemerintah (LSM), media, dan komunitas internasional memainkan peran kunci dalam menyoroti pelanggaran HAM dan memperjuangkan keadilan.Â
LSM seperti Kontras (Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan) dan YLBHI (Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia) secara konsisten mengadvokasi hak-hak korban pelanggaran HAM, baik dalam konteks pelanggaran yang dilakukan oleh negara maupun oleh aktor non-negara. Media, baik itu media tradisional maupun media sosial, berfungsi sebagai sarana untuk mengedukasi masyarakat luas tentang isu-isu HAM dan menekan pemerintah untuk bertindak. Selain itu, komunitas internasional sering memberikan dukungan kepada organisasi lokal, seperti melalui laporan dan resolusi yang disampaikan di forum-forum internasional, misalnya di Komite Hak Asasi Manusia PBB.Â
Salah satu contoh aksi nyata oleh masyarakat sipil di Indonesia yang berhasil membawa perubahan adalah kampanye pengungkapan pelanggaran HAM masa lalu, terutama terkait dengan Peristiwa 1965 dan pembantaian massal. Aktivis, bersama dengan korban, berhasil mengangkat kasus ini melalui berbagai gerakan dan aksi protes, seperti yang dilakukan oleh Komite Aksi Solidaritas untuk 65 (KAS65), yang menuntut pengakuan dan permintaan maaf dari pemerintah. Sebagai hasilnya, pemerintah Indonesia mulai membuka dialog tentang rekonsiliasi dan keadilan sejarah, meskipun perjalanan menuju penyelesaian yang adil masih panjang.Â
Gerakan lain yang signifikan adalah aksi masyarakat sipil dalam menuntut pembenahan sistem peradilan terkait kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan dan korban kekerasan seksual, yang akhirnya mendorong disahkannya Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS) pada tahun 2022, sebuah tonggak penting dalam perlindungan HAM perempuan di Indonesia. Semua contoh ini menunjukkan bagaimana keterlibatan aktif masyarakat dalam mengadvokasi hak asasi manusia dapat membawa perubahan nyata, meskipun tantangan untuk memastikan keadilan tetap ada.