2. Faktor hukum
Masalah hukum sama pentingnya dengan hukuman. Munculnya permasalahan hukum akan menimbulkan pertanyaan-pertanyaan seperti: Mengapa begitu sulit mengungkap tindak pidana korupsi? Misalnya, dalam kasus Indonesia, banyak orang yang percaya bahwa salah satu hal yang mempersulit pelaporan tindak pidana korupsi adalah undang-undang yang tidak jelas yang memungkinkan adanya penafsiran berbeda dan sistem yang dapat diterapkan pada pelaku kejahatan. membusukPemberantasan kejahatan korupsi melalui penggunaan hukum pidana melibatkan penerapan kebijakan untuk memberantas kejahatan korupsi dan penerapan langkah-langkah untuk mencegah dan menghilangkan kejahatan yang mungkin dilakukan. Sudarto mengatakan apa arti pemerintahan yang bersih, tidak ada atau sedikit sekali kasus korupsi yang tidak bisa dicapai hanya melalui supremasi hukum, sekalipun ada hukum pidana yang menjatuhkan hukuman berat.
Pengadilan harus mengedepankan prinsip kejujuran dan keadilan dalam persidangan dan penyelesaian kasus korupsi. Hukum merupakan kehendak untuk kebaikan yang bersemayam dalam struktur spiritual masyarakat Indonesia. Putusan Majelis Arbitrase harus selalu mencerminkan keadilan bagi korban korupsi, pihak-pihak yang berkepentingan, dan pelaku korupsi. Penanganan perkara korupsi merupakan konsekuensi logis bahwa korupsi digolongkan sebagai tindak pidana tersendiri dalam hukum Indonesia.Korupsi dianggap sebagai kejahatan yang sangat umum. Hal ini dikarenakan korupsi yang merajalela dan sistem yang merampas hak-hak sosial-ekonomi dan asasi manusia, sehingga memerlukan semangat keadilan dari aparat penegak hukum untuk dapat memberikan keadilan kepada para korban. Korupsi, khususnya di kalangan masyarakat miskin. Konsekuensi hukum, pencegahan hukuman, pembayaran lebih tinggi, dan denda lebih tinggi adalah yang pertama. Sesuai dengan ketentuan Pasal 197 ayat 1 huruf f KUHAP, putusan pengadilan harus mempertimbangkan apakah meringankan atau meringankan. Semangat keadilan bagi masyarakat miskin korban kejahatan korupsi harus diseimbangkan dalam proses peradilan, termasuk penuntutan, persidangan, persidangan, dan eksekusi pidana.
3. Faktor Pengaruh Lingkungan
Faktor lingkungan dapat menyebabkan dilakukannya tindak pidana korupsi. Untuk itu, dibutuhkan upaya menciptakan iklim lingkungan yang mendukung tumbuh kembangnya moral atau etika yang tinggi dilingkungan profesional sehingga dapat mencegah dilakukannya tindak pidana korupsi. Upaya tersebut dapat dilakukan dengan penerapan prosedur-prosedur yang demokratis dalam lingkungan internal para profesional.
Menurut Mostopadjadjaja AR, demokrasi tidak hanya mempunyai makna dan berisikan kebebasan tetapi juga tanggung jawab. Tanggung jawab berarti pihak yang diberi amanah harus memberikan laporan atas tugas yang telah dipercayakan kepadanya, dengan mengungkapkan segala sesuatu yang dilakukan, dilihat, ataupun dirasakan, yang mencerminkan keberhasilan dan kegagalan. Demokrasi juga mengandung tuntunan kompetensi dan bermakna kearifan dalam memikul tanggung jawab dalam mewujudkan tujuan bersama, yang dilakukan dengan berkeadaban, disertai dengan komitmen tinggi untuk menegakan kepentingan publik dengan menjunjung tinggi nilai-nilai ketuhanan, kemanusiaan, keadilan, dan kebenaran.
Dengan demikian, apabila lingkungan profesional dengan iklim lingkungan yang bermoral atau beretika tinggi dapat terwujud melalui penerapan prosedur yang demokratis maka yang akan dipelajari seseorang ketika berinteraksi dengan orang lain yang berada dalam lingkungan profesional tersebut adalah tanggung jawab, kearifan dalam memikul tanggung jawab, komitmen yang tinggi dalam bekerja dengan menjunjung tinggi nilai-nilai ketuhanan, kemanusiaan, keadilan, dan kebenaran. Melalui sistem kerja ini diharapkan kejahatan korupsi dapat berkurang.Â
4. Faktor Kesempatan
Faktor kesempatan dapat ditanggulangi dengan adanya sistem checks and blances. Dengan adanya checksand blances ini maka kekuasaan negara dapat diatur, dibatasi bahkan di kontrol dengan sebaik-baiknya, sehingga kesempatan aparat penyelenggara negara ataupun pribadi-pribadi yang kebetulan sedang menduduki jabatan dalam lembaga-lembaga negara untuk menyalahgunakan kekuasaanya atau melakukan tindak pidana korupsi dapat diperkecil.
Didalam sistem chack and blances terkandung juga asas keterbukaan (transparance), yaitu asas yang mebuka diri terhadap hak masyarakatuntuk memperoleh informasi yang benar,jujur, dan tidak diskriminatif tentang penyelenggaraan negara dengan tetap memerhatikan perlindungan atas hak asasi pribadi, golongan, dan rahasia negara.
Peningkatan transparansi atas berbagai kegiatan atau program pemerintah, baik aktifitas sosial, politik maupun ekonomi sangat diperlukan agar masyarakatdapat ikut mengontrol atau mengawasi aktivitas pemerintah adan aparat penyelenggara negara, misalnya melalui ekspos rencana kerja pemerintah atau setandar pelayanan publik kepada masyarakat dan sebagai jaminan kepastian pelayanan yang harus di informasikan secara jelas kepada masyarakat melalui media yang mudah di akses oleh publik. Hal ini dapat dilakukan dengan cara-cara berikut ini: dengan menggunakan sarana media cetak (brosur,leaflet,booklet), melihat gambar yang ditempatkan padatempat tempat yang strategis, atau melalui penyuluhan secara langsung kepada masyarakat, menggalakkan sistem e-procurement dan e-annoucement (khusus dalam pengadaan proyek barang dan jasa), dan lain sebagainya. Perbaikan peraturan perbaikan sistem maupun metode pengawasan atau kontrol serta peningkatan efektivitas kinerja dari lembaga-lembaga pengawasan baik lembaga pengawas internal maupun lembaga pengawas eksternal juga sangat di lakukan untuk memperkecil peluang aparat penyelenggara negara untuk menyalah gunakan kekuasaanya.