Bagi Cak Nur, Civil Society berfungsi sebagai penyeimbang antara negara dan rakyat, di mana kekuatan moral masyarakat berperan penting dalam mencegah terjadinya penyalahgunaan kekuasaan. Dalam konteks Pilkada, pandangan ini mengandung implikasi yang mendalam. Partisipasi aktif masyarakat dalam Pilkada yang dilandasi oleh kesadaran moral akan membantu meminimalisasi praktik-praktik politik yang tidak etis, seperti politik uang, manipulasi isu identitas, dan kecurangan lainnya. Dengan adanya Civil Society yang kuat, masyarakat dapat menjadi pengawas yang efektif, memastikan bahwa proses politik berjalan sesuai dengan prinsip-prinsip keadilan dan transparansi.
Lebih lanjut, Cak Nur juga menekankan bahwa Civil Society harus dibangun di atas nilai-nilai agama dan moralitas. Meskipun konsep Civil Society seringkali dikaitkan dengan demokrasi sekuler, Cak Nur menegaskan bahwa agama memainkan peran penting dalam membentuk kesadaran etis masyarakat. Menurutnya, nilai-nilai universal dalam agama, seperti keadilan, kebebasan, dan kesetaraan, harus menjadi dasar bagi Civil Society yang berfungsi secara baik. Oleh karena itu, dalam konteks Pilkada, pendidikan politik yang berlandaskan pada nilai-nilai moral dan agama dapat membantu membangun masyarakat yang lebih sadar dan bertanggung jawab secara politik.
Pentingnya Civil Society yang matang dalam mewujudkan politik yang beradab menjadi lebih jelas ketika melihat peran masyarakat dalam menjaga etika politik. Partisipasi masyarakat madani tidak hanya sebatas pada hari pemilihan, tetapi juga dalam mengawasi setiap tahapan proses politik. Sebuah Civil Society yang aktif dan beretika akan mendorong pelaku politik untuk bertindak lebih bertanggung jawab, karena mereka tahu bahwa tindakan mereka diawasi oleh masyarakat yang kritis dan berdaya. Di sinilah letak kekuatan pandangan Cak Nur: bahwa demokrasi hanya bisa berkembang dengan baik jika masyarakatnya memiliki kesadaran moral yang tinggi dan berperan aktif dalam proses politik.
Di sisi lain, reformasi hukum yang menyeluruh juga diperlukan untuk memperkuat penegakan aturan dalam Pilkada. Lembaga-lembaga seperti KPU, Bawaslu, dan aparat penegak hukum harus menjalankan tugas dan wewenangnya secara tegas dan tanpa kompromi terhadap setiap bentuk pelanggaran, mulai dari politik uang, netralitas ASN, hingga manipulasi isu identitas. Penegakan hukum yang independen dan tidak terpengaruh oleh kepentingan politik akan mempersempit ruang bagi praktik-praktik kotor yang sering kali merusak integritas Pilkada.
Dengan demikian, sinergi antara refleksi moral yang mendalam dan reformasi regulatif yang tegas adalah kunci untuk menciptakan politik yang beradab. Pandangan Cak Nur tentang Civil Society menunjukkan bahwa masyarakat yang beretika dan sadar politik memiliki peran vital dalam menjaga dan memperkuat demokrasi. Hanya dengan keterlibatan aktif masyarakat yang dilandasi nilai-nilai moral dan didukung oleh penegakan hukum yang konsisten, kita bisa mengatasi fenomena "stunting moral" dalam politik dan membangun demokrasi yang lebih sehat dan berintegritas.
Mewujudkan politik yang beradab bukanlah tanggung jawab pemerintah semata, tetapi merupakan tanggung jawab kolektif yang melibatkan semua elemen masyarakat. Tanpa kesadaran politik yang kuat dan berbasis nilai-nilai etis, Pilkada akan terus menjadi ajang perebutan kekuasaan yang mengabaikan prinsip-prinsip luhur demokrasi. Oleh karena itu, membangun kembali integritas politik melalui pendidikan moral dan penguatan Civil Society adalah langkah penting untuk mengatasi kemerosotan moral dalam politik dan mewujudkan Pilkada yang adil, transparan, dan beradab.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H