Persepsi
Pada awalnya, pembahasan persepsi hanya berkaitan dengan hal-hal yang ilmiah saja yang bersifat luaran, permukaan sensasi fisik atau bentuk ilmiah yang masuk pada jiwa kemudian mempengaruhi aspek tertentu pada manusia seperti kondisi psikologi, pengertian ini bisa dijumpai pada pembahasan persepsi di Yunani.
      Namun dalam pandangan Mulla Sadra, persepsi diartikan sebagai Idrak yang diartikan sebagai abstraksi. Kata Idrak dalam bahasa arab berasal dari kata Adraka-yudriku yang memiliki arti capaian atau pengetahuan. pengetahuan yang dimaksud adalah pemahaman manusia yang tidak terbatas pada hal-hal material atau ilmiah saja, melainkan persepsi manusia mencakupi hal-hal yang lebih luas dari aspek materialnya yaitu pengetahuan tentang jiwa. Artinya Idrak atau abstraksi disini berkaitan dengan capaian manusia yang melampaui aspek materialnya yang memiliki nilai akut, dengan kata lain Mulla Sadra menawarkan konsep persepsi atau pengetahuan yang lebih tinggi melebihi aspek ilmiahnya yaitu filosofis (Micro Cosmic).
      Dalam pandangannya Mulla Sadra juga membagi pengertian  persepsi  dalam berbagai tingkatan masing-masing seperti perolehan, capaian, kedatangan, penangkapan, penggenggaman, pemahaman dan kecerdasan dari semua pengertian diatas semuanya pengetahuan.
      Persepsi dalam pandangan New Sadrian adalah perjumpaan dan kedatangan, artinya locus perjumpaan persepsi sebenarnya bukan perjumpaan di alam fisik, melainkan perjumpaan akal, maka seluruh pengetahuan manusia harus memiliki koneksi terhadap hal-hal Transinden (Maknawiyyat) agar sampai pada titik kesempurnaannya.
      Dalam pandangan Mulla Sadra, jiwa dipahami sebagai potensialitas atau jiwa manusia berpotensi menjadi aktual dari apa yang ditujunya sesuai dengan tingkatan pengetahuannya. Maka pengetahuan merupakan potensi untuk menuju aktualitasnya, sejauh mana pengetahuan kita itulah yang menentukan titik aktualitasnya. Jiwa manusia memiliki dua karakter yaitu filosofis dan psikologi, karakter psikologis diperoleh dari hubungan ilmiah antara indera dengan imajinasi atau Bahasa lainnya bentuk ilmiah adalah potensi dalam kaitannya dengan pengetahuan manusia untuk menuju aktualitasnya pada sisi Filosofisnya.
      Oleh karena itu pengetahuan kita harus sampai pada pengetahuan folosofis (akal) agar pengetahuan manusia sampai pada titik aktualitas tertingginya yaitu kesucian (mustafad) agar pengetahuan menjaga manusia dalam semua aspek kehidupannya, artinya akal mengantarkan manusia pada kestabilan persepsinya karena kesadaran manusia butuh pada akal untuk menemukan kestabilannya, contoh, manusia menyadari kematian bahwa setiap yang bernyawa pasti akan mati, tetapi bagaimana manusia berjalan menuju kematiannya itulah kinerja akal.
      Maka sekalipun bentuk filosofis perlu dibawa pada tingkatan yang lebih tinggi yaitu akal, akal harus diantar pada aktualitas sejatinya, pada tingkatan ini keberadaan tidak lagi berkaitan dengan potensi, keberadaan bisa kita pahami tidak butuh pada gambaran atau forma dan materi tetapi lebih dari itu bahwa keberadaan itu eksis, ada merupakan aktualitas atau acuan. Artinya objek pemahaman tertinggi adalah akal dalam persepsi tentang keberadaan. Maka ada sebagai wujud itu aktif, jika akal kita sampai pada titik aktualnya pasti akal kita menjadi aktif tak terbatas. Olehnya bentuk tidak bisa mebatasi keberadaan (wujud). Â
Tingkatan Persepsi
      Pada pembahasan sebelumnya, kita ketahui bahwa kesadaran manusia belum stabil karena ketiadaan pengetahuan maka pengetahuan harus mengantarkan pada titik kestabilannya karena locus persepsi adalah kestabilan, dengan kata lain persepsi sendiri adalah kestabilan.
      Tingkatan persepsi hubungannya dengan persepsi membicarakan perjalanan jiwa sesuai tingkatan atau fakultasnya yaitu persepsi indera, imajinasi dan akal. Pikiran manusia sebagai potensi artinya pengetahuan manusia berbicara kebaruan dari apa yang ditangkapnya, selalu ada spektrum baru yang belum pernah dibahas sebelumnya. Oleh karena mencapai otentisitas pengetahuan menjadi sangat penting hingga pada puncaknya pengetahuan menyingkap segala sesuatu secara otentik. Otentisitas persepsi ada pada tingkatan akal, karena akallah yang menjadikan seluruh pengetahuan kita menjadi stabil, artinya tingkatan persepsi indera dan imaji masih bergantung pada akal untuk menemukan titik kestabilannya, agar tidak terjebak pada hal-hal psikologis seperti yang telah dipaparkan di atas. Berikut ulasan mengenai tingkatan persepsi.
Persepsi Inderawi
      Pada tingkatan ini bentuk objek persepsi ada di alam materi atau hal-hal aksiden, yang mempersepsi menemukan wujud-wujud di alam material, pada posisi ini indera menangkap atribut-atribut dari alam material ini (luaran), indera tidak mampu memahami secara riil dari apa yang ditangkap karena hakikat kemateriannya yang sangat kompleks sedangkan indera hanya menangkap luarannya saja.
Persepsi Imajinasi (Khayali)
      Pada tingkatan ini imajinasi mempersepsi dari apa yang ditangkap oleh indera, namun imajinasi mampu memperluas atau mengabstraksikan objek-objek indera sekalipun objeknya terlepas dari indera, misalnya kita melihat sapi berkepala satu tapi inajinasi kita mampu memperluas itu menjadi sapi berkepala lima misalnya, atau kata lainnya imajinasi mampu memahami suatu objek tanpa perlu mensyaratkan kehadiran objek tersebut bagi indera.
Persepsi Akal
      Persepsi ini merupakan tingkatan tertinggi, dalam istilahnya dikenl dengan (Ta'aqqul), pada tingkatan ini akal menjadi tumpuan dari persepsi indera dan imajinasi untuk menemukan titik kestabilannya, jiwa manusia secara potensialitas tidak lepas dari hal-hal psikologis dalam hubungannya dengan alam, maka akal turun untuk menstabilkan jiwa kita karena akal satu-satunya jalan untuk menemukan kestabilan, artinya jiwa sebagai potensi pada aktualitasnya disebut akal, namun aktualitas jiwa tidak diperoleh tanpa adanya perbuatan, perbuatan yang dimaksud adalah realitas alam, artinya perbuatan adalah akal aktif yang mengantarkan manusia pada puncak kestabilannya (kebahagiaan), disinilah perbuatan tidak lagi berkaitan dengan kehampaan dan kegelisah. Berarti ada dua ranah jiwa dalam aktualitasnya yaitu akal aktualitas dari jiwa dan akal adalah jiwa dalam bentuk perbuatan.
Tingkatan Wujud
      Tingkatan wujud tergantung pada tingkatan persepsi manusia inderawi, imajinasi dan akal atau tingkatan persepsi yang mebentuk adanya wujud artinya tingkata persepsi adalah wujud itu sendiri baik indera, inajinasi dan akal pada semua tingkatannya memiliki realitas wujud, namun wujud disini tidak diartikan sebagai Being (menjadi), wujud tidak bisa diartikan sebagai menjadi, seperti meja menjadi kursi karena meja bukanlah wujud (eksistensi) tetapi aksiden, lebih tepatnya disebut wujud yang mengalir, atau wujud yang memiliki potensi berubah (mumkinul wujud). Adapun wujud tetap (wajibul wujud) wajib adanya dan tidak berpotensi menjadi yang lain, artinya wujud ini berada di luar pengetahuan persepsi manusia karena pengetahuan manusia memiliki potensi untuk berubah.
      Tingkatan wujud selaras dengan tingkatan persepsi artinya tingkatan wujud berkaitan dengan tingkatan eksistensinya wujud fisik, wujud imajinasi dan eksistensi akal, ketiganya maujud dan memiliki acuan masing-masing. Maka indera, imajinasi dan akal semuanya memiliki sumber dengan realitas alamnya masing-masing, manusia mampu hidup di tiga ala mini oleh karena itu ada tiga fakultas alam dalam diri manusia, siapapun yang mampu menggunakan ketiganya dengan baik itulah insan kamil, namun tumpuannya pada pengetahuan. wujud sangat terkait dengan pengetahuan karena tingkatan pengetahuan menentukan tingkatan wujud artinya sesuai dengan apa yang dicapai oleh manusia sampai pada tingkatan tertingginya yaitu akal.
      Dalam pandangan Mulla Sadra tingkatan persepsi inderawi dinilai kurang persepsi jiwa cukup dan persepsi akal sempurna, karena setiap naik tingkatan persepsinya semakin tinggi. Pada tingkatan wujud akal pengetahuan sudah tidak terikat oleh materi dan forma, akal berada di luar itu dan substantif.
Kehadiran (huduri)
Manusia mengetahui sesuatu itu ada karena ada yang hadir dalam dirinya, baik dari alam/fisik ataupun dari akal.
      Persepsi dengan wujud tidak akan terjadi tanpa adanya syarat yang dipenuhi yaitu kehadiran, artinya kehadiran sesuatu pada diri manusia meniscayakan adanya wujud dan persepsi, maka persepsi adalah wujud yang dipersepsi bagi yang mempersepsi, wujud sebagai objek dan persepsi sebagai kehadiran, hubungan objek dengan subjek itulah persepsi.
      Maka wujud yang dipersepsi hadir dalam diri manusia pada tingkatan yang lebih tinggi dari materialnya yaitu jiwa.
Wujud Mental
      Wujud mental dalam kaitannya dengan hubungan subjek dan objek yang dipersepsi berkaitan dengan hal eksternal (alam), artinya wujud mental eksis pada diri manusia akibat dari hubungannya dengan alam material dan masuk pada jiwa, karakternya tidak stabil karena berbau psikologis, maka jiwa pada posisi ini berkarakter psikologis instingtif.
      Maka wujud mental perlu dikondisikan dengan kebiasaan-kebiasaan karena ala mini senantiasa berubah maka mental manusia juga senantiasa berubah sesuai dengan syarat ilmiahnya, mental manusia tidak bisa berdiri sendiri karena memiliki tekana dari luar dan harus dikondisikan dengan akal. Oleh karena itu mental susah menolak hal-hal eksternal dengan kata lain wujud mental tidak kuat menerima bayang-bayang dari luar.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H