Mohon tunggu...
ANDIK MAWARDI
ANDIK MAWARDI Mohon Tunggu... Lainnya - analis hukum

membaca dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Pembentukan PERDA: Prosedur, Materi Muatan, dan Pembinaan

1 Februari 2023   12:00 Diperbarui: 1 Februari 2023   12:00 441
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

h. kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan;

i.  ketertiban dan kepastian hukum; dan/atau

j. kesimbangan, keserasian, dan keselarasan.

Bahwa asas materi muatan yang diatur dalam ketentuan  dalam Pasal 5 UU No. 12 Tahun 2011 bersifat komulatif dan/atau alternatif maka keseluruh asas harus tercermin dalam pembentukan peraturan perundang-undangan termasuk pembentukan pembentukan perda provinsi dan kabupaten/kota. Maka tidak terpenuhinya salah satu asas materi muatan perundang-undangan mengakibatkan cacat materiel pada pembentukan perda sehingga berpotensi dianulir oleh MA melalui pengujian materiel oleh pihak yang mempunyai legal standing.

Ke empat, kesesuaian dengan putusan pengadilan. Adapun yang dimaksud "putusan pengadilan" yaitu   putusan pengadilan yang telah diikuti oleh putusan hakim berikutnya. Dengan demikian putusan pengadilan disini tidak hanya mencakup putusan judicial review oleh MA dan MK terhadap perundang-undangan yang diuji oleh kedua lembaga tersebut. Juga yurisprodensi pada putusan pengadilan harus mendapatkan perhatian dari pembentuk perda. Kesesuian Perda dengan perluasan norma kesesuian dengan yurisprodensi merupakan hal baru karena sebelumnya tidak diatur dalam ketentuan UU No. 23 Tahun 2014, dimana dalam ketentuan UU No. 23 Tahun 2014 hanya mengatur kesesuaian perda dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, tidak bertentangan dengan ketertiban umum dan kesusilaan.

Untuk menjaga kesesuian perda agar tidak bertentangan dengan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik, asas materi muatan peraturan perundang-undangan, dan putusan pengadilan berdasarkan ketentuan Pasal 58 ayat  UU No. 13 Tahun 2022 yang mengatur pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan konsepsi Rancangan Peraturan Daerah Provinsi yang berasal dari DPRD Provinsi dan dari Gubernur dilaksanakan oleh kementerian atau lembaga yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.

Adapun harmonisasi dan singkronisasi sesuai ketentuan Pasal 181 ayat (2) Perppu Cipta Kerja menyebutkan bahwa "Harmonisasi dan sinkronisasi yang berkaitan dengan peraturan daerah dan/atau peraturan kepala daerah, dilaksanakan oleh kementerian atau lembaga yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pembentukan peraturan perundang-undangan bersama dengan kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam negeri".

Kelemahan pelaksanaan harmonisasi raperda sesuai ketentuan Pasal 58 dan Pasal 97D UU No. 13 Tahun 2022 yaitu, pertama, memperpanjang birokrasi pembentukan perda karena pembentuk perda harus menyampaikan harmonisasi kepada kementerian atau lembaga yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pembentukan peraturan perundang-undangan sebelum melakukan pembahasan antara kepala daerah dan DPRD. Kedua, tidak ada jaminan hasil harmonisasi raperda oleh kementerian atau lembaga yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pembentukan peraturan perundang-undangan diikuti oleh pembentuk perda karena dalam pembentukan perda merupakan proses politik terkait dengan agregasi kepentingan politik pada pembahasan raperda di DPRD. Ketiga, dalam rangka penyelenggaraan otonomi dan tugas pembantuan, pemerintahan daerah merupakan subyek bukan obyek penyelenggaraan otonomi dan tugas pembantuan, sehingga yang lebih tepat yaitu pemberian pembinaan memberikan konsultatif untuk penyempurnaan materi muatan raperda.

Berdasarkan ketentuan Pasal 9 ayat (1) PP No. 12 Tahun 2018 menyebutkan bahwa "Rancangan Perda yang berasal dari DPRD atau Kepala Daerah dibahas oleh DPRD dan Kepala Daerah untuk mendapatkan persetujuan bersama". Adapun pembahasan Raperda dilakukan melalu pembicaraan tingkat I dan pembicaraan tingkat II. Pembicaraan tingkat I dilakukan melalui serangkaian kegiatan yang diatur dalam Pasal 9 ayat (3) PP No. 12 Tahun 2018, Pembicaraan tingkat I meliputi kegiatan: Dalam hal rancangan Perda berasal dari Kepala Daerah: (a) penjelasan Kepala Daerah dalam rapat paripurna mengenai rancangan Perda; (b) pandangan umum Fraksi terhadap rancangan Perda; dan (c) tanggapan dan/ataujawaban Kepala Daerah terhadap pemandangan umum Fraksi. Dalam hal rancangan Perda berasal dari DPRD: (a) penjelasan pimpinan komisi, pimpinan gabungan komisi, pimpinan Bapemperda, atau pimpinan panitia khusus dalam rapat paripuina mengenai rancangan Perda; (b) pendapat Kepala Daerah terhadap rancangan Perda; dan tanggapan dan/atau jawaban Fraksi terhadap pendapat Kepala Daerah. Pembahasan dalam rapat komisi, gabungan komisi, atau panitia khusus yang dilakukan bersama dengan Kepala Daerah atau pejabat yang ditunjuk untuk mewakili, Penyampaian pendapat akhir Fraksi dilakukan pada akhir pembahasan antara DPRD dan Kepala Daerah atau pejabat yang ditunjuk untuk mewakili. Adapun pembicaraan tingkat II pembahasan perda dilakukan melalui serangkaian kegiatan yang diatur dalam Pasal 9 ayat (4) PP No. 12 Tahun 2018, Pembicaraan tingkat II meliputi kegiatan: Pengambilan keputusan dalam rapat paripurna yang didahului dengan: (a) penyampaian laporan yang berisi proses pembahasan, pendapat Fraksi, dan hasil pembicaraan tingkat I oleh pimpinan komisi, pimpinan gabungan komisi, atau pimpinan panitia khusus; (b) permintaan persetujuan secara lisan pimpinan rapat kepada anggota dalam rapat paripuma; dan (c) pendapat akhir Kepala Daerah. Dalam hal persetujuan tidak dapat dicapai secara musyawarah untuk mufakat, keputusan diambil berdasarkan suara terbanyak. Dalam hal rancangan Perda tidak mendapat persetujuan bersama antara DPRD dan Kepala Daerah, rancangan Perda tersebut tidak dapat diajukan lagi dalam persidangan DPRD masa sidang itu.

Tahapan pembahasan raperda tersebut diatas oleh kepala daerah dan DPRD merupakan unsur formil dalam pembentukan perda. Sehingga dalam hal tidak dilaksanakan tahapan pembahasan yang diatur dalam ketentuan Pasal 9 PP No. 12 Tahun 2018, perda yang ditetapkan oleh kepala daerah atas persetujuan bersama DPRD mempunyai cacat formil dalam pembentukannya sehingga berpotensi dibatalkan oleh MA melalui pengujian formil pembentukan peraturan daerah bagi pihak yang mempunyai legal standing.

Dalam rangka melakukan pembinaan penyelenggaraan pemerintahan daerah, berdasarkan ketentuan Pasal 7 (1) UU No. 23 Tahun 2014 yang menyebutkan bahwa "Pemerintah Pusat melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap penyelenggaraan Urusan Pemerintahan oleh Daerah". Sedangkan dalam rangka pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan pemrintahan oleh daerah kabupaten/kota sesuai dengan ketentuan Pasal 8 ayat (3) UU No. 23 Tahun 2014 yang menyebutkan bahwa "Pembinaan dan pengawasan oleh Pemerintah Pusat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) terhadap penyelenggaraan Urusan Pemerintahan oleh Daerah kabupaten/kota dilaksanakan oleh gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat". Adapun salah satu pembinaan dan pengawasan yang dilaksanakan oleh Menteri Dalam Negeri dan GWPP adalah pembinaan dan pengawasan kebijakan daerah, adapun kebijakan daerah yang dimaksud yaitu perda dan perkada.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun